7

14K 551 51
                                    

Arion Pov

Aku menatap wajah gadis yang kini duduk di hadap ku dengan datar. Sementara tatapan yang ia berikan padaku adalah tatapan penuh selidik dan bertanya-tanya.

Akupun menghembuskan nafas ku pasrah. Sepertinya memang aku harus menceritakan ini padanya atau ia akan terus menghujami ku dengan padangan itu dan tak mau pulang.

"Dia Clarissa adik ku. Bukan adik kandung, tapi ia sepupu dari pihak ibu ku," jelas ku singkat. Dan kulihat tatapannya malah semakin menusuk dan semakin menuntut lebih.

Aduh bocah, sebenarnya aku malas menceritakan ini dengannya. Bagaimanapun ini hanyalah masa lalu yang terkadang memang masih membayangi ku karna aku sangat mencintai adik ku itu.

"Apa lagi yang ingin kamu tau?"

"Semuanya, semua tentang Sahara dan mengapa om dokter bilang namanya Clarissa?"

"Namanya memang Clarissa untuk kami, tapi namanya Sahara untuk keluarga ibunya. Karna ketika Clarissa lahir, orang tuanya bercerai. Ayah Clarissa yaitu adik ayah ku, memberikannya nama Clarissa, tapi karna paman ku kalah sebagai pemegang hak asuh terhadap Clarissa, akhirnya ibunya berhasil membawa kabur Clarissa ke negri ini. Dan untuk menyembunyikan Clarissa dari kami, ibunya mengganti nama Clarissa jadi Sahara. Karna itulah nama belakang keluarga kami pun beda. Tapi akhirnya kami berhasil kembali bertemu Clarissa saat ia berusia 4 tahun. Dan karna aku dari dulu ingin sekali punya adik perempuan, akhirnya aku memutuskan untuk menetap disini juga karna aku sudah sangat menyukai Clarissa kecil saat itu. Kami pun jadi sangat akrab seperti kakak dan adik kandung," jelas ku sedikit panjang lebar.

Sebenarnya aku tak pernah suka menceritakan tentang ku pada orang lain sedikitpun. Aku tak suka orang lain tau identitas atau bahkan kehidupan pribadiku walau secuil apapun. Tapi terhadap gadis kecil ini?

Aku tak tau setan apa yang merasuki otak ku sampai aku mau bercerita kisah tanteng ku sedetail ini padanya. Dasar goblok, alu luluh hanya dengan tatapan pengen tau dari gadis kecil ini. Sialan!

"Tapi kenapa aku nggak liat om dokter waktu pernikahan kak Hanz waktu itu? Seharusnya kalau om dokter datang, aku sudah pasti liat om dokter dan sudah pasti aku akan ingat terus wajah om dokter, karna kan om domter tampan banget," ucapnya polos dan malah membuat ku terkekeh dalam hati.

"Aku memang tak datang saat itu. Karna saat itu aku sedang menjalani study S2 ku di london. Aku tak bisa hadir karna saat itu adalah saat yang sangat berpengaruh dengan study ku. Jadi aku hanya bisa mengiriminya hadiah dan doa saja. Tapi aku tak pernah menyangka karna pada akhirnya ia pun tak bisa menerima hadiah ku," jelas ku lirih.

Jika mengingat hari itu kembali, entah mengapa aku selalu merasa bersalah pada diri ku sendiri, seandainya saja dulu aku kembali, aku pasti akan menemaninya menuju ke lokasi acara,dan ku pastikan kecelakaan itu tak akan merenggut nyawanya sekalipun nyawa ku yang jadi korbannya.

"Om dokter, om dokter jangan sedih ya."

Ku rasakan elusan lengan mungil di bahu ku dengan lembut. Aku tau itu lengan si gadis kecil, tapi entah mengapa aku merasa nyaman di buatnya. Aneh sekali.

Akupun menatap si gadis kecil sembari memberikannya senyuman hangat. Entah mengapa aku ingin melakukannya, akupun tak tau.

"Jadi saat aku pertama kali sebut nama, om dokter sudah tau aku dong," ucapnya membuat ku mengangguk.

"Ya, aku tau kamu adik Hanz Zeino."

"Terus apa pendapat om dokter tentang aku?"

Aku terdiam menatapnya sejenak setelah mendengar pertanyaannya. Apa pendapatku? Jelas-jelas pendapat ku saat itu tentangnya adalah, Benci.

Karna aku tak pernah suka dengan keluarga Zeino setelah apa yang terjadi pada Sahara. Aku tau itu tak seutuhnya salah mereka, bagaimanapun itu adalah permainan takdir untuk hidup Clarissa. Tapi aku selalu merutuki Hanz karna ia lalai dengan permintaan ku yang pernah menyuruhnya menjaga adik ku dengan baik. Hanz berjanji pada ku kalau ia akan menjaga Clarissa dan tak akan pernah membiarkannya terluka walau secuil apapun, tapi apa akhirnya? Clarissa bukan hanya terluka, tapi pergi untuk slamanya.

Sebenarnya sempat terpikir di otak ku untuk membalas Hanz melalui adiknya yang tergila-gila ini pada ku. Tapi setiap kepolosan yang gadis nakal ini lakukan selalu membuat hati ku tak tenang sedikit saja jika berpikiran hal jahat padanya, bahkan aku bermimpi Clarissa mendatangi ku dan marah tentang hal ini. Sepertinya adik ku tak ingin aku melakukan kejahatan itu.

Aku mengurungkan niat jahat ku walaupun aku selalu sebal dengan kelakuannya yang luar biasa ajaib selalu membuat ku emosi. Tapi di luar itu semua, aku tak menyangka gadis ini malah semakin lengket dengan ku. Ia melakukan banyak cara dan kekonyolan menyebalkan hanya untuk menarik perhatian ku.

Ia menuntut ku jatuh cinta padanya, ia menuntut ku untuk menikahinya, ia mengatakan kalau ia akan hamil anak ku. Sungguh gadis kecil ini meruntuhkan tebing-tebing penghalang hidup tenang ku. Dia ini gadis kecil atau siluman?

"Kamu menyebalkan," jawab ku akhirnya setelah aku menemukan kalimat itu yang pas untuk mendeskripsikan dirinya pada pertemuan pertama bahkan sampai kini.

Tapi yang kulihat ia malah tersenyum lega mendengar jawaban ku. Ada apa dengannya? Bukankah seharusnya ia marah atau ngambek karna aku mengatakan ia menyebalkan?

"Kenapa kamu senyum gitu?"

"Aku hanya lega om. Ku kira om akan benci sama aku. Aku takut om, aku nggak tau kenapa pemikiran itu tiba-tiba hinggap di pikiran aku saat mengetahui hubungan lama antara kita. Yang jelas aku takut om membenci ku dan tak mau melihat ku lagi. Selama ini sebelum aku mengetahui ini semua, aku selalu merasa kalau aku nyaman sama om walaupun om selalu ketus sama aku. Aku sama sekali nggak ngerasain kebencian apalagi ketidaksukaan om sama aku, karna itulah aku semakin gencar mendekati om dokter. Tapi setelah mengetahui semua ini, tadi aku sempat merasa kalau ternyata diam-diam om dokter membenci ku selama ini. Aku seperti merasa om dokter ingin menyakiti ku. Tapi saat mendengar kesan pertama om tentang ku, aku senang karna ternyata bukan kata benci yang aku terima. Makasih om," ucapnya terdengar tulus membuat ku menatap manik matanya dalam.

Sungguh aku tak mengira gadis ini bahkan sempat berfikiran seperti itu terhadap ku. Ia menebaknya dengan benar, pemikirannya tak salah. Akulah yang salah karna berbohong padanya.

Merasa bersalah atau entah dorongan darimana, aku meraih tubuhnya mendekat dan membenamkan tubuh itu dada ku. Aku memeluknya erat dan memberikan kecupan singkat di atas kepalanya.

"Semoga ujian mu besok dan seterusnya berhasil Cha," bisik ku di telinganya hingga aku merasakan tubuhnya menegang.

Mungkin ia terkejut dengan perbuatan ku. Tapi aku sendiri bahkan tak tau mengapa aku terdorong melakukan itu. Jika aku bisa mengontrol diri ku saat ini, aku sudah memilih untuk tak melakukan ini. Karna bagaimana pun aku tau kalau aku akan semakin membuat gadis ini semakin berharap dan semakin gencar mengejarku.

Sementara aku? Aku tak ada niatan untuk itu terjadi sama sekali.

...


Jangan lupa vote, komen, dan follow, hehe...

Om Dokter, Nikahin Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang