9;Berubah

23 3 0
                                    

Ricia berubah.

Itu yang dipikirkan Ovra. Gadis mungil itu menatap heran Ricia yang kini berjalan santai di sampingnya menuju kantin. Sebenarnya tidak banyak berubah. Gadis tinggi itu masih dingin, cuek dan datar seperti biasa. Tetapi menariknya tanpa kata menuju kantin bukan hal biasa.

"Mie pedes level lima sama soda dua" kata Ricia begitu duduk dikursi kantin bagian tengah. Menatap datar Ovra yang mengangguk patuh berlalu memesan.

"Gue chat Angkasa, gue suruh dia kesini biar rame" gadis itu meletakan nampan berisi satu piring mie pedas dan mangkok bakso serta tiga soda. Duduk di depan Ricia yang tak merespon.

Menyantap mie pedasnya santai. Sesekali melirik sekitar merasa tak nyaman dengan suasana riuh kantin.

"Kantin emang rame gini ya?" Tanya Ricia tiba tiba. Ovra segera menelan baksonya. Menatap Ricia sebentar.

"Iya dong, kalau sepi mah kuburan" jawab Ovra sekenannya, "atau hati lo tuh sepiiii hahahaha" dibalas tatapan tajam andalan Ricia.

"ANGKASAA" Ovra berteriak keras membuat atensi kantin. Yang dipanggil pun menoleh dengan senyum lebar dan lambaian tangan. Berlari kecil menarik lelaki yang pasrah di belakang.

"Weheyyy akhirnya Cici mau ke kantin" heboh Angkasa. Duduk di samping Ovra sempat meminta sesuap bakso.

Ricia menatap tajam, "Cici mata lo" kesalnya.

"Ya muka lu ada China China nya" ringis Angkasa. Berusaha menyalahkan wajah bulat Ricia yang memang sekilas ada China nya hingga bisa dipanggil Cici.

Beltran duduk di samping Ricia. Menatap datar gadis yang masih sibuk makan.

"Lo apa Tran?" Mendongak sebentar. Lalu menggerakan dagunya kearah makanan Ricia. Angkasa sempat tak paham. Lalu mendengus kesal berbalik pergi memesan setelah paham.

"Lohhh Ci lo ke kantin?" Pertanyaan heboh itu kembali membuat atensi penghuni kantin. Cewek cantik duduk tak santai di samping Ricia. Menatap tak percaya gadis yang menatap datar.

"Kenapa? Masalah?" Alona merapatkan bibir mendengar nada sinis dari Ricia.

Ovra meringis, melotot pada Ricia memberi kode tetapi gadis itu menaikan alis tak peduli. Beltran di sampingnya mencibir. Sedangkan Angkasa yang baru datang tak tau apa apa. Menyajikan pesanan Beltran dengan rapi.

"Dia emang sinis gitu Na, setelan dari pabrik" kata Ovra berusaha memberi tau, dengan bisikan di akhir kalimat. Alona terkekeh.

"Nggak masalah, lagian lo ke kantin udah bagus" kata Alona sembari merangkul bahu Ricia, "terkadang sesuatu yang lo benci ternyata adalah yang baik buat lo" menepuk dua kali bahu Ricia lalu pergi.

Ovra mencibir bersama Angkasa. Beltran diam menatap reaksi Ricia. Gadis itu tetap datar. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.

"Mumpung Cici lagi enak, gimana kalau kita hangout?" Celetuk Angkasa. Ovra mengangguk setuju.

Ricia mengangguk saja membuat Angkasa dan Ovra tos senang.

"Lo gimana, Tran?" Tanya Angkasa. Beltran diam sejenak. Menatap sekilas Ricia yang menegak soda. Lalu mengangguk sekali. Lagi lagi dua sejoli yang selalu heboh itu tos ria.

"Jumat ya?" Ricia dan Beltran mengangguk. Ovra berseru. Berbicara pada Angkasa tempat mana saja yang akan mereka kunjungi. Menyusun segala hal yang akan mereka lakukan.

Ricia berdoa dalam hati semoga bukan tempat yang aneh. Beltran di sampingnya agak merapat.

"Lo berubah" bisik Beltran. Ricia menoleh dengan delikan.

"Kemaren ada cowok sinting yang suruh gue ngelakuin hal baru sehari" sindirnya mengingat kalimat Beltran kemarin yang membuatnya kepikiran.

Beltran mengangguk angguk. "Tanpa sadar, perubahan lo bikin beberapa orang seneng" cetusnya yang menurut Ricia ngaco.

