Ternyata Rendy membawa Amina kesebuah tempat wisata alam. Seperti banyak pohon, dan disana juga terdapat tempat makan dengan gaya tradisional.
Walau kebingungan, Amina tetap mengikuti Rendy yang berjalan didepannya.
Ternyata cowok itu berjalan kesebuah saung yang dibawahnya terdapat kolam ikan.
"Duduk situ gih. Gua mo mesen makanan ama minuman. Lu mau apaan?"
Amina menatap Rendy. "Nggak ada buku menunya?"
"Alay banget, tinggal pesen. Nggak enak sama pelayannya, kasian cape."
Amina hanya ber-oh. "Adanya apa emang?"
"Roti-rotian gitu sih. Ada juga kaya sate-satean, minumannya banyak." runtut Rendy.
"Kamu apa?"
"Biasanya gue es cincau sama roti bakar."
"Yaudah sama."
Rendy terkekeh, "Ngopas njir." jeda, "Yang laen aja yang lu suka. Ntar kalo lu maksain sama, kalo nggak abis gue nggak mau ngabisin."
"Ih jahat banget."
"Yah, gue emang gitu. Kalo nggak ya nggak, ngapain gue bohong. Sama aja lu sakit hati kalo ntar makanan lu abis gue makan terus gue lepehin."
"Iya sih.. Yaudah aku.. ada mi nggak?"
"Nggak ah." Tandas Rendy. "Nggak bakal gue pesenin kalo mi."
Amina terdiam menatap Rendy. Ada apasih dengan cowok ini?
"Nanti lo sakit Aminaaa. Pasti dirumah juga sering kan lu? Kalo laper makan mi?"
Amina masih diam.
"Bukannya gue pelit. Sumpah kalo lu minta steak juga ayo gue beliin. Tapi jangan mi. Nggak sehat, Nana." Rendy memegang bahu Amina.
Amina menepis tanga Rendy, lalu berbalik. "Yaudah terserah kamu." Kemudian gadis itu naik keatas saung dan duduk membelakangi Rendy.
Rendy menghela napas dan pergi.
Tidak beberapa lama cowok itu kembali membawa nampan berisi sepiring roti bakar dan dua gelas es cincau serta semangkuk mi.
Rendy naik keatas saung dan meletakkannya disamping Amina. Lalu menyodorkan mangkuk berisi mi kepada gadis itu.
"Sekali ini aja ya. Jangan keseringan nanti bisa usus buntu." ucap Rendy melirik Amina.
Amina menoleh enggan. Ia menarik mangkuk mi itu dan mulai memakannya.
Rendy menghela napas. "Padahal baru jalan pertama.."
Tidak ada jawaban dari Amina.
"Lo tau ga si, na? Aslinya gue udah suka sama lu dari kelas 1, tapi lo diem banget anaknya. Jadi gue ga berani ngedeketin." jeda, "Terus pas kemaren gue dibilangin sama temen-temen gue suruh nembak lo. Dipaksa lah. Katanya kalo perasaan didiemin kelamaan bisa menderita terus. Yaudah gue nyatain, eh nggak taunya lo nerima. Langsung, gue ajak jalan."
Mendengar cerita Rendy, Amina terpaku dibuatnya.
Gadis itu menoleh. "Emang iya?"
"Yah. Lu tanya aja sama Fredi ama Arya." ucap Rendy.
"Makanya gue rada kaget pas lu nerima, soalnya lu ga pernah ngode kalo lu suka balik sama gua." lanjut Rendy.
"Ohh." Amina melirik Roti bakar Rendy, "Mau." katanya.
Rendy tertawa, "Ambil. Sini mi lo buat gue."
Amina dengan senang hati memberikan mi-nya pada Rendy dan mengambil roti bakar milik cowok itu.
"Aku sering denger kamu berantem. Tapi yaudah, bodo amat. Kirain aku kamu orangnya kasar, ternyata nggak." curhat Amina balik.
Rendy terkekeh, "Itu mah gue ngebelain temen gue. Pada cacat emang, bisanya ngadu doang."
Amina tertawa pelan.
"Kamu nggak apa berantem terus, asal minta obatinnya sama aku." ucap Amina, datar.
Namun Rendy. Cowok itu justru dibuat terbang oleh ucapan Amina yang dikatakan gadis itu dengan datar barusan.
"Kalo kamu dokternya, setiap hari berantem pun jadi. Asal bisa setiap hari juga bareng sama kamu." []
Bintangnya jangan lupa...