Happy Reading!
Seorang lelaki berpostur tinggi dan berkulit kuning langsat — Sam — menghampiri sahabatnya— Angga — yang sedang memainkan rubik di basecamp. Tak lupa, Sam membawakan dua buah air mineral. Ia duduk berhadapan dengan Angga dan menaruh air mineral di antara mereka. "Ada murid baru," ucapnya.
"Kelas berapa?" tanya Angga tanpa mengalihkan pandangan ke arah rubik itu.
"11 IPA 2"
Angga menganggukkan beberapa kali kepalanya dan terus memainkan rubik hingga tuntas. Angga memang menugaskan Sam untuk mengetahui siapa saja murid baru di SMA Taruna. Angga bukan penguasa, namun ada beberapa hal yang harus Angga selesaikan di sekolahnya ini.
Memang, sering sekali mereka berdua datang ke rumah kosong itu yang dijadikan basecamp saat istirahat. Ya, walaupun sedikit menyeramkan, tetapi bisa membuat mereka tenang dan berpikir leluasa. Terkadang, kantin tidak bisa membuat mereka nyaman karena banyaknya orang.
Dua lelaki itu memang paling lambat masuk kelas, tetapi paling cepat keluar kelas jika istirahat tiba. Mereka sama-sama malas menengok papan tulis dan raut wajah guru yang sedang menjelaskan.
"Lo masih ngerokok, Ngga?" tanya Sam.
"Masih."
"Gue bilangin Mama Yunda ah," goda Sam.
Angga menatap tajam sahabatnya.
Sam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bercanda, Ngga. Serius amat, kayak mau UN."
Angga kembali mengalihkan pandangannya ke arah rubik dan memainkannya kembali. Jika sudah selesai, Angga kembali merubahnya dan menyelesaikannya kembali.
"Kita sering ngerokok, kok nggak mati ya, Ngga?"
Pertanyaan macam apa yang di lontarkan Sam? Sering sekali Sam bertanya demikian, dan jawaban Angga tetap sama. "Lo mau mati?"
"Iya. Biar bisa nyusul Bunda gue."
Tatapannya benar-benar kosong. Kali ini, Angga menaruh rubik di samping air mineral dan kembali menatap Sam. "Bunda lo sudah tenang. Kalau lo gini terus, Bunda lo akan sedih. Jaga bicara lo!" Ia sangat tau perasaan sahabatnya yang baru beberapa hari ditinggal oleh seorang malaikat berwujud manusia itu.
Angga dapat melihat perubahan raut wajah Sam yang mulai berkaca-kaca. "Sam, Keluarga gue keluarga lo juga. Lo sudah gue anggap sebagai saudara, jangan merasa hidup sendiri di dunia ini," ucap Angga dengan serius.
Senyuman itu muncul sedikit di raut wajah, Sam. Senangnya bisa menemukan teman yang sangat mengerti keadaannya. Walaupun kadang menjengkelkan.
Mereka sudah berteman beberapa tahun. Sejak kecil, Angga dan Sam memang selalu di sekolahkan bersama yang pada akhirnya, sekarang semakin dekat dan mengerti keadaannya satu sama lain.
Sifat mereka juga tidak jauh berbeda. Hobi yang suka merokok dan menjadi langganan BK. Walaupun keduanya adalah manusia tertampan di sekolah, tetap tidak menjamin untuk mendapat penghargaan dari sekolah. Jika mereka bersalah, hukuman akan tetap berjalan, meskipun mereka sering kabur dari hukuman tersebut.
"Atau perlu, gue anggap lo sebagai pacar gue?"
Sam mengambil satu buku yang sudah lusuh di laci, lalu melemparkannya ke arah kepala Angga dengan kasar. "Najis, kampret!"
Angga meringis kesakitan, dan membuka satu buah air mineral yang tadi dibawa, lalu ia minum.
∆∆∆
Gadis itu menuju gerbang dekat sekolah. Wajahnya sedikit tertunduk terlihat sangat lesu. Matanya masih sedikit merah. Wajar saja, ia hanya tertidur lima belas menit waktu istirahat tadi. Perutnya pun belum terisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikatan Semata
JugendliteraturSulit sekali menggambarkan sosok Nathalia Bulan Sabilla. Seorang gadis memiliki seribu rahasia yang tidak akan terungkap begitu saja. Sifatnya dibuat sangat berbeda ketika memasuki Sekolah Menengah Atas. Pendiam, seolah tidak pernah melakukan kesala...