03

3K 434 79
                                    

"Tenanglah, Jiyeon pasti baik-baik saja," ucap Wonwoo mencoba menenangkan Yeonsa yang sedari tadi berjalan kian kemari, enggan berdiam diri semenjak menginjakan kaki di rumah sakit setelah mendapat kabar dari Krystal jika Jiyeon dilarikan ke rumah sakit karena sempat berhenti bernafas.

Yeonsa berdecak kesal, bagaimana mungkin disaat seperti ini ia bisa tenang. Tangan kecilnya langsung saja memukul bisep sang suami hingga ringisan menguat dari bibir tipis Wonwoo. Sifat bar-bar sang istri selalu saja keluar disaat-saat kritis seperti ini.

Tidak berselang lama, dokter yang tengah menangani Jiyeon keluar dari ruangan sembari melepas masker yang menutupi separuh wajahnya.

Helaan nafasnya menjadi yang pertama sebelum sebuah kalimat menyusul keluar dari bibirnya.

"Pasien berhasil melewati masa kritisnya, kandungan obat Antidepresan dalam tubuhnya terlalu berlebih. Kami hampir kehilangan pasien karena jantungnya beberapa detik berhenti bekerja," jelas sang dokter menatap Yeonsa dan Krystal bergantian.

"Bagaimana keadaan Jiyeon sekarang?" Krystal bersuara.

"Kami masih memantau kondisi pasien beberapa jam kedepan, jadi untuk kunjungan akan kami batasi sampai kondisi pasien menunjukan kemajuan."

Mereka belum bisa bernafas lega, kondisi Jiyeon yang belum membuka mata tentu saja masih mengganjal hati mereka.

"Anda keluarga pasien?" tanya dokter muda tersebut pada Krystal.

Krystal pun menjelaskan jika Jiyeon tinggal sendiri, dan mereka sudah berteman begitu lama tentunya.

Pria yang berprofesi sebagai dokter tersebut mengangguk paham sebelum kembali berujar dengan mendetil tentang kondisi Jiyeon.

"Selective serotonin reuptake inhibitor dalam dosis yang dianjurkan bisa memblokir serotonin supaya tidak diserap kembali oleh sel saraf, karena saraf biasanya mendaur ulang neurontransmiter. Namun, sangat berbahaya jika dikonsumsi dengan dosis tinggi, pasien hampir saja kehilangan nyawanya jika tidak dilakukan tindakan medis secara cepat. Dan saya harap Anda bisa mengawasi pasien agar tidak menyentuh obat Antidepresan untuk sementara waktu. Jika memang itu sangat dibutuhkan, pasien harus konsultasi dulu dengan Dokter agar hal seperti ini tidak terjadi lagi."

Penjelasan dokter muda tersebut diangguki oleh Krystal dan Yeonsa. Keduanya merasa terpukul karena tidak bisa melakukan apapun untuk mengatasi depresi Jiyeon.

Setelah kepergian dokter tersebut, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Krystal bersandar pada permukaan dinding yang dingin,  sembari memanjatkan doa dalam hati untuk kesembuhan Jiyeon dan berharap agar Jiyeon tidak kembali larut dalam depresinya jika sadar nanti.

Maka, untuk hari itu yang bisa mereka lakukan hanyalah berdiam diri menanti Jiyeon tersadar kembali. Meski gadis yang tengah terpejam kini memilih mati dan enggan kembali sadar hanya untuk menikmati hidup sendiri tanpa kekasihnya yang telah pergi.





••





Hari penuh ketegangan itu berlalu, Jiyeon sudah siuman meski masih enggan mengeluarkan suara. Mata yang telah kehilangan cahaya itu menatap langit-langit kamarnya, bertanya kepada Tuhan kenapa tidak membiarkannya pergi jika Tuhan tidak bisa membuat Jungkook kembali. Apa Tuhan tidak tahu jika Jiyeon benar-benar tersiksa melanjutkan semuanya sendiri? hatinya bersama Jungkook yang telah pergi, dan Jiyeon tidak bisa menjamin jika ia bisa melanjutkan hidup mengerikan seperti ini.

Berkali-kali kedua sahabatnya mencoba membangun konversasi untuk membuat Jiyeon mengalihkan pikirannya. Menarik Jiyeon dari depresi yang mengukungnya begitu kuat. Atau memang Jiyeon sendiri yang tidak ingin terbebas dari kukungan depresi?

hereinafter✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang