0.16

1.5K 243 38
                                    

Happy Reading♡

*****

"Apa Presdir sedang mabuk?"

Sebuah pertanyaan yang membuat Jungkook tidak habis pikir akan pola pikir Jihyo yang mengatainya sedang mabuk. Apa gadis bermanik bulat ini tidak memiliki stok pertanyaan maupun penyataan yang logis? Seperti, apa presdir berkata jujur? Atau bagaimana! Setidaknya itu lebih implisit.

"Menurutmu?" tanyanya balik, enggan memberikan sebuah jawaban. Menimpali pertanyaan lebih tepat, untuk mengetahui seberapa dalam pola pikir sekretarisnya itu.

"Mungkin, tetapi aku tidak tahu juga." Jihyo memang tidak tahu bereaksi seperti apa setelah Jungkook mengatakan seperti itu---ia meralat! memberi perintah yang tidak masuk diakalnya.

Mendadak, Jungkook kesal sendiri. Ada yang bergejolak lantas membuatnya begitu enggan untuk memberi kejelasan. Apalagi, titik kebodohannya yang langsung saja memberikan perintah seperti itu---tanpa berdiskusi karena kearoganannya.

"Ck! Apa masih perlu diperjelas? Aku ingin kau menjadi kekasihku, dan ini perintah!" ucapnya mencoba memperbaiki tatanan wajahnya yang ia yakini sangat miris.

Sementara Jihyo, mendadak ia membulatkan maniknya tidak percaya. Sebuah perintah untuk menjadi kekasih? itu benar-benar tidak masuk akal.

"Presdir pasti bercandakan?" timpalnya dengan senyum yang masih terpampang walau ada rasa gelisah.

Jungkook hanya menatap Jihyo dingin. Melebihi dinginnya hawa musim beku yang membuat Jihyo merasakan tenggorokannya kini tercekat.

"Kau tidak ingin?" tanyanya yang memberikan pemojokkan pada Jihyo, membuat sang empu harus menghantam dinding karena langkah mundurnya, tetapi naasnya malah terjebak akan posisi seperti ini. Apalagi saat lengan kokoh itu memberikan kunci di sisi kirinya.

"Presdir--" Ucapannya terputus-putus, bahkan tidak bisa ia lanjutkan, karena hangatnya napas itu menyapu wajahnya. Namun, Jihyo langsung saja mendorong tubuh Jungkook untuk menjauh dari dirinya sesaat tersadar akan segalanya. "Presdir, aku tidak mengerti kenapa presdir seperti ini tapi a-aku tidak bisa."

Jungkook tidak bergeming, masih pada posisi itu dengan satu ujung bibir langsung terangkat, membuat Jihyo mati kutu. "Bukankah kau sudah berjanji akan selalu berada disisiku?"

"Hah?" Jihyo melongo sendiri---mencoba menilik tutur kata itu hingga sebuah kejadian di lift itu berputar layak hologram yang membuatnya terkatup sendiri. "Itu memang benar, tetapi--"

Perkataannya tidak terlanjut. Sesaat jari telunjuk itu menempel di bibir ranumnya, membuat Jungkook menarik senyum tipis yang benar-benar menguji jiwa dan raga Jihyo. Apalagi, saat wajah itu sangat dekat dan menepis jarak yang ada, bahkan membuat ujung hidung lancip mereka saling bergesekan.

Entahlah! Jihyo merasakan tubuhnya yang serasa mati dan kaku. Tidak tahu harus berkata atau berbuat apa, hingga suara itu mengudara lantas membuatnya makin tidak mengerti skenario kehidupannya.

"Ji, bantu aku keluar dari kegelapan ini."

*****

Jihyo termangu---menjadikan lantai kantor sebagai pusat perhatiannya dengan waktu yang lama sembari membawa pikirannya secara beriringan.

Setelah pengakuan dari Jungkook membuatnya benar-benar seperti kepiting rebus. Apalagi saat ia langsung mengatakan 'iya' dan itu keluar begitu saja.

Ia benar-benar malu jika kejadian itu terus saja terputar.

"Apa aku mimpi? Namun, kenapa sangat nyata?" Ia menangkupkan kedua pipinya, memutuskan kerlingan atas lantai itu yang kontan memerhatikan sosok pria yang tengah sibuk dari celah jendela.

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang