Angan Menjelma

4.4K 400 37
                                    

Aku tak ingin memupuk angkara. Ingin lekas berpisah dengan derita. Tak perlu bertambah-tambah lagi bebannya.

Membayangkan menjadi Cinderella? Pernah. Memang sepertinya itulah diriku ketika terpilih menjadi menantu keluarga Wicaksono yang kaya dan berada. Namun, ketika malam demi malam tersiksa sendirian—bahkan kamar pun terpisah ruang—saat itulah aku sadar, aku tak ‘kan pernah jadi Cinderella layaknya dalam cerita.

Akan tetapi, angan itu kini menggeliat kembali, saat pria gagah berdarah Jerman datang mendekat padaku. Si wanita tanpa kasta yang tengah bersimpuh memohon balas cinta suaminya yang mendua.

“Bagaimana ini? Haruskah aku menolongnya?” tanya Mike yang membuat perbedaan berarti di dalam hati ini. Serupa ada kanal yang tiba-tiba jebol. Seakan bertemu lapangan luas untuk berlari-lari bebas, mengitari taman bunga dan lepas dari sangkar burung yang selama ini mengungkung.

Berharap dengan sangat, angan itu terwujud. Keberadaan Mike membuatku berkhayal waktu dapat mundur ke beberapa tahun yang lalu. Sehingga aku bisa seberuntung Cinderalla sesuai cerita. Bertemu pangeran berkuda putih dan hidup di Istana Bahagia. Seharusnya Mike datang lebih awal, agar cintaku tidak jatuh pada pria yang salah. Salahkah? Untuk pertama kalinya pertanyaan itu begitu mengganggu.

Buk!!! Mas Danu melayangkan tendangannya untuk menjungkalkan tubuh Mike yang tengah berlutut sejajar denganku. Sesaat Mike kehilangan keseimbangan dan tumbang. Namun, bukan pahlawan jika tak siap berperang. Mike segera bangkit berdiri dan meninju rahang Mas Danu. Aku memekik histeris ketika melihatnya meruntuhkan keangkuhan Mas Danu dalam sekali pukul.

“Mike, hentikan!” lupa untuk bersopan santun kepada mentor Bahasa Inggris-ku tersebut. Biasa kami memanggilnya Mister. Kini semua itu memudar. Aku benci padanya yang memukul suamiku demikian kerasnya.

Tetes darah mengalir dari sudut bibir Mas Danu. Aku langsung menghampirinya, menolongnya. Dengan marah, Mas Danu menepis bantuanku. “Lepas!” bentaknya. Begitu keras ia menepis, hingga sekali lagi aku terpelanting nyaris jatuh. Saat itu, seperti sudah berjaga untuk segala kemungkinan buruk, Mike menangkapku supaya aku tidak terjerambab ke lantai.

Seharusnya aku berterima kasih pada pria besar ini karena menangkapku sebelum jatuh untuk kesekian kali. Namun bagaimana aku bisa berterima kasih padanya jika itu membuat suamiku kian murka?

“Lepaskan dia!” perintah Mas Danu. Ia menarikku dari pelukan Mike dengan kasar. “Orang luar memang tak punya tata krama. Berani masuk mengacak-acak rumah tangga orang! Siapa yang mengijinkanmu, hah?”

Dengan santai Mike menjawab, “apa yang kuacak-acak? Rumah tangga kalian memang sudah acak-acakan. Aku menontonmu dari tadi. Seorang pria yang tak peduli bagaimana kondisi istrinya, apakah ia pantas disebut suami?”

“Laras baik-baik saja! Kiramu apa yang kau lihat, hah?” dengan nada tinggi emosi Mas Danu tak terkendali. Seolah mencari sumber masalah, ia menuduhku, “Oh, jangan-jangan ia mengatakan hal yang bukan-bukan?” kali ini ekor matanya menyambar wajahku.

Ck-ck-ck, adakah persamaan antara buta dan acuh? Aku saja bisa melihat bagaimana pipi kanan wanita malang itu memerah. Pasti bukan hanya satu tamparan yang mendarat di sana. Haruskah ia cacat lebih dulu baru disebut kenapa-kenapa?”

Mencari kebenaran kata-kata Mike, timbul rasa bersalah di mata Mas Danu. Aku tak tahu bagaimana warna pipi kananku saat ini, karena yang kutahu hanya hancurnya hati ini melihat pria yang harusnya melindungiku justru mengabaikanku. Sementara pria yang bukan siapa-siapa untukku bahkan rela menempuh bahaya demi menjagaku. Perseteruannya dengan Mas Danu, bisa mengancam posisi pria blasteran tersebut dari kedudukannya di perusahaan Global Wicaksono.

WANITA BERHATI BAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang