Episode 20

16 0 0
                                    


Terlalu memikirkan suatu hal secara berlebihan adalah cara cepat untuk memperparah penyakit.
Maka dari itu, meski tidak mudah Ariel akan coba membawa santai setiap masalah.
Berkegiatan seperti biasa seolah tak pernah terjadi apa apa.

Hari ini dia sarapan sedikit sekali, hanya satu dua suapan lalu pergi.
Dari lima orang (termasuk dirinya) yang ada di sekitar meja makan itu, hanya pada Mama dan Rachel saja dia berpamitan. Sementara dengan Vemas dan Papanya, tidak.

Sikapnya belakangan ini, membuat Papa terpancing. Namun husapan lembut Mama ke dada Papa berhasil mengontrol segala emosi.

Situasi itu membuat Vemas terusik tak enak hati, namun hanya bisa diam seiring helaan napas gelisah.

"Semua pasti gara gara saya..." Hati Vemas mengeluh menyalahkan diri.

***

Langkah kecil Claudia mendadak bergerak cepat menghampiri kala pandangannya berhasil menemukan sosok Ariel, Lelaki itu duduk sendirian di antara lalu lalang Mahasiswa. Tampak sedang asyik dengan alunan musik dari sambungan headset.

"Hei..." sapaan lembutnya mengalun.

Kehadiran Claudia seolah datang bersama energi positif, mengembangkan senyum Ariel, seperti baru saja dialiri gairah semangat hidup yang berlimpah.

Duduk di samping Ariel, Claudia lantas disambut dengan rangkulan penuh cinta dilengkapi kecup hangat yang mendarat tulus di keningnya.
Perlakuan itu membuat Claudia agak malu, karena pertama kali merasakannya. Tapi tak dipungkiri dia pun senang pastinya.

"Kamu kemana aja? Kok ga kuliah?" Tanyanya kemudian, memanja.

Ariel tersenyum, bahagia rasanya jika tau, dirinya dirindu.

"Ada kok, kemaren ga enak badan. Jadi aku istirahat dulu deh."

"Hmm, tapi sekarang udah ga apa apa kan?"

"Engga, udah mendingan sekarang. Maaf yaa, ga ngabarin."

"Iya ga apa apa, yang penting kamu ga kenapa kenapa kan? Syukur deh. Eh iya, udah sarapan belom? Aku bawa sandwich, mau?"

"Engga ah, makasih. Soalnya aku udah sarapan tadi di rumah. Masih kenyang."

"Masa sih? Udah sarapan kok kayak yang lemes gitu? Terus muka kamu pucet juga, lagi."

"Aku udah kenyang, Claud. Aku pucet gegara begadang aja semalem, jadi ngantuk deh. Aku butuh bobo kayaknya ni."

Perhatian Claudia membuat Ariel terenyuh di balik senyuman, rasanya airmata sudah penuh saja di pelupuknya. Hingga ia harus buru buru mencari alasan dengan malah merebahkan diri ke pangkuan Claudia, menyembunyikan isak yang tertahan.

Lagi lagi, tingkahnya membuat Claudia malu. Tepatnya kuatir, kuatir jika kegiatan mereka jadi gunjingan warga Kampus.

"Ariel, kok malah gini sih. Malu tau diliatin orang." Bisik Claudia, panikan.

"Biarin ah, santai aja! Kamu kan pacar aku. Yang nyindir palingan sirik." Timpal Ariel percaya diri.

Bibir Claudia mengulum senyuman mendengarnya, sebisa mungkin membawa diri untuk tenang dan biasa saja.

Tak lama Ariel lelap dipangkuannya begitu saja, pikirnya ... Pasti semalam benar benar tidak tidur.
Menatapnya lamat lamat Claudia jadi curiga. Sepertinya, Ariel belum benar benar sembuh dari sakit. Tampak jelas dari alunan napas yang berat, juga wajahnya yang pucat.

~~~

Sambil membaca buku, menunggu kelas mulai. 15 sampai 30 menit, Claudia biarkan kekasihnya merehatkan diri di pangkuan.
Tapi Ariel sepertinya sangat lelah dan ngantuk berlebihan, hingga agak susah dibangunkan.
Pelan pelan dia pindahkan kepala Ariel dari pangkuannya, dan mengganti pangkuan nyamannya dengan tas Ariel.
Membalas perlakuan Ariel, sebelum pergi Claudia pun mengecup kening Lelaki itu dengan segenap cinta. Lalu tersenyum meninggalkannya.

Love And FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang