Episode 2

64 5 6
                                    

Pagi tiba, seperti biasa, suara cempreng tak sabaran itu mulai terdengar seperti menggema seantero rumah, memengankan telinga. Membuat Ariel buru buru membalut rapat bantal ke kepala.

"Riiieeeelll! Udah siang, Yaa Tuhan."

Sial! Ariel mengumpat karena suara itu masih bisa tembus juga.

"Berisik. Astagaaa!" geramnya, tertahan rasa kantuk yang luar biasa.

Pintu kamar didorong hingga terbuka lebar, tampang kesal Rachel seram. Ketika ia lihat Ariel malah membenarkan posisi, menarik selimut membungkus nyaman tubuhnya.

"Idih, malah benerin selimut. Boril! BOOORRRR!" Semakin gemas saja Rachel, berusaha melepas selimut itu dari badan Ariel.

Yaa ampuuunnn. Bisa ga si, kalo bangunin gue ga usah pake teriak teriak? Dia ga sadar apa kalo kadar kecemprengannya itu persis kayak sirine gempa bumi, ganggu. Bikin degdegan.

Ariel merintih dalam hati.

"Entaran lagi napa, Hel!" Pintanya, masih malas malasan dari balik selimut.

Tapi Rachel tak peduli dan makin menjadi.

Wajahnya memerah, suntuk dia. Alunan napasnya pun tersengal menahan marah ... nyaris buncah. Rasanya ingin menangis saja.


Ia tarik lagi bedcover yang masih menutupi seluruh tubuh Adiknya dengan sekuat tenaga, sementara Ariel masih tak mau kalah, tetap berusaha menahan bedcover itu supaya tak lepas dari tubuh.

"Bangun ga, lo?!" Nada suara Rachel mengancam.

"Iya. Ntaran lagi, masih pagi banget ini, Hel!" sahut Ariel, tetap pada egonya. Malas malasan.

"Udah jam setengah delapan. Nyokap nyuruh lo bangun. Sarapan, terus ke Kampus, ihhh. Susah banget diatur sih." gemas Rachel, posisinya masih sama. Berusaha merampas kehangat yang Ariel nikmati dari dalam selimut tebal.

"Aaaarrrhhhh!" Akhirnya Ariel kesal dan terpaksa bangkit.

Rachel tertegun menatapnya setengah kaget, meski raut jengkel masih tampak.

Ia tetap berusaha membuat agar amarahnya tak buncah, karena keringat bisa bisa melunturkan dandanannya yang tampak biasa tapi rapi.

---

Gua ga tau, ini udah hari yang keberapa. Pastinya tampang bete antara muka gua dan Rachel sering ketemu tiap pagi, gara gara gua susah bangun.

"Ntaran napa. Kurang sepuluh menit lagi, mayan kan." Ucap Ariel memanja, merebahkan lagi tubuhnya pelan pelan.

"Kebiasaan!" Gumam jengkel Rachel.

Merentangkan tangan sambil melenguh malas, Ariel menggeliat sekedar mengumpulkan semangat sebelum benar benar bangun, menuruti perintah Kakaknya.
Matanya yang masih layu sesekali melirik ke Rachel, seperti penuh harap Kakaknya segera meninggalkan kamar.

Suasana pagi yang dingin, benar benar membuat Ariel terlena hingga ia ingin berlama lama menikmati tidurnya.
Lagian, tak ada yang menarik juga di Kampus, apalagi jika dosen tiba tiba tak datang. Buang buang waktu saja kan?

Love And FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang