Episode 18

15 0 0
                                    

***

"Emang parah sih, Papa kalo dipikir pikir, tapi gua salut banget sama Mama. Mama ga marah ke Papa, semacam yang kayak drama, meledak ledak ga terima gitu. Emang the best lah Mama kita, Bor."

Terdengar Rachel sedang mengobrol santai dengan seseorang melalui sambungan ponsel.

Kejadian kacau semalam, pasti masih jadi pembahasan mereka.

Tapi syukurlah, akibat ulahnya itu luka Rachel tak jadi semakin parah.
Dia kini tampak baik baik saja, duduk di atas ranjang tempat tidur, bercerita dengan seseorang di telpon, sambil menikmati potongan buah mangga.

Kini, untuk mengawali kehadiran diri yang sempat tersisih, Vemas membawa dirinya berani.
Mencoba mendekat pada orang orang yang memang sudah jelas sedarah dengan dia.

Penjelasan Papa yang terucap penuh penyesalan dan rasa bersalah, semampunya akan ia maafkan meski rasanya memang sedikit agak susah.
Namun, yang membuatnya bisa menerima keadaan ini, ternyata hanyalah sikap Davina, Mamanya.
Perempuan itu memang luar biasa, bisa langsung membuatnya mencintai tanpa sedikitpun celah untuk membenci.

Perlahan pintu kamar Rachel dibukanya, meski masih ragu tapi Vemas paksakan diri untuk belajar beradaptasi.
Kehadirannya yang diam diam membuat Rachel agak terkejut, tapi begitu Vemas menampakkan raut wajah merasa bersalah, Rachel pun tersenyum dan ramah menyambut.

"Sini..." Pintanya.

Disambut Rachel, hati Vemas terasa ringan dan lega. Segera ia masuk, menghampiri dan duduk menghadap Rachel.

"Maaf, buat yang terjadi semalam." Tutur Vemas, tulus dari hati paling dalam.

Sekali lagi Rachel tersenyum, tak ada lagi rasa canggung. Dia singkirkan piring berisi mangga, lalu menggeser posisinya sedikit lebih dekat untuk memeluk Vemas.

"Yaa Tuhan... ternyata Si ngeselin Ariel ada dua, ya? Dan ternyata dia yang mirip elo, karena lo lahir duluan tanpa drama, baru dia deh, heheh." Kata Rachel, antara rasa haru melepas candaan pertamanya.

Vemas tertawa kecil dalam pelukan, bahagia dia. Telah diperlakukan seakrab ini, terasa seolah olah sudah tinggal lama bersama Kakak perempuannya.

"Atas nama Papa, gua minta maaf yang sebesar besarnya sama lo, yaaa... Gua yakin, Papa pasti pernah berusaha nyariin lo, Vem..." Tambah Rachel, terdengar seperti membujuk dan memohon.

Vemas terangguk dalam peluk, sudah dia tidak pedulikan lagi segala alasan dan kekhilafan Papanya di masa lalu. Yang penting kini, dia bahagia karena tau dia punya saudara dan seorang Ibu yang luar biasa.
Sisanya, tinggal memperbaiki hubungannya dengan Ariel saja. Seseorang yang pernah berbagi tempat dengannya, dalam satu rahim yang sama.

***

Kemudian di tahap berikutnya, dia mau tak mau harus bertemu Papanya juga. Secara resmi hanya berdua.
Di sebuah ruangan Pribadi, tempat Papa melanjutkan pekerjaannya dari rumah.

Papa memintanya memilih, antara melanjutkan kuliah atau ada sesuatu yang lain, yang sedang ia ingini.
Tampak sebuah kertas formulir pendaftaran mahasiswa baru, tergeletak di meja di antara berkas berkas penting milik Papa yang tampak tersusun rapi.

"Biar nanti, berkas perpindahanmu di Kampus yang lama, Papa yang akan urus. Lanjutkan saja kuliahmu disini." Papa menerangkan. Menatap Vemas sambil menunggu ia berkata sesuatu.

Cukup lama Vemas diam sambil berpikir, tak bergerak sedikitpun. Dia hanya fokus menatap kertas formulir itu.

"Bagaimana?"

Love And FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang