Menghindari Taehyung adalah opsi yang Jiyeon punya untuk sekarang. Ia tidak yakin bisa berada di ruang lingkup yang sama dengan Taehyung saat ini. Hatinya masih belum bisa dimengerti bahkan oleh dirinya sendiri. Jiyeon butuh sedikit waktu untuk memastikan semua perasaannya. Ia tidak ingin tersakiti di saat baru saja bisa membuka hati.
Turun dari mobilnya, Jiyeon mengambil sekantong belanjaan dan membawanya serta. Tangan ramping itu terangkat dan menekan bel rumah sahabatnya beberapa kali. Ia begitu merindukan Yeonsa lantaran belakangan ini tidak memiliki waktu walau hanya sekedar berkunjung. Terlebih beberapa panggilan dari Yeonsa yang terabaikan karena kesibukannya.
"Jiyeon?" Wonwoo-lah yang membukakan pintu untuk gadis itu.
"Morning! Yeonsa mana?" Wonwoo mundur dan mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam. Menutup kembali pintu rumahnya sebelum menyusul Jiyeon yang sudah terlebih dulu melangkahkan kaki.
"Ada di dalam. Tumben pagi-pagi sekali?"
"Aku cuma punya waktu luang saat ini," sahutan Jiyeon membuat Wonwoo tidak tahan untuk menjitak kepala temannya yang berlaku sok sibuk tersebut.
Jiyeon meletakan sekantong makanan sehat untuk ibu hamil yang dia beli pagi-pagi sekali untuk sahabatnya di atas sofa. "Masih tidur?"
Wonwoo menggeleng. "Baru saja selesai mandi," jawabnya sembari melangkah ke arah dapur. "Duduklah, akan aku siapkan minum."
"Jus jeruk ya? Kalau teh atau kopi aku tidak mau minum." Dan lemparan lemparan handuk kecil yang sedikit lembab yang digunakan pria itu untuk mengeringkan rambutnya tadi pun diterima Jiyeon sebagai sambutan hangat dari sahabat kakunya itu.
Sebisa mungkin Jiyeon terlihat santai dan seperti biasa. Gadis itu selalu ingin tampil baik-baik saja meski diterpa badai yang membuatnya cidera tanpa tahu bagian mana saja yang terluka.
Tidak lama setelahnya, Yeonsa datang dari arah kamarnya. Mendapati Jiyeon duduk di sofa sembari mengganti-ganti siaran televisi dengan remot yang di tangannya. Gadis itu berlari senang menghampirinya. Menghambur pada sofa tempat Jiyeon duduk dan memeluk gadis itu erat.
"Astaga! Kau dijajah berapa lama sih?!"
Jiyeon hanya tertawa mendengar celotehan gadis cerewet yang masih betah memeluknya ini. "Hati-hati, nanti anakmu mirip denganku," godanya.
Mendengus kesal, Yeonsa memutar kedua bola matanya. "Kalau wajahnya tidak masalah, asalkan jangan keras kepalanya saja."
Mereka saling membalas tanpa ada yang mau mengalah, sampai Wonwoo datang dengan dua gelas minuman berbeda. Pria itu meletakan cairan segar yang diminta Jiyeon di hadapan gadis itu. Dan mengulurkan segelas susu hangat untuk istrinya.
Melihat itu terbesit rasa ingin pada hati kecil Jiyeon. Memiliki teman untuk hidup bersama dan saling berbagi kasih sayang. Ingatkan dulu Jiyeon bagaimana usaha Yeonsa menghadapi pria dingin seperti Wonwoo. Yang bahkan lebih mencintai buku di perpustakaan daripada perempuan. Hingga akhirnya pria itu sadar akan presensi seorang wanita dan kegunaan wanita di sisinya. Membuat Jiyeon dengan suka rela melayangkan jitakan keras karena baru tahu jika Wonwoo selama ini tidak melihatnya sebagai perempuan.
"Apa little Jeon ini sehat-sehat saja?" Jiyeon mengusap gemas perut Yeonsa yang masih rata.
"Dia baik-baik saja, ibunya yang luar biasa begitu menyiksa," sahut Wonwoo yang mendapat delikan tajam dari istrinya.
"Ngidam aneh-aneh?"
Dan helaan nafas berat Wonwoo menjawab pertanyaan Jiyeon. Gadis itu terkekeh dan meneguk minuman yang dibawa Wonwoo tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
hereinafter✔
RomanceSemenjak saat itu... langit tak lagi cerah, hujan hanya menyisakan basah yang menjelma menjadi luka.