4. Cantik

65 14 14
                                    

Happy Reading!

Angga berlari menuju luar gerbang dan mengejar Alia yang sudah terlanjur jauh. Alia duduk di halte untuk menunggu bus. Angga pun ikut duduk di samping Alia.

Alia yang menoleh sedikit terkejut atas kedatangan Angga yang tiba-tiba. Rasanya malas sekali untuk berurusan dengannya. Entah kenapa Angga seperti jaelangkung yang datang tak di undang, pulang tak di antar.

"Lo nggak mau seriusin ucapan tadi di perpustakaan?" ucap Angga tanpa basa-basi. Ia sangat ingin mengerti ucapan gadis itu saat berada di perpustakaan, karena ia juga tidak ingin pertanyaan itu lupa seperti di kantin tadi.

"Apa?"

"Itu-yang jadi temen lo. Gue mau kok. Apalagi jadi pacar lo," goda Angga dengan senyuman khas nya.

"Nggak."

"Tapi tadi lo nawarin."

"Tadi cuma tanya."

Angga menghela nafasnya, berusaha untuk bersabar beribu kali lipat, "Maksud perkataan lo di perpustakaan tadi apa?"

Bus datang tepat waktu sebelum Alia menjawab. Entah mengapa alam pun tak ingin memberi tahu jawabannya kepada Angga.

"Aku pulang dulu. Terimakasih sudah bertanya," ucap Alia sedikit berlari menuju pintu bus.

"Iya! Terimakasih tidak menjawab!" balas Angga dengan kesal. Ia semakin ingin mencari tau apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis cantik itu.

Di hari pertama, saat Angga melihat gadis itu sangat lesu dan malas, kemudian bertemu di suatu atap yang memang sering digunakan untuk Angga beristirahat. Semenjak ia kehilangan salah satu anggota keluarganya, Angga memang sering datang untuk sekedar singgah di sana. Suasana yang menenangkan dan kenangan yang masih tersimpan.

Di hari kedua, tadi saat bertemu di Perpustakaan dengan sifat yang sedikit berbeda, dan itu membuat Angga semakin penasaran. Manusia aneh yang tadi malam bertemu dengan Angga di atap, berubah menjadi manusia normal. Entahlah, itu yang saat ini ada dipikiran Angga.

Sam mendatangi Angga yang duduk di halte tepat setelah bus itu pergi. Ia membawa motor milik Angga yang terlupakan.

"Ngapain lo di halte? Lupa punya motor?"

Angga sedikit tersentak dan beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Sam, "Turun."

Dengan kebodohannya, Sam menuruti permintaan Angga untuk turun dari motor, lalu Angga menaikinya.

"Gue gimana pulangnya, Kampret!" Sam menoyor kasar kepala bagian belakang Angga.

"Biasanya gimana?"

"Naik angkot," ucapnya polos dengan muka datar.

"Ya udah sana!"

"Pelit lo!"

"Yang penting kaya," ucap Angga dengan enteng sembari memakai helmnya.

"Kuburan lo sempit!"

"Tau darimana kuburan gue sempit?"

"Karena gue yang akan gali!"

"Yakin bukan lo duluan yang mati?"

"Mana gue tau!"

"Cie tukang gali kubur emosi. Pasti mayat hari ini banyak ya?"

Sam menendang motor Angga. "Pergi lo setan!"

Angga tertawa dan melajukan motornya secepat kilat. Ia tak memperdulikan sahabatnya pulang dengan keadaan yang bagaimana.

∆∆∆

Ikatan SemataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang