06 - Bertemu Dia

3.7K 410 30
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Hargai mereka yang telah mencintaimu. Bantu mereka yang membutuhkan bantuanmu. Maafkan mereka yang telah menyakitimu. Dan lupakan mereka yang telah meninggalkanmu. Selalu berbuat baik jika ingin hidup aman, nyaman, dan bahagia. Hidup ini simpel, gak usah dibuat ribet.

• LANTUNAN KALAM HATI •

🌼🌼🌼

Suasana hening menerpa segala insan yang sedang memperhatikan objek yang kini hanya bisa berjalan pelan menghampiri sang pemanggil.

"Yuk sini nak, duduk di samping ibu ya," ajak Septi. Ia tahu pasti gadis ini sangat canggung apalagi sedang bersama keluarga yang tak dekat dengannya. Atau bisa dibilang asing, memang benarkan?

Kedua pasang mata juga turut andil memperhatikan orang yang berjalan ke arah mereka. "Kok kamu pakai bajuku?!" Dini bersuara tak suka, jelas saja ia tak menerima jika Agna memakai pakaiannya tanpa izin.

"Dek." Septi menegur dengan lembut.

"Ibu ih, itu baju kesayangannya Dini." Dini mengeluh pada sang ibu pasalnya baju tidur yang dikenakan Agna itu merupakan baju favoritnya. Piyama tidur berwarna biru malam yang berhiaskan kartun kelinci kesukaannya.

"Abang, liat tuh. Itukan baju yang abang beliin pas aku ultah." Dini kembali memulai aksinya, dan yang menjadi sasaran aduannya adalah sang abang yang kini hanya melahap nasi goreng di depannya dengan tenang.

"Sarapan, nanti kamu telat." Tegurnya, karena Dini hampir saja membuatnya tersedak.

"Ih abang, sama aja deh kek ibu." Dini berdiri sambil membawa tas ransel berwarna biru langitnya itu. "Dasar nggak tahu malu!" Ia bahkan tak menyentuh makanan yang sejak tadi tersaji di hadapannya.

"Din!" Panggil Naufal saat melihat adiknya itu berlalu, Dini bahkan melupakan untuk pamit pada sang ibu. Tak seperti biasanya ia yang tak pernah absen walau hanya untuk pamitan. Dengan cepat Naufal mengejar adiknya, karena hari ini ia ada jam pagi hingga bisa mengantar adiknya terlebih dahulu.

Panggilan Naufal tak dihiraukan, Dini terus saja berjalan meninggalkan rumah. "Andini!" Naufal menarik tangan Dini agar ia mau berhenti.

"Abang lepas!" Dini memberontak, ia tak suka jika ada orang baru yang mampu membuat abangnya tak membelanya. Naufal itu hidupnya, jika Naufal mulai acuh padanya. Entah bagaimana ia bisa melanjutkan hidup.

"Hei, kamu kenapa?" Naufal dengan cekatan menghapus air mata yang sudah mengalir membasahi pipi adiknya. Ia mengusap kepala sang adik yang tertutup khimar itu dengan lembut. Baginya tak masalah Dini bersikap manja dan posesif padanya, ia cukup peka untuk mengetahui perasaan adiknya yang tak suka jika ia membela orang lain. Terlebih itu Agna, musuh bebuyutannya.

"Dasar nggak peka!"

"Masa sih, kalau gak peka. Abang nggak bakalan ngejar kamu sampe sini, abang masih lapar tahu." Naufal menyentil pelan dahi adinya itu hingga snag empunya meringis pelan.

"Abang ih!" Sentaknya.

"Udah jangan ngambek, tunggu ya abang ambil motor dulu biar bisa anterin kamu anterin ke sekolah." Naufal berbalik tapi tangan dengan cepat di cekal oleh Dini.

"Nggak usah, abang sarapan aja dulu. Katanya hari ini ada kuis kan, aku bisa ke sekolah naik angkot." Dini menolak, selain karena ia tahu abangnya hari ini ada kuis ia juga tak mau sampai abangnya tahu jika ia memiliki perasaan yang salah.

Benar, entah sejak kapan ia memiliki perasaan aneh yang terus saja mengutuk dirinya sendiri. Ia menyanyangi Naufal bukan layaknya kakak tapi sebagai seseorang, ia yang terlalu bergantung pada Naufal membuatnya tak sadar bahwa ia telah terjerat rasa yang salah.

Lantunan Kalam Hati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang