#2

74 46 28
                                    

Berbeda dengan Nayfa yang marah-marah ke Farel. Risya segera memperbaiki posisi duduknya dan melanjutkan acara ngemilnya. Sesekali melirik sepupunya yang saling beradu mulut.

"Udah. Lo diem aja. Gue ngerasa ada yang aneh nih," kata Farel sambil memijat pelipisnya.

"Lo itu yang aneh," sindir Nayfa.

"Eh, anjir. Botol minum gue ketinggalan. Mana tupperware lagi. Haduh, emak nanti konser deh," risau Farel frustasi.

"Dasar ceroboh," cibir Risya kesal.

Pasalnya mereka sudah hampir sampai di rumahnya. Hanya sekitar 120 meter lagi.

"Balik dulu yok," ajak Farel.

"Mana sempat, keburu telat," kata Risya sambil mengunyah keripik singkong.

"Iya, mana sempat," sahut Nayfa dengan senyuman.

"Dahlah, kuy pulang. Mau sampe rumah juga. Ikhlasin tupperware-mu ya, bro," kata Risya sambil menepuk pundak Farel.

Seperti dugaan Farel tadi sesampainya di rumah. Acara konser mamanya ketika mengetahui ketika Farel meninggalkan botolnya. Bahkan, anak tetangga pun sampai disangkut-pautkan. Padahal tidak ada hubungannya sekali pun.

"Kenapa bisa ketinggalan, Farel? Jawab!"

"Kamu liat anak Pak Narto. Dia itu rajin nabung. Lhah kamu, tiap hari jajan mulu. Mana ngilangin botol lagi,"

"Jadi, tadi itu gini ma-" ucap Farel terpotong.

"Oh, sekarang udah berani ya. Kalo dibilangin malah jawab,"

Risya dan Nayfa yang sedang tiduran dikamar Nayfa hanya bisa meringis membayangkan keadaan Farel. Gara-gara tupperware. Disuruh jelasin. Eh, pas mau jelasin malah tambah diomelin.

"Kuatkan batinmu ya, sobat," batin Risya sebelum tertidur disamping Nayfa.

Bisa dikatakan bila itu adalah rumah almh. nenek mereka. Namun, mereka bertiga memilih tinggal bersama. Walaupun masih didampingi oleh Mamahnya Farel. Sedangkan orang tua Risya dan Nayfa berada di luar kota.

•••

Sore ini sangat cerah. Banyak anak kecil yang bermain ditaman kompleks dekat rumah Risya. Namun cuaca hari ini sepertinya tidak berpengaruh dengan Nayfa. Gadis itu terus berkutat didapur membuat kue. Walaupun hasilnya tidak sesuai dengan ekspetasi.

Disisi lain, Risya dan Farel selalu menikmati cuaca cerah maupun hujan. Karena bagi mereka, itu semua sama saja. Seperti sekarang yang terjadi di pekarangan samping rumah. Farel bermain basket dengan Risya. Sesekali Farel curang dengan mengangkat bola basket tinggi-tinggi. Tangan kanannya menahan kepala Risya.

"Farel! Nggak usah songong lo. Siniin bolanya!" bentak Risya.

"Coba aja kalo bisa ngambil. Cebol lo," ejek Farel.

"Apa lo bilang? Cebol?! Lo itu yang ketinggian!" bantah Risya.

Kedua tangannya terus berusaha menggapai bola walaupun wajahnya tertahan tangan kanan Farel.

"Hahaha!" tawa Farel.

Semua kejadian di pekarangan tak luput dari pandangan seseorang dari depan pagar.

"Bukannya itu cewek yang kemarin ya? Dia pacar Farel?" batinnya.

Gibran. Ia berniat untuk mengembalikan buku catatan milik Farel yang ia pinjam kemarin. Namun itu semua sirna ketika melihat kedekatan antara Farel dan Risya. Hingga sebuah panggilan menghentikannya.

I SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang