Malam yang semakin larut tidak malah menyuruhku untuk tidur. Justru membuatku semakin bangun, dan tak henti-henti memikirkan apa yang dikatakan oleh anak beranama Gora Raga itu. Dengan frontalnya ia mengucapkan hal itu. Ini kali kedua ia mengatakannya, dan entah mengapa baru yang ini yang benar-benar aku anggap serius.
Haruskah aku memastikan kebenaran tentang apa yang ia ucapkan itu kepada Kyai Ronggoweksit? Ku rasa akan jadi sangat tidak sopan bila aku mempertanyakannya. Karena Kyai sendiri pernah mengatakan kepadaku bahwa tak usahlah memikirkan masa laluku, dari mana aku berasal. Jalanilah saja kehidupan dengan menjadi orang sebaik-baiknya orang, semua akan baik-baik saja.
Namun apa yang dikatakan Gora memang sepatutnya menjadi beban pikiranku malam ini.
"Kau itu anak dari hubungan terlarang, buktinya sekarang kau tak mengenali siapa orang tuamu. Di mana mereka berada pun kau tak tau."
Dari mana aku berasal? Siapa orang tuaku? Sejak kecil hanya Kyai lah yang mengasuhku dan mengajariku banyak hal. Namun ia tak pernah sekalipun menceritakan tentang siapa orang tuaku.
Burung malam yang entah burung apa itu terbang mengitari rumah bambu yang sekarang menjadi tempat kediamanku ini. Kyai lah yang mendirikannya untukku. Mungkin dirasanya aku sudah cukup besar untuk tinggal sendiri.
Bulan yang cuman setengah lingkaran itu terus kupandangi. Awan yang mengelilinginya sedikit mengganggu pemandanganku. Ketika ku turunkan sedikit lirik mataku, aku melihat ada asap yang mengepul dari arah timur. Ada apa, siapa yang bakar-bakar malam-malam? Atau kebakarankah? Haruskah aku menghampirinya? Niatan untuk tidak menghampiri dari mana asal asap itu lebih besar. Lagi pula, bagaimana jika itu orang jahat? Bisa-bisa aku malah jadi kena sebagai korban.
Namun setelah kusadari tampaknya asap itu berasal dari arah yang sama dari rumah Kyai. Karena kawatir terjadi apa-apa pada Kyai Aku pun memaksa tubuhku yang seharusnya waktunya tidur ini untuk berlari menuju tempat asap itu.
"Apa yang membuatmu belum tidur Swa
Suara yang sangat ku kenal itu, belum ku ketahui darimana arahnya. Aku terfokus pada api yang menyala di belakang halaman rumah Kyai Ronggo. Ternyata Kyai sedang membakar umbi-umbian. Lalu terdengar suara sandal yang bergesek dengan daun itu mendekat. Ia mengulangi pertanyaannya "apa yang membuatmu belum tidur Swa?"
"Tidak, tidak ada apa-apa Kyai, aku hanya sedang tidak bisa tidur. Ini hal lumrah, biasanya aku juga seperti ini."
"Apakah ada yang sedang mengganggu pikiranmu?"
"Tidak Kyai, sama sekali tidak."
"Tidak mungkin, dari raut wajahmu aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu."
Memang ketajaman batin orang tua itu sudah tidak diragukan lagi. Beliau memang orang yang berpengalaman, konon di masa mudanya, ia pernah menjadi adipati kerajaan. Sebuah jabatan yang sangat tinggi langsung di bawah raja. Namun, ia juga tidak pernah menceritakan soal itu.
"Sepertinya, kita memikirkan hal yang sama,"
Ucap orang tua itu lagi. Apakah dia benar-benar mengetahui apa yang sedang aku pikirkan.
"Gora mengatakan sesuatu padaku," ucapku spontan sambil memandangi api yang membakar ubi itu.
"Apa yang ia katakan? Kurasa ia sahabatmu yang baik bukan?"
"Kyai, ada sebuah pertanyaan yang ku simpan sejak lama sekali bahkan sejak kecil. Dan apa yang dikatakan Gora tadi sore seolah mengingatkanku akan pertanyaan itu." Aku berhenti sejenak, mengambil nafas dingin malam yang telah tercampur dengan hangat api itu.
"Siapakah orang tuaku Kyai? Dan di mana mereka sekarang?" Aku kira, memang saatnya aku mempertanyakan hal ini kepada Kyai. Tidak ada yang salah bukan bila anak ingin mengenal dan mencari tahu siapa orang tuanya. Bahkan sewajarnya sejak lahir seorang bayi sudah mengenal dan dirawat oleh kedua orang tuanya hingga ia dewasa dan punya anak lagi. Begitu seterusnya."
"Memang tidak ada salahnya kau mempertanyakan itu Swa." Ia menunduk dan mengambil umbi yang sekiranya sudah matang itu dengan kayu.
"Aku juga memikirkan hal yang sama dan membuatku tidak bisa tidur sama sepertimu." Lanjutnya.
Bergeming hatiku. Berharap Kyai meneruskan perkataannya dan aku akan segera mengetahui siapa orang tua ku.
"Namun, untuk menjawab pertanyaan itu..." Ia berhenti dan mengambil ubi yang baru mentas dari perapian itu dengan seutas kain. "Maaf Swa, aku tidak bisa memberitahumu sekarang, pertanyaan itu harus kau sendiri yang menjawabnya."
Aku sendiri yang menjawabnya? Apa-apaan, mana bisa aku mengetahui kedua orang tuaku, sedang ketika aku sudah besar. Hanya Kyai lah yang aku tahu mengasuhku sejak kecil. Seharusnya dialah yang paling tahu siapa orang tuaku.
"Apa maksud Kyai?, bukankah Kyailah yang mengasuhku sejak kecil? Seharusnya anda yang mengetahui siapa orang tuaku."
"Tidak nak... kau sendiri yang harus mencari tahu siapa orang tuamu."
"Bagaimana caranya Kyai? Yang ku tahu, salah satu cara yang bisa ku lakukan hanyalah bertanya kepada orang yang mengasuhku sejak kecil." Ku rasa, ucapanku ini terlalu mendesak beliau.
"Entahlah. Mungkin kau harus memulainya dengan pergi dari tempat ini terlebih dahullu."
Pergi dari sini? Mendengar ucapan Kyai itu hatiku menjadi sangat berat tiba-tiba. Aku harus meninggalkan tempat dimana aku tumbuh besar. Tempat yang sangat indah dan damai ini. Dan suatu hal lagi yang membuatku kaget adalah, ternyata aku bukanlah orang yang asli berasal dari tempat ini. Kalau tidak bisa ku temukan kedua orang tuaku di sini, berarti memang bukan di desa inilah tempatku berasal. Padahal aku sudah sangat nyaman dengan desa ini. Aku sudah menganggap desa ini adalah satu-satunya rumah bagiku.
"Aku sudah melakukan semadi untuk menjernihkan pikiranku tentang hal itu Swa," kata orang tua itu lagi sambil mengupas kulit ubi dan meniup-niupnya.
"Dan yang kudapat adalah, jika kamu benar-benar ingin mengetahui siapa orang tua aslimu. Bukan di sini tempatnya. Kau harus melakukan perjalanan." Lanjutnya lagi.
Bukannya aku tidak percaya dengan Kyai Ronggoweksit. Namun aku melihat dan ragu terhadap diriku sendiri. Haruskah aku benar-benar melakukan perjalanan itu untuk mengetahui siapa orang tuaku. Atau lupakan saja tentang pikiran itu dan tetap berada di sini, di desa yang nyaman ini.
"Swa.. percayakah kau pada ucapanku?"
Aku tahu orang tua itu adalah orang yang sudah bosan memakan asam manis kehidupan. Aku tahu ia juga pernah menjadi seorang prajurit atau apalah itu di masa mudanya. Namun ada sesuatu yang masih menjanggal. Yaitu apakah Kyai benar-benar tidak mengetahui siapa orangtuaku? Apakah benar ucapan Gora, bahwa aku adalah anak dari hubungan terlarang? Dan tiba-tiba entah bagaimana Kyai Ronggo menemukanku disuatu tempat secara tidak sengaja?
"Bila kau percaya pada apa yang aku ucapkan, bulatkan terlebih dahulu tekadmu untuk menempuh hidup yang akan berbeda."
just click star bottom if you like this part
i'll appreciate your vote also comment
:]
KAMU SEDANG MEMBACA
Gate Of Akasa: The Hidden World
FantasyTernyata Swa harus menempuh perjalanan jauh untuk dapat mengetahui siapa orang tuanya. Namun tampaknya perjalanan itu berubah arah karena adanya suatu masalah besar yang dapat melibatkan banyak dimensi. Bangsa Loonar yang masih satu dimensi dengan B...