"Lihat Ovra, lihat temen lo yang tadi" tambah Beltran membuat Ricia diam diam melirik Ovra yang berdebat entah apa dengan Angkasa.

"Lihat gue" kalimat dengan suara dalam itu membuat Ricia menoleh. Bertatap langsung dengan mata coklat bening milik Beltran. Lama mereka bertatapan. Beltran sudah menyelam dalam dimata indah Ricia, tenggelam dalam keramaian kantin memilih diam fokus menatap gadis yang membuatnya sakit jantung.

Bentar.

Beltran menyadari satu hal, setiap bersama Ricia entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat. Seper...

"Mulut lo bau"

Beltran sadar. Rahangnya hampir jatuh menatap tak percaya gadis yang sudah berpaling menatap lain. Dia sudah menyelam nyelam dalam berenang tetapi tiba tiba terhantam kalimat menyakitkan.

Lelaki itu menarik dasi merah bergaris panjang yang kini terasa terlalu ketat. Mengendus bau mulutnya yang tidak bau. Malahan wangi.

Rasanya Beltran ingin menarik seluruh tempat sampah supaya Ricia bisa membedakan mana bau wangi dan bau sampah.

Ah, sudahlah.








**








Lagi lagi Ricia membuat Ovra jantungan. Gadis yang kini melepas sepatu mahalnya dengan canggung itu membuat Ovra duduk sadar. Gadis ini berkunjung ke rumahnya.

"Taruh mana?" Tanya Ricia menenteng sepatunya.

Ovra mengerjab ngerjabkan matanya. Menghela nafas. Menunjuk rak sepatu di belakang pintu. Lalu meringis tak rela begitu Ricia melempar sepatu seharga delapan juta itu. Kalau Ovra yang punya sepatu itu nggak bakal dia pake, simpen lemari dibungkus plastik lalu laminating supaya tidak lecet.

"Kamar gue dilantai atas, mama masih di kafe kayaknya"

Ricia berjalan di belakang. Mengekor gadis yang masih agak bingung. Memasuki kamar bernuansa pink. Ricia mendecih. Setelah dipersilahkan duduk, gadis tinggi itu duduk santai di kasur.

"Sekarang mau ngapain?" Ovra malah bertanya. Duduk canggung di depan Ricia yang selonjoran menatapnya datar.

"Kok nanya? Biasanya elu yang maksa gue ke sini" suara Ricia naik. Menatap tajam temannya yang sudah cengengesan.

Mengeluarkan satu kardus berukuran sedang. Meletakan diantara mereka. Duduk bersila nyaman menghadap Ricia yang sudah memejam.

"Gue nyiapin ini, ada beberapa permainan mana tau lu mau" gadis ceria itu mulai mengeluarkan satu persatu isi kardus.

Duduk di samping Ricia yang tak terusik. Bersandar dibahunya lalu mengacungkan kamera. "Pertama, kita harus foto" sembari menekan tombol lalu suara khas jepretan kamera terdengar. Menunggu tak sabar foto kecil yang sudah siap keluar dari kamera.

"Wuhuuuu cantiknya gue" senang Ovra. Menatap fotonya yang tersenyum manis. "Ihhhh elu kok masih merem"

Ricia mendecak. Hampir menggotong nakas di sampingnya lalu melemparkan pada Ovra yang merengek. Duduk tegap tersenyum tipis menatap kamera. Ovra tersenyum lebar. Menekan tombol lalu mengadah siap menerima foto.

"Wuhuuuu cakep" katanya sembari menggoyangkan kertas foto. "Gue kebanting anjir, lo cakep kayak Ratu lah gue berasa dayang"

"Lo mah bukan dayang" sahut Ricia. Kembali bersandar nyaman.

"Terus apa?"

Menatap sebentar Ovra lalu memejamkan mata, "tau" jawabnya santai. Ovra mengumpat pelan. Ia kira Ricia akan mengeluarkan lelucon.

"Gak asik lu" cibir Ovra. Melompat turun menempelkan foto kecil tadi tembok depan ranjang.

"Bacot bet kata gue" Ricia menanggapi santai.

"Nye nye nye" Ovra kesal. Mengganti raut wajahnya menjadi aneh.

Ricia mengigit bibir. Buang muka menahan tawa tak kuasa melihat wajah Ovra yang ternyata menggemaskan.

Astaga.

Hatinya menghangat.













See The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang