Author POV
"Duduk atau aku akan menamparmu." Mina tersentak sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk menarik kursi di samping Jeongyeon dan duduk di sana.
Jeongyeon memakan makanannya dengan khusyuk, sedangkan Mina hanya menelan saliva nya kala makanan itu terlihat nikmat saat Jeongyeon mengunyahnya.
"Buka mulutmu." Tiba-tiba Jeongyeon mengangkat sumpit yang tengah mengapit sepotong kimbap itu ke hadapan Mina. Tentu membuat gadis itu mengerjap bingung,"Ck, bisakah kau menuruti perintah ku dengan cepat!?"
"B-baiklah." Mina menerima suapan Jeongyeon dengan kikuk. Matanya berbinar, kenapa kimbap buatannya kali ini terasa sangat lezat?
"Ada apa dengan binaran itu?" Jeongyeon menyuapkan sepotong kimbap ke mulutnya.
Mina hanya menggeleng pelan, "Aku hanya tidak percaya akan seenak ini." Setelah itu tersenyum kecil.
"Kalau begitu, buka mulutmu lagi." Jeongyeon kembali menyuapkan makanan untuk Mina, dengan senang hati gadis itu menerimanya. Toh, ia juga lapar.
Sekitar 15 menit Jeongyeon dan Mina akhirnya selesai dengan makanan mereka, "Ck, kau benar-benar merepotkan." Jeongyeon beranjak sembari membawa piring bekas mereka dan mencucinya di wastafel.
"Salah sendiri menculik ku." Gumam Mina yang masih belum beranjak dari duduknya.
Apakah kesannya pada Jeongyeon berubah? Mungkin, karena ternyata Jeongyeon orang yang hangat. Ya, walaupun ia tidak menunjukkan nya terang-terangan. Padahal ia sudah mempersiapkan diri untuk menerima siksaannya seperti yang ia lihat di film-film dimana si Penculik akan menyakiti korbannya. Tapi, syukurlah gadis tinggi itu tidak melakukannya. Tidak atau belum? Well, Mina tak tahu.
Drrtt drrtt
Terdengar suara vibrasi yang membuat Mina sontak mengedarkan pandangannya, menelisik setiap penjuru guna mencari sumber suara yang ingin ia tuju.
Ah, ternyata ponsel Jeongyeon tengah menerima sebuah panggilan telepon dari seseorang. Ia pun berdiri dan meraih ponsel Jeongyeon yang tergeletak di atas sofa tak jauh dari meja makan.
'Daniel'
Nama itu tertera di layar nya, membuat Mina langsung menarik tombol hijau guna menyambungkan nya dengan si Penelepon.
"Halo, nak."
Suara itu, suara familiar yang Mina tahu siapa pemiliknya. Tangan kanannya terangkat, menutup mulutnya dengan tak percaya. Gadis itu hendak menjawab sapaan orang di seberang, namun Jeongyeon terlebih dahulu merampas ponselnya secara paksa lalu berjalan keluar dengan terburu-buru.
Sebelum keluar, Jeongyeon sempat berbalik dan melayangkan tatapan penuh peringatan pada Mina.
Suasana tiba-tiba terasa senyap setelah kepergian Jeongyeon.
"I-itu tadi suara ayah." Suaranya memecah, tubuhnya kian merosot tak percaya. Air matanya tumpah, apakah ayahnya tahu bahwa ia ada disini? "Ayah.. Ibu.. aku merindukanmu." Mina terduduk meringkuk, menyandarkan kepalanya di atas kedua lengannya yang terlipat di atas lutut.
.
.
.
.
.
"Jadi, bagaimana kabarmu?" Seorang pria paruh baya mengeratkan jaketnya mengingat malam ini cuaca sedang dingin. Ia dan Jeongyeon kini sedang bertemu di sebuah bar guna menghangatkan badan masing-masing."Baik." Putrinya itu menjawab sembari menyesap wine nya. Wajahnya terlihat dingin, suaranya terdengar tak bersahabat.
Daniel hanya menghela nafas lelah, "Istriku terus menangis karena sampai saat ini Mina belum ditemukan. Tolong jangan membuatku bertambah lelah. Jadi, setidaknya berbicaralah dengan sopan." Gerutunya ditujukan pada gadis yang sibuk menuangkan wine itu ke gelasnya sendiri.
"Sudah jangan banyak bicara, cukup serahkan uang bulanan ku dan aku akan pergi. Waktuku tak banyak." Jeongyeon menjawab tuntutan Sang Ayah dengan kesal. Pria tua sialan ini selalu bertele-tele.
Daniel berdecak sebelum mengeluarkan sejumlah uang untuk putrinya itu.
Dengan cepat, Jeongyeon mengambilnya dan memasukkan ke saku belakang. "Baiklah, urusan kita selesai. Sampai jumpa bulan depan." Jeongyeon menghabiskan sisa wine di gelasnya sebelum meninggalkan ayahnya yang tengah memijat pelipisnya.
"Harusnya aku juga membunuhnya saat itu." Sesalnya.
.
.
.
.
.
Jeongyeon tengah berjalan pulang ke apartemen barunya. Telapak tangannya saling bergesekan guna menciptakan kehangatan kecil diantara dinginnya malam. Hanya demi uang bulanan yang hanya cukup untuk seminggu itu, ia harus rela berjalan kaki di malam hari seperti ini."Sial, kenapa aku lupa membawa hotpack." Dipercepatnya derap langkah nya, berharap segera sampai ke kediaman nya. Hidung dan telinganya sudah memerah, ia bisa saja terkena flu dan itu akan sangat menyiksa.
Sekitar 10 menit setelahnya, Jeongyeon sudah sampai di depan pintu. Ia menekan password apartemennya dan segera beranjak masuk.
Saat ia masuk, ia melihat Mina yang tertidur dengan posisi meringkuk di atas lantai yang dingin.
'Gadis gila, bagaimana ia bisa tertidur dengan posisi seperti itu.'
Jeongyeon benar-benar tak habis pikir, apakah ia harus membangunkannya? Ah, sepertinya harus. Badannya bisa saja sakit jika ia tidur dengan posisi dan tempat seperti itu.
"M-mina.." Panggilnya sembari mengguncang pelan bahu Mina. Sedikit canggung kala ia memanggil nama gadis itu.
"Ngghh.." Mina menggeliat kecil, kepalanya mendongak. Mendapati wajah Jeongyeon yang hanya berjarak beberapa cm darinya.
Keduanya terpaku sejenak.
Jeongyeon tersadar dan hendak beranjak, namun Mina menarik ujung jaketnya. "Tolong beritahu apa hubungan ayahku denganmu." Pertanyaan itu membuat alis Jeongyeon bertaut.
Apakah ia harus memberitahu yang sebenarnya sekarang? Tapi, siapkah ia menerima konsekuensinya? Konsekuensi dimana Mina bisa saja membela ayahnya dan memilih kabur dari sini. Konsekuensi bahwa Mina bisa saja tidak percaya dan malah marah padanya—tunggu, kenapa ia takut gadis itu akan marah padanya? Memangnya apa pedulinya?
"Huft, masuk atau aku akan mengikat mu lagi."
.
.
.
.
.
.
To be continued/Nunggu 1 Juni knp berasa lama bat:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Stockholm Syndrome [JeongMi]
Fanfic[𝑬𝒏𝒅✓] ',--JeongMi story' Mina, ia pemilik sindrom aneh dimana ia jatuh cinta pada seseorang yang jelas jelas menjadikannya sandra. [GxG!]