Arsen menatap Vivian yang tengah sibuk memahami acara selanjutnya dan bertanya pada panitia yang sedang berjaga disana.
Yahhh, tatapan yang bahkan Arsen sendiri tidak paham, tatapan yang selalu tertuju pada Vivian namun ia sendiri tak bisa mengartikan arti tatapan itu, sungguh hal yang memalukan.
Arsen menganggap Vivian apa?
Entahlah, to be exact ia menyukai kebersamaan bersama Vivian dan gadis itu berhasil membuatnya nyaman disekitar gadis itu. Arsen adalah orang yang tertutup, jadi cukup susah baginya untuk dekat dengan lawan jenis jika seseorang tersebut tak bisa membuatnya nyaman.
Satu hal yang selalu terjadi, ia tidak akan pernah memulai pembicaraan dengan lawan jenis jika ia sendiri tidak memerlukannya. Dan ia adalah tipe yang ingin menyelesaikan semua masalahnya sendiri.
Tapi berbeda untuk Vivian, gadis itu berhasil membuatnya kadang merasa khawatir atau pun marah hanya karena ia melakukan kesalahan.
Bagi Arsen, mungkin Vivian ia anggap sebagai seorang adik, maybe. Karena ia anak bungsu di keluarganya jadi maybe ia menginginkan seorang adik perempuan. Yeahhh, that's maybe.
"Sen, aku rasa kita harus memajukan waktu istirahat, lihatlah para tamu undangan sudah tidak kondusif lagi" ujar Vivian dengan polosnya kepada Arsen yang sedang mengamati gadis itu.
"Ahhh, iya. Setelah yang ini selesai, kita langsung istirahat" ucap Arsen dengan senyum yang cukup manis dan jarang terlihat oleh orang lain.
"Okey, baiklah. Mari bersiap" ujar Vivian dan kembali fokus pada tamu undangan yang tengah memberikan penutupan dari sepatah katanya.
Arsen kemudian tersenyum kecil dan segera fokus dengan tugas yang harus ia kerjakan.
------------------------------
Vivian beristirahat dikelas yang sedang dipenuhi panitia yang sibuk bolak-balik kesana kemari mengantarkan tamu undangan dan yang bersiap untuk acara selanjutnya, kalau nggak salah hiburan. Namun itu setelah makan malam yang akan dilaksanakan di aula bawah universitas mereka.
Vivian memandangi semua panitia yang sibuk mondar mandir sehingga tak menyadari Gio datang dan melihat dirinya tengah sibuk memperhatikan panitia-panitia lainnya.
"Vi" panggil Gio yang melihat Vivian melamun.
"Ahhh, Gi. Kau belum pulang?" jawab Vivian kembali dari perhatiannya dalam memperhatikan panitia-panitia itu.
"Tentu saja belum. Tak mungkin aku meninggalkanmu"
"Kau bawa makanan?"
"Ayo makan didepan, aku sudah memesankanmu"
"Yesss, kau sahabatku terbaik, Gi" sorak Vivian gembira dan langsung beranjak dari tempat ia duduk.
Kemudian mereka berdua keluar untuk pergi makan. Dan jangan lupakan orang-orang yang pasti memperhatikan Gio dan Vivian. Yahhh, dua orang yang akan selalu menarik perhatian semua orang.
Vivian berjalan sedikit kesusahan karena gaun yang ia gunakan berwarna putih, jadi ia harus super hati-hati jika tak ingin gaunnya kotor.
Sedangkan Gio, ia telah berganti pakaian memakai jaket kulit dipadukan dengan sweater hangat yang membungkus tubuhnya.
Udara semakin dingin, dan tak lupa Vivian yang merasa kedinginan, lantaran gaunnya yang off shoulder.
Sepertinya Gio paham mengenai itu, dan disaat ia akan menyampirkan jaket kulitnya di bahu Vivian, sebuah jas sudah terlebih dahulu mendarat disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
VAG
RandomMengenai cinta segitiga yang rumit disaat tak ada yang mau mengalah Ketika persahabatan Dan kenyamanan bercampuf aduk di kehidupan. Ketika kau lebih memilih mengabaikannya agar semua tepat pada tempat nya. Sayang, semua perubahan akan terjadi ketika...