Empat

12 1 0
                                    

Waktu menujukkan pukul empat sore.

Amina berjalan mengikuti setapak. Didepannya ada Rendy yang sudah menenteng-nenteng kunci vespa-nya.

Mereka akan pulang.

Di motor Amina tidak sanggup menahan kantuknya lagi. Hingga ia hanya diam dan menggenggam erat sudut sweater Rendy.

Akhirnya keheningan menyelimuti.

Rendy cukup lelah seharian ini. Walau nanti malam ia sudah ada niatan untuk berkumpul bersama teman-temannya.

Sesampainya dirumah Amina, Amina turun dari motor.

"Besok gue ga jemput." ucap Rendy.

"Kenapa?"

"Pasti gue kesiangan. Lo tau gue ga pernah ga terlambat."

"Yaudah."

"Marah nggak?" Rendy mengusap pipi Amina.

"Nggak.. ih jangan pegang-pegang, nanti diliat sama abang aku, marah dia." Ekspresi Amina langsung berubah, sebal.

Rendy tertawa. "Oke-oke, maaf." Jeda, "Salamin ya sama abang kamu."

"Hmm." Gumam Amina, lalu berjalan masuk.

"Ngartis bat najis." cibir Rendy sambil tertawa.

Amina menoleh, memberikan lirikan sinis dengan bibir menahan tawa.

"Ih, deket gue tampol." desis Rendy masih tertawa.

Lalu cowok itu memacu motornya pergi.

Benar saja.

Keesokan harinya ketika istirahat, Amina melihat penampakan sosok yang tak asing baginya tengah berdiri ditengah lapangan dengan mengangkat satu kaki dan hormat pada tiang bendera.

Gadis itu terkikik geli saat Rendy menyadari kehadirannya dipinggir lapangan. Cowok itu seperti meminta kode untuk minta dibelikan air minum.

Amina langsung menggeleng telak. Lalu berangsur pergi ke kantin.

Disamping Amina, Nadia hanya tertawa-tawa.

Begitu tiba dikantin mereka berdua duduk di meja paling pojok. Dekat tempat nongkrong anak laki-laki disana.

Mereka biasa saja dengan kehadiran Nadia dan Amina. Karena memang sudah biasa mereka disitu.

Tiba-tiba seorang laki-laki yang menngenakan double-an sweater mendekat kearah Nadia.

Dia Juan. Bisa dibilang, cowok yang tengah mencoba dekat dengan Nadia.

"Halo Nadia." Juan menaik-naikkan alisnya.

Saat hendak memegang tangan Nadia, Nadia keburu menepis duluan. "Juan! Nggak mau, ah!" geram Nadia menatap kearah Juan.

"Yaelah." Juan mendesis kesal.

"Gue nggak suka lo gituin." ucap Nadia to the point. "Kalo mau deket, deket aja, nggak usah kayak gitu. Nggak suka."

Juan menatap Nadia lekat, lalu memalingkan wajah, "Tau ah." kemudian pergi.

Nadia terdiam, menatap kepergian Juan dengan sedikit perasaan bersalah.

SOMETHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang