Jika ada suara yang tergesa-gesa adalah derap kuda yang berlari dengan kencang menuju ke arah timur. Kuda itu sama seperti pemiliknya. Sama-sama tua namun masih terlihat sehat dan bugar. Si penunggang kuda itu sepertinya tergesa-gesa untuk segera sampai ke tujuannya.
Hari masih pagi buta, matahari juga belum terlihat. Waktu seperti ini terlalu dini bagi pemalas untuk bangun dari tidurnya. Jika pun ada seorang pemalas yang bangun pada waktu ini, pastilah tidak akan memakan waktu lama untuk orang itu terlelap lagi ke dalam mimpi nyenyaknya.
Kuda dan penunggangnya itu sepertinya akan segera sampai ke tujuannya, setelah mereka memasuki sebuah perdesaan yang tempatnya merupakan dataran tinggi, namun dekat dan menjorok ke laut. Tempat itu adalah pucuk dari sebuah pulau.
Setelah sampai di suatu rumah, langsung saja orang itu masuk ke dalam rumah dan menuju ke halaman belakang rumah itu. Penunggang kuda itu seperti sudah sangat hafal dengan tempat itu.
Halaman belakang rumah itu merupakan tempat yang luas. Pemilik rumah itu biasanya memanfaatkannya untuk menjemur hasil panen atau hasil tangkapan ikan. Tak jarang juga ia membakar sesuatu untuk dimakan di tempat itu
"Apa yang membuatmu datang kemari?" terdengar suara orangtua yang entah berapa umurnya dari serambi belakang rumah. Orang itu sedang duduk-duduk dan menghisap sesuatu yang dibakar.
Pemilik kuda yang sudah tidak ingin loncat dari kudanya itu dengan hati-hati turun dari kudanya. Dan kuda yang sama-sama tua itu menyadari pemiliknya akan turun dari tubuhnya, sehingga ia agak menekuk kaki depannya agar memudahkan penunggangnya itu untuk turun. Setelah turun, kuda itu dibiarkan begitu saja tanpa perlu ditali oleh pemiliknya. Sang pemilik sudah yakin dengan kudanya tidak akan kemana-mana. Kuda itu pasti tidak akan meninggalkannya begitu saja karena kuda itulah yang ia tunggangi sejak usianya masih muda, sehingga mereka sudah akrab dan seperti bisa saling memahami satu sama lain.
"Kau datang kemari dengan berkuda?" tanya orang tua itu lagi, sambil berdiri dan menghampiri sahabat lamanya.
"Aku sudah sangat tua Kyai, aku sudah lupa caranya terbang." Kata orang itu sambil menjabat tangan dan memeluk sahabatnya itu.
"Jangan panggil aku seperti itu Senopati Bendho Bumintara."
Sontak halaman belakang rumah itu terisi oleh suara tertawa khas orang-orang tua.
"Mari, silahkan duduk." Kata Kyai Ronggoweksit memersilahkan tamu istimewanya itu untuk menuju ke serambi belakang rumah.
Emperan belakang rumah itu memang cocok untuk dibuat duduk-duduk bersantai. Udara pagi menyelinap diantara mereka dan membuat Kyai Ronggo menguap karena semalaman tidak bisa tidur. Lalu kedatangan orang yang dijuluki Bendho Bumintara itu semakin menambah pikirian tuanya yang mungkin tak lama lagi menjadi pikun.
"Beberapa hari ini aku bermimpi ada tamu yang membawa berita penting kepadaku. Jadi,berita apa yang akan kau bawa?"
Orang itu membenahkan duduknya dan melakukan hal yang sama dengan pemilik rumah. Yaitu menghisap sesuatu yang tampaknya dapat menghangatkan badan itu.
"Batinmu masih saja memiliki ketajaman seperti dulu. Tahu saja kedatanganku kemari untuk membawa sebuah berita."
"Jauh-jauh dari ibu kota, pasti ada sesuatu yang penting yang ingin engkau sampaikan.." Kyai Ronggo berbicara sambil keluar asap dari mulut dan hidungnya.
Bendho tidak langsung menjawab pertanyaan temannya itu. Ia membiarkan hening lewat terlebih dahulu
"Jadi begini, kau masih ingat Jembatan Mara Akasa?" tanya Bendho
"Ingat, dulu memang tempatnya berada di desa ini. Namun sudah sangat lama, mungkin sudah ratusan tahun yang lalu jembatan itu lenyap dari dimensi kita. Bukankah seperti itu?"
"Ya, seperti yang kamu juga ketahui, jembatan itu memang bukan sembarang jembatan. Jembatan itu tidak hanya menghubungkan antara dimensi manusia. Namun jembatan itu dapat menghubungkan kita dengan dunia lain seperti makhluk halus bahkan dunia para penghuni langit."
"Hahaha... kau benar. Dulu sekali aku sering melewati jembatan itu. Namun sekarang, bentuknya saja aku sudah tidak bisa mengingatnya. Yang jelas jembatan itu menjorok ke laut dan terdapat seperti gerbong penghubung banyak dimensi di ujung jembatan itu." Kata Kyai Ronggoweksit, mengingat-ingat masa mudanya.
"Lalu apa masalahnya?" Tanya Kyai.
"Jembatan itu sekarang memang sudah ditutup sejak adanya kebijakan bersama antara bangsa-bangsa di dimensi kita juga bangsa-bangsa dimensi lain. Sejak zaman itu kita sudah jarang berhubungan dengan makhluk dari bangsa sebrang dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa oncat dari dimensi manusia ke dimensi lain. Namun sekarang yang menjadi masalah adalah.." orang tua itu menyempatkan menghisap bakaran kayu tembakau itu sebelum meneruskan ucapannya.
Orang tua pemilik rumah tiba-tiba menjadi tidak tenang. Jantungnya berdegup kencang menunggu terusan ucapan kawan lamanya itu. Matanya yang kantuk tiba-tiba menjadi melotot.
"Pasukan dari gabungan kesatria sandi kerajaan yang mencari kabar dengan cara samar-samar itu memperoleh informasi yang tak terduga. Bahwa saat ini ada pihak-pihak yang ingin membuka kembali jembatan itu."
Terbatuk-batuk tersedak asap Kyai Ronggo setelah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat lamanya itu.
"Yang benar saja!? Pembukaan kembali jembatan itu akan membuat tatanan kehidupan kita harus diatur kembali. Karena kita akan bersinggungan langsung dengan makhluk-makhluk selain dari dimensi kita. Pembukaan kembali jembatan itu akan membuka banyak kesempatan seperti untung dan rugi. Bila pihak yang akan membuka jembatan itu berniat sembrono, maka akan kacau keseimbangan kehidupan kita. Namun bila memang ada kepentingan, apa kepentingan itu?"
"Pertanyaanmu itu juga pertanyaan para petinggi kerajaan, kerajaan belum dapat menangkap informasi yang jelas tentang apa tujuan pihak yang akan membuka jembatan itu kembali. Yang jelas dalam waktu yang singkat, tempat ini akan menjadi tempat yang rawan. Maka itulah niat kedatanganku kemari, untuk membawa berita ini dan menghimbau kepadamu untuk melakukan suatu tindakan lebih dini pada warga sekitar untuk mencegah hal-hal buruk terjadi."
"Bendho kau lihat sendiri kalau umurku sudah tua, hal itu akan sangat susah aku kerjakan dengan kondisiku yang seperti ini. Tubuhku ini sudah tua dan meronta-ronta." Keluh Kyai Ronggo pada sahabatnya itu.
"Aku menyadari hal itu Kyai, namun bukankah karena alasan ini engkau tinggal di tempat terpencil ini? Hanya kau lah yang bisa mengatasi masalah dalam situasi seperti ini. Kau yang menjaga tempat ini tempat di mana dulu jembatan Mara Akasa pernah ada."
Kyai Ronggo menatap halaman belakang rumahnya itu dengan tatapan kosong. "Jadi ini yang menjadi penyebab mimpi burukku bahkan yang membuatku memilih untuk tidak tidur bermalam-malam."
"Tampaknya, sesuatu yang besar akan terjadi Kyai. Bangsa-bangsa di dimensi ini akan bergantung kepada orang seperti anda."
image from google images
just click star bottom if you like this part
i'll appreciate your vote also comment
:]
KAMU SEDANG MEMBACA
Gate Of Akasa: The Hidden World
FantasyTernyata Swa harus menempuh perjalanan jauh untuk dapat mengetahui siapa orang tuanya. Namun tampaknya perjalanan itu berubah arah karena adanya suatu masalah besar yang dapat melibatkan banyak dimensi. Bangsa Loonar yang masih satu dimensi dengan B...