#9

19 4 0
                                    

"Lo mau ngambil ini?"

Mendengar suara tersebut membuat Risya menghembuskan napas ketakutan. Ia mencoba mengumpulkan keberanian. Setelah memantapkan hatinya, dengan perlahan Risya mulai menatap wajah orang di depannya.

Ada rasa terkejut di hatinya. Namun tak bisa menyangkal jika ia juga sedang merasa senang. Bahagia, tentu saja. Siapa yang tidak senang melihat orang yang disukai berada di hadapannya? Bahkan posisi mereka saat ini berdekatan. Hatinya seperti meletup mengeluarkan lava. Dadanya berdebar. Bahkan kegugupannya meningkat. Seakan tidak sanggup mengeluarkan seatah katapun untuk membalas ucapan orang di hadapannya.

Risya yang tidak terbiasa dengan kondisi seperti ini hanya bisa meremas ujung roknya. Dengan perlahan pandangannya semakin menunduk. Menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya. Ia juga sampai menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan kegugupan yang melanda.

Namun, sepertinya usahanya sia-sia. Cowok di depannya justru ikut memiringkan kepalanya. Risya semakin was-was. Takut jika orang di depannya tau pipinya memerah. Hingga sebuah suara menghilangkan semuanya. Ditambah kekehan gelinya yang terdengar mengejek.

"Lo kalo pake blush on tebel juga ya." Mendengar itu, Risya memincingkan matanya tajam. Menatap wajah cowok itu. Kedua matanya membulat. Alisnya juga sedikit berkerut.

"Apa lo bilang?!" bentak Risya tak terima. Mana mungkin ia memakai hal seperti itu di lingkungan sekolah. Mau taruh dimana mukanya nanti. Bisa-bisa ia langsung dihujat satu sekolahan. Atau bahkan sampai ke sekolahan lain.

"Ya kali sekolah mau pake kayak gitu. Lo pikir gue apaan?" kata Risya menurunkan sedikit nada suaranya. Mengingat ia sedang berada di perpustakaan. Tempat orang belajar, pinjam buku, dan kegiatan untuk sekolah lainnya meskipun sudah jam pulang sekolah. Bukan untuk marah-marah.

Sedangkan orang dihadapannya masih menatapnya datar. Tanpa ekspresi. Sangat sulit ditebak. Pandangannya pun terkesan monoton. Setelah menghentikan napas, ia berkata, "Nama gue Raka Herka Rajendra. Kelas 11 IPA 2. Kalo mau pinjem dateng aja ke kelas gue."

Pandangannya masih mengarah ke Risya. "Tapi lusa." lanjutnya dan berlalu pergi ke petugas perpus. Meninggalkan Risya yang tengah menghela napas lega. Meskipun masih ada debaran yang kian melanda.

"Huft... akting gue tadi bagus kan? Nggak buruk kan? Nggak keliatan gugup, kan?" batin Risya bersyukur.

"Ish nyebelin banget sih. Pake tanya-tanya lagi. Kan gue makin jantungan liat lo," gerutu Risya sambil memanyunkan bibirnya. Namun sedetik kemudian, ia mengulum senyumnya. "Hihi. Tapi akhirnya gue tau nama lo," katanya sambil berjalan riang keluar perpustakaan.

Senyumannya kian merekah kala melihat Raka berdiri di tengah lorong. Ia terlihat sedang membuka ponselnya sambil menenteng novel Twilight di tangan kirinya. Risya yang melihat postur tubuh tegap itu diam-diam memperhatikan secara rinci. Agar bayangannya selalu tersimpan dihatinya.

Langkahnya pun terasa semakin ringan ketika hendak menghampiri Raka. Namun sepertinya dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya. Kala tangannya hampir saja menyentuh pundak Raka, Raka terlebih dulu berjalan maju. Meninggalkan Risya yang masih mematung dengan tangan kanan mengambang dan mulut terbuka di belakangnya.

Namun Risya tidak mempermasalahkan hal itu. Ia pun bersenandung riang menuju parkiran. Terlihat Nayfa yang tengah bersedekap dada di depan mobil menunggunya. Dengan berlari kegirangan ia menghampiri Nayfa yang cemberut dan pipinya memerah terbakar matahari.

"Kuy pulang." Ajak Risya bahagia. Sedangkan Nayfa menatapnya tajam. "Dari mana aja lo. Katanya cuman bentaran. Kering nih leher gue."

"Hehe. Santay mbaknya." Cengir Risya kala mendapati Nayfa yang menatapnya tajam. Setelah mengucapkan itu, Risya berjalan menuju pintu penumpang di depan. Tak lama kemudian, Nayfa pun juga masuk.

"Oh ya. Farel ketinggalan!" teriak Risya panik. Badannya menghadap ke arah Nayfa dengan wajah khawatirnya. Mata terbuka lebar dan mulut menganga. Sedangkan Nayfa yang mendengar kepanikan Risya mencari sepupunya itu hanya memutar bola matanya jengah. "Lo nggak liat di belakang?" tanya Nayfa sambil menoleh malas. Yang kemudian di susul oleh gerutunya, "Badak segede kingkong aja lo nggak liat."

Risya hanya melirik ke jok di belakangnya. Diliriknya Farel yang sudah terbaring pulas sambil memeluk boneka hiunya. Helaan napas pun terdengar dari Risya dengar bibir terangkat sebal. Nayfa pun menyalakan mesin mobil dan melajukannya.

Selama perjalanan, hanya terdengar dengkuran dari Farel yang memekakkan telinga. Nayfa yang fokus menyetir dan Farel yang tertidur pulas. Sedangkan Risya hanya melamun menatap pepohonan yang dilewatinya. Pikirannya masih terbayang-bayang saat di perpustakaan tadi. Tanpa sadar, seulas senyuman terbit di bibirnya.

Walau tak bisa dipungkiri juga jika ia sedikit sebal. Bagaimana tidak? Biasanya dalam cerita novel yang ia baca, si cowoknya akan mengalah dan memberikan buku tersebut. Atau si cewaknya yang akan mencak-mencak tidak terima jika ia tidak mendapatkan buku tersebut.

Namun apalah daya jika hati dan pikiran berkata lain. Ia sudah terlanjur jatuh pada situasi. Membuatnya rela dengan semuanya untuk sang pujaan hati. Toh, ia juga bisa mendapatkannya lain kali. Jadi, tidak ada salahnya untuk mengalah.

•••

Sesampainya di rumah, Jordan segera mengganti seragamnya denga kaos abu-abu dan selama santai berwarna hitam. Ia pun segera berbaring di kasurnya yang empuk dengan senyuman merekah.

Merasa bosan, Jordan mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Mengusap layar telpon secara bergulir pada suatu roomchat. Hanya berisi percakapan tidak peting baginya. Tanpa sadar, ia tersenyum salting kala membuka foto profil milik Risya. Foto yang terlihat indah di matanya. Dimana Risya dengan tawa bahagianya.

Perlu keberanian, saat ingin membuka percakapan dengannya. Dengan hati bedebar, ia mulai menarikan kedua jempolnya di atas layar. Kata demi kata mulai tertulis. Namun terasa sia-sia ketika Jordan menghapus itu semua. Mulai dari percobaan beberapa kali hingga berkali-kali. Sampai akhirnya ia memilih untuk yang terakhir kalinya.

Jordan:
Hai
Add++ ya, Jordan

Setelah mengirim pesan tersebut, perasaan khawatir, takut, dan sedikit lega menjadi satu. Karena belum ada balasan dari Risya. Jordan menggigit kuku jempolnya dengan pandangan yang masih tertuju ke arah ponselnya. Karena tak kunjung mendapat balasan, bahkan pesannya saja tidak dibaca, membuat Jordan memutuskan untuk turun ke bawah.

Satu per satu tangga ia turuni dengan sedikit cepat. Hingga sampailah ia di meja makan. Aroma harum mulai menusuk indra penciumannya. Dilihatnya salah satu kembaran yang tengah berkutat di atas kompor. Gibran.

Ya, siapa sangka salah satu pemain basket andalan sekolah pandai memasak. Bahkan ia juga memiliki beberapa kejuaraan dalam dunia masak. Gibran memang sering memasak untung mereka bertiga. Mengingat bahwa asisten rumah mereka hanya bertugas untuk membersihkan ruangan.

Sebuah seringaian pun muncul di bibir Jordan. Disertai akal konyol dan jahil di kepalanya. Dengan perlahan ia berjalan mengendap-endap seperti takut ketahuan. Walau tak bisa di pungkiri bahwa ia tertawa cekikikan dalam diam.

Saat hendak memberi kejutan ke Gibran, sebuah suara justru membuatnya terkejut terlebih dahulu.

"Nggak usah macem-macem."

"HAH!" teriak Jordan refleks karena kaget.

🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅🍅

Duhhh, kasihan benget ya Jordan.
Udah pesannya belum dijawab, mana habis itu dia dikagetin lagi.

Oh ya, aku mau ngasih info nih
Menurut perhitunganku sih "I See" bakal update 5 hari sekali lhoh.
Yuk semangat terus baca ceritanya
Share ke temen-temen kalian ya, guys!
Jangan lupa vote, comment, dan follow akunku

Follow akun IG ku juga yuk!

@anindyadm9_

Buat yang mau kasih krisar bisa dm ya

I SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang