0.17

1.6K 241 38
                                    

Happy reading

*****

Pintu lift spontan terbuka, menampakkan betapa gagahnya seorang Jeon yang tengah memperbaiki kerah kemejanya. Ia sontak memasuki lift, membuat Jihyo yang tengah berada di dalam sana mengambil selangkah ke kanan untuk memberi keluasan, lalu Jihyo menekan tombol lift menuju lantai atas.

Suasananya agak mencekam. Bukan karena rentetan cerita horor yang membuat bulu kuduk meremang, lebih kepada status mereka yang membuatnya seperti berbeda---mungkin sangat canggung.

Ya. Jihyo memang tidak tahu harus berkata dan berbuat seperti apa jika sepasang pria dan gadis telah berkencan. Ia tidak mengerti, tetapi pria itu tentu mengerti.  Namun, nyatanya Jungkook hanya diam saja dan membuat suasananya seperti ini.

Akan tetapi, setidaknya itu tidak berlangsung lama.

"Hm, bagaimana dengan tidurmu?" Suara Jungkook kini mengudara, membuat Jihyo menoleh tidak mengerti. "Apa? Oh, tidur, ya? sangat nyaman," ujarnya sembari memilin ujung blus berwarna dusty blue yang dikenakannya.

Sontak Jungkook tertawa yang membuat Jihyo makin tidak mengerti. Apa ada hal lucu yang Jihyo lewatkan sehingga pria itu tak membaginya?

"Itu cukup bagus, tetapi aku tidak menanyakan itu."

Perkataan itu lantas membuat Jihyo kembali menoleh setelah fokus menatap lurus. "Aku salah menerka, ya?"

Jungkook mengangguk diiringi helaan napas yang panjang. "Lupakan saja. Aku tadinya hanya ingin bertanya apa kau benar-benar memimpikanku atau bagaimana? Itu sungguh konyol." kekehnya.

Sungguh, hanya karena itu, kedua pipinya secara spontan merona, bahkan bisa ia yakini warnanya seperti tomat yang ranum. Ais, mendadak ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Jungkook dapat menangkap itu semua. Termasuk bagaimana tersipunya Jihyo atas pertanyaan itu. Katakan saja jika ia konyol! Karena nyatanya memang seperti itu. Ia bahkan harus memutar otaknya untuk membuka situasi canggung seperti tadi dan ternyata itu sama saja---membuat suasananya tiada bedanya.

"Presdir--"

"Jika kita hanya berdua, bisakah kau memanggilku dengan nama Jungkook? Jung atau Kook juga tidak masalah," pangkasnya.

Mendadak apa yang didengarnya membuat sang empu merasakan napasnya yang tercekat. Semuanya terasa cepat! Termasuk apa yang kini ia hadapi.

"Tapi, itu terlalu analitis--aku tidak terbiasa--"

"Jadi biasakan."

Jungkook memandang lurus, sesaat pintu lift hendak terbuka. "Kau harus terbiasa memanggilku tanpa embel Presdir jika kita bersama, karena aku ingin lepas dari semuanya, Ji. Hanya kau yang bisa membantuku."

Jihyo tidak mengerti tatanan kalimat dari Jungkook. Aku ingin lepas dari semuanya, hanya kau yang bisa membantuku! Itu terlalu analitis baginya. Apalagi, jika ia mencoba mengaitkannya akan masa lalu atasannya yang elusif. Namun, ia bisa apa? Jungkook kini segalanya bagi dirinya sesaat afeksi itu malah memenuhi segala penjuru benak dan lubuknya.

Jungkook menarik langkah terlebih dahulu sesaat pintu lift kini terbuka. Akan tetapi, Jihyo tidak menyadari pintu lift itu, karena pikirannya yang terarah pada kalimat itu. Beruntung, suara Jungkook kembali mengudara sehingga ia tersentak dari lamunannya.

Lantas ia menatap lurus---lebih menatap punggung dengan balutan jas itu yang tengah memberikan sebuah senyuman sekilas.

"Apa kau butuh sesuatu?"

Jungkook mengangguk sembari tersenyum. "Besok Nenekku ingin menemuimu. Akan kukurimkan hadiah nanti malam dan maaf karena aku tidak bisa mengantarmu pulang."

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang