Amina dan Nadia saling pandang.
"Yaudah buruan lo siap-siap deh!" Nadia mendorong tubuh Amina ke arah lemari baju gadis itu.
Amina membuka lemari sembari kebingungan. "Aku pake apa dong?"
"Gimana ya, bingung juga gue." Nadia terdiam. Ia merinci Amina dari tas sampai bawah. "Gini aja deh.. coba. Lo nggak usah dandan, natural aja. Gue mau tau, dia nerima lo apa adanya apa nggak. Soalnya, setau gue Rendy itu bengal banget disekolah. Penasaran aja gue dia emang beneran sreg sama lo apa nggak. Kan kalau ternyata cuma main-main, kasian lo-nya, na."
"Yaudah," ucap Amina pelan, ia merapikan sedikit kausnya.
Tidak lama kemudian, Rendy meng-vidio call nya.
Nadia menarik ponsel Amina yang tergelatak diatas kasur lalu memberikannya pada Amina.
Amina mengangkatnya. Wajah polos gadis itu mengisi layar.
Disana Rendy terlihat tengah memandangnya.
"Halo." ucap Amina ragu-ragu.
Rendy tertawa terbahak.
Nadia yang mendengarnya mengernyitkan alis dan terkekeh pelan. "Kenapa?" bisiknya pada Amina.
Amina menggeleng.
"Kenapa?" tanyanya berbisik pada Rendy.
"Rumah kamu dimana?" tanya Rendy tanpa menjawab pertanyaan Amina.
"Jl. Lestari 2, nomor 38."
"Ohh, aku otw." Layar mati.
Amina meletakkan ponselnya diatas meja kecil didekatnya.
Ia melihat Nadia sedang mengemasi headset dan barang-barang miliknya yang lain. "Na, gue balik ya. Kan lo mau jalan sama Rendy. Nanti kalo ada apa-apa telfon gue aja." jeda, "Kak Atha ada 'kan?"
"Ada, emang kenapa?"
"Gue males dianter sama sopir lo. Rasanya beda, hehe.." Nadia nyengir.
Amina tersenyum. "Aku panggilin dulu ya Kak Athanya. Kamu turun kebawah aja, tunggu didepan."
"Oke deh!" Nadia mengancungkan jempolnya.
Amina meraih ponselnya dan berjalan keluar, mencari Atha dikamarnya.
Amina melihat Atha tengah mem-print sesuatu. Cowok itu berdiri didekat printer sembari memilah-milah banyak kertas.
"Kak Atha.."
Atha menoleh, "Hm, ya? Kenapa?" Ia berjalan mendekati Amina.
"Nadia mau pulang." ucapnya.
"Ohh, ya..." Atha mengambil kunci mobil. "Mana orangnya?"
"Dia tunggu dibawah."
"Oke." Atha mencubit pelan pipi Amina. "Kakak anterin temen kamu pulang dulu ya sayang."
"Dadaah." Amina melambai.
Atha melempar senyum sembari berjalan pergi.
Tinggal Amina sendiri. Ia merasa ponselnya bergetar, sepertinya ada pesan masuk.
Begitu dibuka, ternyata Rendy.
Rendy: outfit kamu apa?
Amina terhenyak, memandangi dirinya. Ia tidak merubah apapun pada penampilannya. Hanya kaus putih dan celana pink.
Amina: mengirim foto, aku cuma pake ini. Emang kita mau kemana?
Mengetik...
Amina mengigit bibir bawahnya.
Rendy: udah pake apa aje gapape, kemananye ntr liat aja wkw
Helaan napas terdengar, Amina berjalan keluar.
Ia mengambil sepatu sandalnya dan berjalan kedepan pagar.
Tak lama kemudian Rendy datang dengan vespa matic putihnya.
"Mampus gue dateng!" seru cowok itu.
Amina mengernyit lalu tertawa. "Emangnya kenapa kalo kamu dateng?"
"Ya nggak ngape si." Lalu Rendy menatap Amina lekat, tak lama tersenyum. "Cantik banget si lu."
Pipi Amina mendadak merah. "Apaansi Nggak jelas." Ia menarik sweater Rendy dan duduk diboncengan vespanya.
"Lah, lah, bocah ngapa?" Kekeh Rendy menoleh kebelakang.
Amina menampar halus pipi Rendy. "Udah aaah. Ayo kita mau kemana?"
Rendy tidak menjawab, cowok itu menyalakan vespanya dan menjalankannya.
Awalnya Amina malu untuk mengajak ngobrol Rendy. Tapi lama-lama bosan juga tanpa obrolan.
"Rendy..."
"Hm?" Sahut Rendy.
"Aku mau nanya."
"Iya, tanya aja."
"Kenapa kamu disekolah nakal?"
"Karena enak." jawab Rendy santai.
"Emangnya kamu nggak sering dipanggil guru?"
"Sering, banget malahan."
"Terus kenapa masih lanjut?"
"Gue lakuin apa yang gue suka. Buat apa kita ngikutin aturan yang bikin kita nggak bebas? Semua orang punya 'suka'nya masing-masing, ada yang dengan dikelas dia bisa nyaman. Lah bocah kaya gue disuruh begitu? Lo tau gue ulangan aja susulan mulu."
"Cape nggak?"
"Nggak."
"Kenapa?"
"Bawel banget anjir. Gue ngebutin nih?"
"Coba aja."
"Nggak ah, gue sayang sama lo." []