3;Perjuangan Kapten Basket

43 5 0
                                    

Suara decitan sepatu dan pantulan bola bergema di lapangan basket indoor. Siswa siswi yang mengikuti ekskul sudah siap dengan pakaiannya, mereka berkumpul dipinggir lapangan. Beberapa ada yang iseng bermain.

Lelaki tinggi tegap dengan otot kekar dan wajah tampan bak malaikat itu memantul mantulkan bola lalu melemparnya pada teman yang lain. Menangkap bola melemparkan ke dalam ring. Mendapat sorakan dari para siswi ekskul atau yang sengaja datang menonton di tribun.

Dengan sombong, lelaki itu melambai dengan senyum songong membuat para gadis menjerit histeris. Teman teman lelaki mendengus, merasa bosan melihat tingkah tebar pesona temannya.

"Kak Justin"

"Saranghae Justin"

"Lope lope kak"

Begitu kira kira teriakan para gadis. Justin terkekeh, merasa bangga sendiri. Matanya yang sedari tadi lirik lirik kini membelalak kecil. Berlari menuju gadis tinggi yang dengan cuek memasukan bola ke ring seorang diri.

"Hai" sapanya dengan senyum manis. Langsung berdiri di depan Ricia menghalangi gadis yang akan kembali melakukan shooting.

Ricia diam tak merespon. Ia bahkan tak perlu repot repot menatap balik cowok tampan yang memakai headband di depannya. Kembali melakukan shooting, mengabaikan Justin yang masih berdiri di depannya. Atau saat Justin berseru kagum melihat bola yang dengan mulusnya masuk ke ring.

"Gilaaa, lo jago" kagumnya, bertepuk tangan riang dengan pancaran mata senang.

Ricia masih diam. Sedikit menjauh mundur dengan masih memantulkan bola. Menulikan telinga dari suara Justin yang menyebalkan.

"Gue nggak ada bawa motor, boleh nebeng nggak?" Tanya Justin, berjalan mendekati Ricia yang masih enggan menatapnya.

"Tin, kunci motor lu gue taro tas ya" kata Rama dengan sedikit berteriak. Membuat Justin mengumpat karena ketahuan bohong. Ricia tak merespon apapun. Masih sibuk dengan bolanya.

"Cewek cakep kalau sombong pantangan" kata Justin, masih mencoba ngobrol dengan gadis yang terkenal dingin itu.

Ricia memekik pelan, menatap tajam Justin yang dengan lancang berdiri dekat di depannya.

"Minggir" kata Ricia dingin.

Justin tersenyum penuh kemenangan karena akhirnya Ricia mau bicara, melipat tangan di depan dada menantang gadis yang sudah berhenti bermain bola berganti mengapitnya di lengan kanan.

"Suara lu merdu juga, nafas lo wangi lagi. Kenapa nggak pernah ngomong?" Justin bertanya santai. Maju satu langkah lebih dekat pada Ricia. Siswa siswi yang tadi memperhatikan melongo tak percaya dengan sikap agresif Justin.

Gadis yang lengkap memakai seragam basket itu mendecak, bergeser ke kanan membuatnya tidak pas di depan ring. Kembali akan melakukan shooting. Ia sudah mengangkat tangan yang menggenggam bola tetapi langsung melemparnya kasar begitu Justin kembali mengikutinya semakin dekat.

Suara pantulan bola yang keras menggema, membuat pekikan kecil karena kaget. Gadis cantik itu tak peduli. Ia ikutan maju membuat Justin terkejut mundur. Menatap tajam lelaki yang kini sedikit menciut.

"Hama" desisnya tajam. Berlalu pergi dengan lirikan sinis pada Justin yang merasa kalah telak. Biasanya, jika ia maju mendekati gadis maka si gadis akan otomatis mundur dengan wajah tersipu. Tetapi gadis kali ini berbeda, dia malah menantang maju membuat Justin yang tak pernah mengalami kejadian itu terkejut mundur.

Memainkan lidahnya menahan emosi karena merasa dipermalukan. Ia menjadi pusat perhatian karena menciut ditantang gadis dingin. Menatap Ricia yang mengemasi tas lalu berjalan keluar dari lapangan.

See The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang