VAG 1.5

6 1 0
                                    

Ketika ia melihat Vivian sebagai seorang perempuan. Di saat study tour semesteran waktu itu.

Ketika itu, ia dan Vivian, dua sahabat yang tak terpisahkan tentu duduk bersebelahan di bus yang akan membawa mereka ke pedesaan. Study Tour kali ini memilih tema alam pedesaan. Dan mereka akan berada di desa sekitar seminggu dengan semua keasriannya yang terdapat.

Dan disanalah ia, terpesona dengan senyum Vivian yang entah kenapa menangkap hatinya.

Di pagi hari ketika ia bangun lebih cepat dari yang lain dan pergi keluar dengan niat mencari udara segar, tapi niatnya terhenti ketika ia melihat Vivian dengan masih membawa selimut tipis untuk menghangatkan dirinya di luar sana.

Dia disana, gadis itu menatap matahari terbit dengan senyum indah diwajah nya yang memang sudah cantik.

Ya, selama ini Gio sadar jika Vivian cantik dan menarik, namun belum pernah ia melihat senyum indah itu semenjak mereka kenal.

Senyum itu begitu tulus yang mengandung banyak kebahagiaan disana. Hanya dengan senyum itu, hati Gio mampu berdebar dengan dahsyatnya, seakan senyum itulah yang membuatnya hidup.

Ya begitulah kisahnya, ditambah saat itu ia hanya menyimpan perasaannya karena tak ingin kehilangan seorang sahabat. Ia tahu,Vivian berharga baginya.

"Gi"

"Gio"

Panggilan Vivian berhasil membawa Gio kembali ke dunia nyata karena sedari tadi dia sibuk memperhatikan Vivian dan mengingat masa lalu mereka.

"Ya?"

"Ponselmu berdering sedari tadi"

"Ahhh, maaf" ujar Gio dan mengambil ponselnya yang terletak di saku celananya. Bimo. Ahhh ternyata pesanannya telah datang.

"Aku pergi dulu" pamit Gio dan segera beranjak keluar.

"Ya, makasih rotinya"

"Nope. Aku akan menunggumu" ucapnya sebelum mencapai ganggang pintu.

"Serius kau ti-" ucap Vivian masih berusaha menolak.

"Tidak menerima penolakan"

"Oke oke, aku kalah. Puas?"

"Tentu saja. Sampai jumpa nanti"setelah itu Gio keluar sembari mengangkat telponnya yang sedari tadi tak berhenti berdering.

"Sampai mana tadi?" Tanya Vivian karena merasa Arsen diam sedari tadi.

"Ahh sudah selesai. Waktu kita tersisa 10 menit lagi, mau kesana?"

"Ya, aku setidaknya harus melihat panggung yang telah kalian siapkan"

"Yeahh, sini aku bantu" tawar Arsen ketika Vivian bangun dan mulai merapikan gaunnya.

"Seriously Arsen, aku bisa sendiri" tolak Vivian merasa terlalu berlebihan. Yahh walaupun gaun ini sedikit meribetkan.

"Benarkah, kau terlihat kesusahan dengan gaun ini"

"ya, gaunnya terlalu berlebihan bukan?" masih merasa penampilannya terlalu berlebihan.

"Tidak kau terlihat cantik"

"Tapi perbedaan kita akan terlihat terlalu jelas, Sen"

"Tidak terlalu. Aku melepaskan jasku. Dan lagi apa yang perlu diupgrade dari penampilan seorang pria selain memakai tuksedo?"

"Tidak tahu"

"Nahh, kita akan terlihat bagus nanti"

"Semoga saja" dan mereka berjalan ke panggung yang telah dirancang sedemikian rupa.

VAGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang