Cinderella

4.1K 323 39
                                    

“Cinta pertama adalah pengalaman paling indah bagi semua manusia. Cinta pertama penuh keindahan, dunia baru yang memenuhi seluruh sisi-sisi kalbu, memenuhi dunia dengan pelangi warna-warni, sehingga ia akan melupakan segala derita rahasia kehidupan ini.” (Kahlil Gibran)

***

Cinta pertamaku adalah suamiku. Danu Wicaksono. Tak pernah ada yang lain yang menghuni hati ini. Meski ratusan anak panah dilepaskan untuk membunuhku, tak’kan mampu membunuh cintaku. Sementara bagi Mas Danu, cinta pertamanya adalah Sekar Diandrakusuma. Ia tak pernah bisa berpaling dari wajah rupawan itu meskipun pernikahan telah menjadi penghalang.

“Mbak, jangan nangis lagi. Nanti jelek kalau dirias,” nasihat Caca melihatku terisak di hadapannya.

Sebenarnya, tangisku bisa lekas reda andai tidak kepergok olehnya. Entah mengapa, ketahuan Caca dalam kondisi seperti ini membuat luka kian menganga. Seperti orang yang berduka karena kematian orang tercinta, saat pelayat datang untuk menghibur, justru air mata kian deras mengucur. Andai sendirian, aku bisa menangis sepuasnya lalu segera tenang. Dihujani rasa kasihan, membuat kesedihan memberat berkali-kali lipat.

Caca memutuskan mengambilkan minum setelah gagal meredakan tangis. Waktu itulah aku baru bisa menata hati, mengumpulkan kekuatan kembali, berusaha tetap tegar berlayar lagi walau digempur gelombang.

“Minum, Mbak.” Caca mengangsurkan segelas air putih dingin.

“Makasih, Ca.” Air mengalir menyejukkan panas di hati.

Ia mengeluarkan gawai dan menelepon seseorang. “Pakai makeup yang waterproof ya, Say. Bakal istimewa orang yang kamu makeup-in. Harus mengeluarkan skill terbaik yang kamu punya. Aku ingin dia sempurna malam ini,” ujarnya pada seseorang di ujung sana.

***

Caca pulang karena harus ikut bersiap menghadiri gala dinner perusahaan nanti malam. Ia memintaku menunggu temannya yang bakal datang merias. Meski sudah kutolak tetapi Caca jago memaksa.

“Aku enggak percaya pada kemampuan makeupMbakyu. Apalagi untuk acara formal seperti ini. Bisa dimarahi bos kalau mbak sampai kacau,” tegas Caca.

“Kacau apa sih, Ca? Aku sudah punya makeup, tinggal poles saja seperti biasa. Memang aku mau ketemu pejabat apa?” elakku tak mau berlebihan.

“Memang! Bakal banyak pejabat juga di sana, Mbak. Ini perusahaan besar yang mau diresmikan. Rekanan perusahaan kita juga. Jadi enggak boleh makeup yang biasa. Ada makeup khusus buat pertemuan-pertemuan semacam ini. Mbak ngikut saja deh, please. Biar sedikit ringan tugasku!” ujarnya sambil menangkupkan kedua tangan di muka.

Mataku mendelik mendengar ucapannya. Pejabat juga datang? Berarti itu acara besar yang amat penting. Kenapa orang sepertiku harus ada di sana? Pasti salah tempat! “Kenapa aku harus ikut jika memang acara itu penting? Aku bahkan bukan karyawan tetap.”   

“Om ingin begitu. Dan selama aku ikut kerja sama om, aku enggak pernah bantah. Om enggak suka orang yang banyak membantah. Om suka orang yang bisa belajar dari apa yang ia lihat dan ia dengar. Jadi Mbak, jika pingin mengambil hati om, Mbak harus bisa beradaptasi dengan cepat,” Caca memang lebih mengenal mertuaku dibanding diriku. Bapak mertua jarang sekali mengajakku berbicara, mulanya kukira karena beliau memang pendiam. Ternyata, beliau tak suka orang rewel yang banyak bertanya ini itu. Sekalinya ia mengajakku bicara, itu adalah kesempatan berharga yang tak bisa kupandang pembicaraan biasa.

Mengingat beliau, hasratku untuk membantah mengendur. Jika begini saja tak mampu, bagaimana aku bisa meyakinkan beliau bahwa aku patut menjadi istri pewaris tunggalnya. Yang terburuk hanya tinggal menunggu waktu, beliau akan mencampakkanku seperti Mas Danu.

WANITA BERHATI BAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang