1. Murid baru

97 17 8
                                    

Happy Reading!

Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan keluar menuju balkon. Matanya lekat menatap indahnya rembulan yang perlahan mulai meredup.

Cairan bening yang keluar dari matanya mulai membasahi pipinya yang ranum. Tangisannya mulai terisak, wajahnya mulai memerah, kepalanya tertunduk dan tangannya terkepal menahan marah.

Gadis itu menghela nafas panjang dan kembali mendongakkan kepalanya yang tertunduk. Tangannya melepas kepalannya dan mengusap air mata di kedua pipinya.

∆∆∆

"Namaku Nathalia Bulan Sabilla. Biasa dipanggil Alia. Salam kenal," ucapnya tanpa semangat. Matanya sedikit merah akibat begadang semalaman. Tetapi ia berusaha memaksakan senyumannya.

Semua mata memperhatikan Alia. Gadis Cantik, bermata coklat kehitaman yang memerah, berambut sedikit pirang, dan badan yang cukup langsing. Dengan menggendong tas yang berwarna hijau tosca.

Dia murid baru. Murid baru di SMA Taruna. Dia pindah karena ada urusan keluarga yang membuatnya jenuh. Bahkan sebelumnya, Alia memohon untuk berhenti sekolah. Percuma saja, ia sekolah tetapi pikirannya selalu tertuju pada pertengkaran yang terjadi setiap malam.

"Silahkan Alia, duduk di bangku yang kosong."

Alia menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terimakasih. Ia berjalan menuju bangku yang masih kosong.

Salah satu gadis yang duduk di pojok belakang, menatap Alia dengan tatapan kebencian. Seolah ia sangat mengenal Alia. Tatapannya masih saja tajam ketika Alia memulai menduduki kursi.

"Hai," sapa seorang gadis berbadan mungil dengan rambut sedikit berantakan dan memakai kacamata.

Alia tak menatap gadis itu, ia menaruh tasnya dan mengeluarkan buku kosong serta satu bolpoin. Matanya terus memandang papan tulis dan guru yang sedang menerangkan. Berlagak seperti tidak mendengarkan sapaan tadi.

Ah! Gadis itu sangat menyesal sudah menyapa Alia. Suara hatinya bergemuruh tidak enak—tidak ada jawaban dari Alia. Senyumnya ia kerutkan, matanya kembali menghadap depan. Ya, sia-sia.

Sepanjang pelajaran Alia terus berpikir kapan jam istirahat akan tiba. Matanya sangat lelah. Lihat, mata pandanya saja sudah terlihat. Gerakan yang dilakukan juga tak jauh dengan memangku dagu.

Bel istirahat berbunyi.

Akhirnya, yang ditunggu sudah tiba.

Seluruh siswa ataupun siswi Taruna berhamburan keluar kelas untuk menuju kantin. Ada juga yang beberapa berdiam di kelas memakan bekalnya.

Gadis itu mencoba mendekati Alia kembali. Ia harap percobaan ini tidak gagal untuk menjadikan Alia teman.

"Ma-mau ke kantin?" tanya gadis itu dengan gugup. Ia sangat takut dengan jawaban Alia. Padahal, yang merupakan murid baru disini adalah Alia bukan dirinya.

Alia menutup bukunya rapat-rapat dan menaruh di laci miliknya. "Nggak. Terimakasih tawarannya," jawabnya tanpa menatap gadis itu sama sekali.

Sekali lagi, dirinya terkejut dengan jawaban yang dilontarkan Alia. Apa Alia tidak sudi berteman dengannya? Padahal Alia belum tau seperti apa dirinya.

Gadis itu cepat-cepat keluar. Ia sebenarnya tidak ingin berurusan dengan Alia kembali. Tapi, jika dirinya tidak menjadikan Alia teman, ia tidak akan pernah memiliki teman.

Berbeda dengan gadis itu, Alia justru menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya. Sesekali memejamkan matanya untuk menetralisir rasa kantuk yang ada.

Malam yang harusnya digunakan untuk tidur, Alia gunakan untuk begadang. Pikirannya sangat kacau. Suara itu tidak ada hentinya masuk ke telinga Alia dan membuatnya susah memposisikan kenyamanan tidur.

Sarapan juga hal yang jarang sekali dilakukan Alia. Jika ingin makan, Alia harus memasaknya sendiri. Tidak, dia tidak sedang sendiri di rumah. Ada kedua orang tuanya, namun hanya sibuk urusan sendiri. Seperti itu, di pagi hari pun tidak ada yang mau menyiapkan sarapan.

Itulah kehidupan Alia, membuatnya malas berteman dengan siapapun, karena akan menambah pikiran saja jika ada masalah pertemanan.

Ikatan SemataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang