Lelaki itu turun dari mobil mewahnya. Menyugar rambut hitamnya ke belakang. Tas hitam yang hanya tersampir dibahu kanan terpegang kuat oleh tangan kekarnya. Kaki panjangnya melangkah santai di koridor kelas sepuluh.
Banyak bisik bisik cantik dari adik kelas. Siapa yang tak kenal Beltran? Lelaki tinggi tampan pintar dan juga kaya. Hanya saja, dingin dan tak tersentuh seolah tameng yang membentengi agar tak didekati siapapun. Ia bahkan terlihat tak punya teman.
"BELTRAN DARLINGKU"
Tidak.
Angkasa Putra. Kakak futsal yang hobi lihatin langit kalau lagi gerimis. Satu satunya orang yang terlihat dekat dengan Beltran.
Tanpa perlu menoleh, Beltran tau siapa yang memanggilnya. Selain suara yang khas, memang siapa lagi yang berani memanggilnya dengan menjijikan seperti itu.
Mereka berjalan beriringan menuju kelas sebelas. Para adik kelas mencicit gemas melihat tingkah dua seniornya.
Angkasa dengan segala ocehannya sedangkan Beltran dengan kediamannya.
Saat sudah berada di koridor kelas sebelas, Beltran langsung belok menuju IPS. Sedangkan Angkasa yang tertinggal mendengus kesal.
"Dadahhh darling" katanya tak tau malu. Langsung belok menuju deretan IPA.
Kembali dengan kesendiriannya. Langkahnya begitu santai menyusuri koridor IPS. Kulitnya putih bersih dengan otot kekar. Wajahnya yang tampan dengan mata dingin. Rambutnya halus lebat berwarna hitam yang terkadang jatuh menjadi poni. Dagunya terangkat tinggi menunjukan bentuk sempurna dari wajah anak SMA.
Mata tajamnya melirik singkat ke kelas yang ia lewati. Berjalan menuju kelasnya yang berada disebelah kelas IPS satu. Setelah meletakan tas, ia kembali keluar berdiri tegap dengan tangan dimasukan ke saku celana di depan loker. Sibuk mencari cari dimana headshetnya berada.
Ia sedikit mundur. Lalu berbalik menatap ujung tangga sembari memasang headshet ditelinga. Wajah datar dengan tatapan fokus. Para siswi bergumam tak karuan melihat sosok tampan yang sialnya sekarang menjadi sangat tampan. Wajah rupawan walau tanpa senyum, sosok idaman walau dingin, pacar-able karena tajir.
Matanya menangkap gadis yang kini muncul dikoridor IPS. Dagunya terangkat angkuh dengan santai berjalan acuh.
Terlihat begitu songong dengan satu alis naik tetapi tetap menawan saat tatapannya bertemu dengan Beltran. Lelaki itu mendengus samar melihat barang barang branded yang digunakan gadis itu. Jika di SMA Pelita ia adalah cogan kaya raya, maka gadis itu adalah cecan kaya raya.
**
Kaki panjangnya kembali berjalan santai. Saat koridor begitu ramai, ia berjalan membelah siswa siswi yang langsung minggir. Ia mendengus samar, merasa jengah dengan situasi itu.
"Darling"
Beltran hampir menggigit tiang sekolah yang tepat berada di sampingnya. Berhenti menunggu si pemanggil untuk segera datang.
Rangkulan akrab mulai terasa. Tangan panjang dari sosok tinggi tampan yang selalu mengganggunya dengan banyak ocehan tidak tau malu dan curhatan tak bermutu.
"Darling mau kemana?" Tanya lelaki itu pede. Beltran melirik sekilas. Kembali berjalan tanpa mau menjawab. Ia juga tak perlu repot melepas rangkulannya, karena si perangkul dengan tau sendiri sudah melepas sendiri.
Lelaki tadi tak menyerah, menghampiri Beltran yang masih berjalan santai. Ia mengikuti gaya Beltran, memasukan kedua tangannya disaku lalu berjalan tenang dengan dagu terangkat angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
See The Stars
Fiksi RemajaKetika dingin ketemu dingin. Beku Kalau cewek dingin ketemu cowok dingin? 3D. Diam. Diam. Diam Kalau nikah terus punya anak, salju dong.