DESIRE 01

4.4K 257 33
                                    


Happy reading.
Thx votmen.

* * *

Matanya mengantuk. Setiap beberapa menit sekali mulut lelaki mungil itu terbuka lebar, membiarkan oksigen memenuhi otaknya yang kepalang pusing karena kurang tidur.

Seluruh tubuhnya terasa nyeri. Terutama bagian bawah yang masih dapat ia rasakan denyutan disana. Terasa penuh dan menyesakkan.

Pria sialan itu tidak membiarkan tidur sama sekali tadi malam. Pria yang bernama Mean itu malah menarik tubuhnya ke dalam kamar dan menghujani air kenikmatan.

Dan saat membuka mata tadi pagi lelaki mungil itu dapat merasakan sinar matahari sudah menembus di balik tirai jendela kamar.

Plan sekilas melihat sekeliling ruangan kamar dan mendengus saat sadar Mean telah meninggalkannya.

Betapa terkejutnya Plan ketika bercermin setelah selesai mandi, ia melihat begitu banyak jejak merah duduk manis dan hampir menghitam di seluruh tubuhnya.

Hasil bibir pria sialan itu.

Plan menyerapah, lalu matanya berusaha fokus menatap layar leptop, mengerjakan laporan-laporan keuangan yang di berikan asistennya.

Plan orang yang aktif, dan tidak membiarkan dirinya kosong untuk beberapa detik itu sama saja dengan bunuh diri, karena rasa sakit di hatinya yang mati-matian ia tekan agar tidak muncul lagi.

Plan sudah lelah untuk merutuki nasib dan menangis.

Plan melirik ke arah jam tanganya sebentar, Phi nya mengatakan bahwa jam sebelas hari ini ada seorang klien akan datang.

Seseorang yang katanya juga merupakan teman Phi nya itu. Ingin melakukan iventasi dengan perusahaan mereka.

Plan menghembuskan nafas malas. Seharusnya ini menjadi tanggung jawab Phi nya. Tapi Plan harus profesional.

"Ya."
Kata Plan, menjawab telpon dari asistennya.

"Tuan Plan. Tuan Perth dan klien yang akan bertemu dengan anda sedang dalam perjalanan keruangan anda."
Jelas asisten Plan sopan.

"Good. Dan Phi Mark, berhenti berbicara formal seperti itu atau aku akan memotong gaji bulanan kamu nanti."

Suara tawa Mark terdengar.
"Yes. Plan Rathavit. Anda ingin makan apa untuk siang hari ini?"

Plan mendengus.
"Aku lagi pengen makan salad fish. Phi Mark nanti temenin aku makan disana ya?"

"Baik Tuan. Asal anda yang bayar."
Lagi-lagi Mark tertawa renyah.

Setelah mematikan sambungan, Plan kemudian berdiri, sedikit merenggangkan badanya dan melangkahkan kakinya menuju meja tinggi yang di penuhi dengan berbagai wine termahal di dunia dan juga minuman beralkohol.

Plan seperti pecandu alkohol, karena tanpa alkohol minuman itu akan terasa hambar. Persetan dengan obat penenang yang masih ia konsumsi.

𝙳𝙴𝚂𝙸𝚁𝙴Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang