Sebelas

9 1 0
                                    

Keesokan harinya.

"AHAHAHA."

Teman-teman Rendy tertawa keras melihat penampilan cowok itu pagi itu.

Seorang Rendy bajunya dikancing, hanya disisakan dua. Mengenakan gesper.

Hanya perbedaan sedikit namun sangat wah bagi seorang Rendy.

Rendy cengengesan, "Gausah ketawa lo lo pada." ucapnya.

"Gila lu yak?" Fredi melihat Rendy dari atas sampe bawah.

"Kerjaannya Amina ini mah." terka Arya, terkekeh pelan.

Mereka semua berangkat ke kantin. Melewati lorong.

Dilorong mereka bertemu dengan Pak Junaidi, guru agama.

"Masya Allah." Pak Junaidi berdecak melihat penampilan Rendy. "Sudah tobat kamu? Kenapa? Diancam dikeluarkan?"

Arya dan Fredi tertawa geli, namun tidak berani terlihat oleh Pak Junaidi, jadi mereka pura-pura menoleh kebelakang, baru tertawa.

Rendy tersenyum, "Bapak gatau aja, saya abis dapet inspirasi."

"Wih, darimana tuh?" tanya Pak Junaidi.

"Jadi gini Pak konsep saya. Pagi saya rapih, nanti siang berantakan. Gitu pak."

Pak Junaidi mengangguk, "Ohh." Seperdetik kemudian ia menyadari ada yang salah dari kalimat yang diucapkan Rendy, "Kok gitu?!" tandasnya kemudian.

"Karena kita laki-laki, dan kita muda. Kalau nggak ada kita, yang berantakin kelas siapa? Yang bikin guru BK punya kerjaan siapa?"

"Iya juga sih." Pak Junaidi mengangguk-angguk lagi.

Rendy tersenyum, "Heeh Pak. Kalo gitu saya ke kantin dulu." Ia mengisyaratkan kepada dua temannya untuk berjalan melewati Pak Junaidi.

Pak Junaidi yang masih sibuk memikirkan ucapan Rendy, tidak menyadari bahwa Rendy dan teman-temannya sudah pergi.

Dan ketika menyadari Pak Junaidi hanya menghela napas dan kembali berjalan, dengan masih memikirkan ucapan Rendy.

_

Sampai di kantin Rendy dan kedua temannya bertemu dengan Gebra dan anak-anak lainnya.

"Waduh, waduh, waduh." Tio beranjak dari duduknya menghampiri Rendy. "Ada apa nih bang? Beda bae penampilan lu."

Rendy nyengir, "Abis diceramahi Pak Junet." a.k.a Pak Junaidi.

Tio tertawa, sembari memperhatikan Rendy dari atas sampai bawah.

"Ini bisa merusak nih, ren. Masa bocah kita ada yang penampilannya kayak gini?" celetuk Tio, menatap pada teman-temannya.

"Kalo lo lupa gue juga begitu." Arman bersuara.

Semua menoleh padanya.

"Lah iye, baru ngeh." ucap Gebra. Terkikik geli.

Arman memang selalu rapi seragamnya. Karena kalau tidak ia kena double tacker, Bundanya dan Keyla-pacarnya.

"Hm, keren kan?" Arman melirik seragamnya yang rapi, lalu menatap Rendy. "Pasti lo disuruh, siapa tuh cewek lu."

"Amina." jawab Arya. "Emang Iya."

"Eh iya. Tadi lu dicariin ren, sama Emina." Agung yang tengah menyantap gorengan, menatap Rendy.

"Amina anjir, Emina mah merek kosmetik." sambar Fredi.

"Oh ye iye, maksud gue itu." ralat Agung tak ikhlas. Karena menurutnya sama saja.

"Sekarang dia dimana?" Tanya Rendy.

"Dikelasnya kali." Sahut Gebra. "Coba aja lu kesono."

"Emang iya, bra?" Agung melirik Gebra, "Lu jan so tau. Ntar anak orang ga nemu, disalah-salahin lu."

"Lah, gue tanya. Emang Amina biasanya dimana?" Gebra menatap Agung. Suasana mulai memanas.

"Kaga tau. Gue mah ga mau so tau." ucap Agung.

"Biasanya dikelas dia. Jarang keluar. Udah ah gitu aja berantem." Alvin yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.

Rendy mengangguk, "Tau lu. Gung lu makan ndirian aja, bagi itu Gebra."

"Bocah pelit kaya dia." Gebra tertawa sinis.

Agung mendelik tak terima kemudian menyodorkan piring gorengannya dengan kasar. "Ambil noh! Ambil! Bisa beli lagi gua. Minta tinggal minta, pake ngatain. Kapan si gue nahan sama lo?!"

"Au ah." Rendy berbalik dan berjalan pergi.

Rendy berjalan menyusuri lorong, naik ke lantai dua.

Menuju kelas Amina.

Ia dan Amina memang beda kelas. Rendy diatas lantai tiga, Amina lantai dua. Makanya Rendy jarang masuk kelas karena capek naik dari atas kebawah.

Sampai di kelas Amina. Sekelas langsung heboh.

Karena biasanya Rendy akan merusuh jika sudah masuk kedalam satu kelas.

Rendy masuk, berdiri didepan pintu. Tak peduli kelas yang sudah ramai itu.

Ia melihat kearah Amina yang duduk dikursi tengah bersama Nadia.

Rendy mengedipkan sebelah matanya.

Membuat satu kelas itu berteriak heboh.

Otomatis Amina langsung melotot dan berdiri menghampiri Rendy.

Menarik cowok itu ke depan kamar mandi.

"Ih kamu apaansih." Ucap Amina sembari menghempas tangan Rendy.

"Liat nih." Rendy melirik ke seragamnya yang lumayan rapi. "Seneng gak?"

Amina menatap tak percaya. "Ih, aku mau meluk kamu." ucapnya reflek karena sangat senang.

Rendy langsung memeluk Amina tanpa tedeng alih-alih.

Amina shock, beberapa detik sebelum akhirnya menempelkan kepalanya didada Rendy.

Wangi parfum menyebar begitu saja. Membaui seluruh ruang dihidung Amina.

Tidak berlangsung lama, karena takut ada yang melihat.

Rendy langsung melepaskannya. "Aku pake parfum om-om loh."

Amina mendelik, "IHH ngeselin!" Lalu ia mencubit pinggang Rendy.

"Mau lu bilang ngeselin kek, apa kek. Selagi gue sayang sama lu, gue ga peduli." ucap Rendy santai.

Amina menatap Rendy. Cukup bangga pada cowok itu. "Rendy."

"Hm?"

"Jangan pernah berubah." []

SOMETHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang