Ricia menggeliat kecil. Menarik kembali selimutnya yang sempat tersingkap. Hari minggu ini Ricia memilih bermalas malasan di kamar. Dengan suhu AC diturunkan dan berselimut rapat. Dingin dingin anget gimana gitu.
DRRTT
DRRT
Mendecak samar. Tangannya terulur untuk menampik hape mahal yang terus bergetar mengganggu diatas meja dekat ranjang.
Walaupun sudah jatuh tak berdaya dilantai tetapi benda persegi itu masih bergetar. Gadis yang tadinya sudah bangun dan hendak kembali tidur malah tak bisa melanjutkan mimpi lagi.
Rakyat jelata mana yang berani menganggu tidurnya. Membuang selimut begitu saja lalu mengambil hape dengan logo apel tergigit itu dengan sebal.
"Halo non ini bibi, nyonya masuk rumah sakit lagi"
**
"Kenapa?" Begitu sampai di depan ruang inap mamanya, Ricia bertanya tanpa basa basi pada wanita yang hampir menua yang duduk cemas.
"Tadi nyonya hampir loncat dari balkon kamar non, berhasil ditahan sama satpam tapi malah mukul kepala sendiri pake vas kesukaan nyonya" jelas Bibi. Keriput diwajahnya bertambah karena rasa cemas berlebihan. Ricia mencelos. Memalingkan wajah mengintip dari balik pintu melihat mamanya kembali terbaring lemah dengan perban melilit kepala.
"Bibi kenapa lengah jagain mama? Kan saya sudah bilang selalu ada di samping mama"
"Maaf non, tadi nyonya tiba tiba bilang pengen teh anget, sebenernya bibi udah suruh ART lain tapi nyonya ngotot pengen bibi yang buat" dengan suara lemah dan wajah penuh sesal Bibi menjelaskan. Menunduk takut karena Ricia menatap tajam.
Menghela nafas. "Papa nggak ke sini?" Ricia bertanya dengan masih memandang mama.
"Belum non, tadi sudah bibi telfon katanya baru diluar kota"
Gadis yang kini memakai hotpants dan tanktop hitam yang dibalut cardigan coklat itu melengos. Berbalik pergi.
"Maaf non" menoleh tanpa tanya pada Bibi yang tiba tiba menyela.
"Jangan pergi, harusnya non jagain nyonya"
Ricia mendengus sinis, melipat kedua lengan di depan dada berbalik sepenuhnya pada Bibi yang langsung menunduk menyadari kelancangannya, "Saya bisa kasih gaji terakhir bibi hari ini"
Bibi langsung menggeleng panik, "maaf non, bibi lancang" katanya penuh sesal. Menatap takut takut Ricia yang menatap tajam.
"Bibi digaji bukan untuk ngatur ngatur saya" tambah Ricia. Berbalik pergi menuju lift lalu turun keluar rumah sakit.
Kakinya yang terbalut sneakers putih berjalan pelan menuju mobilnya. Mobil mewah hitam terparkir sempurna dihadapannya. Gadis itu hampir masuk. Tetapi tak jadi malah berbalik menyandarkan tubuh langsingnya. Ia sendiri bingung harus apa. Membuka hape yang kini layarnya terdapat sedikit goresan.
Ricia mendecak. Sepertinya ia harus memberi tau papanya untuk segera membelikan ponsel baru.
Gadis itu, sangat tidak suka kecacatan.
Menggulir jarinya memeriksa setiap aplikasi. Sebenarnya hanya ada aplikasi chat dan Instagram. Biasanya akan ada beberapa pesan masuk dari Ovra. Tetapi entah kenapa dari kemarin tak ada pesan masuk dari gadis menyebalkan itu.
Bentar.
Kenapa dia nyariin? Bukankah seharusnya senang karena tak perlu repot menaruh dibawah bantal ponselnya supaya tak melihat chat dari Ovra?
KAMU SEDANG MEMBACA
See The Stars
Teen FictionKetika dingin ketemu dingin. Beku Kalau cewek dingin ketemu cowok dingin? 3D. Diam. Diam. Diam Kalau nikah terus punya anak, salju dong.