[1] Prakala

113 13 6
                                    

Ada tiadaku, kan sama saja bagimu. Aku adalah anak yang tak diinginkan bagi kalian!

Namaku Mahesa Chandradhiyaksa, nama pemberian kakekku yang sudah meninggal setahun lalu. Menurutnya, namaku memiliki arti yaitu anak yang pemberani dibawah sinar kebaikan bulan. Entah apa yang dimaksud kakekku itu, tapi menurutku itu adalah sebuah do'a bagi anak yang tak diharapkan orang tuanya.

Aku anak tunggal dari orang tua yang tak pernah menyayangiku. Orang tuaku sudah berpisah 7 tahun lalu, sejak aku duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar. Aku tak tau dan tak mau tau masalah mereka.

Aku tinggal bersama nenekku yang sekarang sudah berusia 70 tahun. Sudah terlalu tua menurutku untuk mengurusi anak bandel sepertiku ini.

Sekarang aku duduk dikelas 11 di salah satu SMA swasta di Bandung. Ya, disinilah aku melupakan masalahku terkait keluarga yang tak sempurna. Semalaman dijalan dan tak pernah pulang sudah biasa kulakulan. Baik dan buruk sudah tak bisa aku bedakan. Hidupku hanya tinta berwarna hitam. Acap kali aku kasihan melihat nenekku yang sudah tua, selalu memikirkan sikapku, tapi sudahlah. Ini hidupku, terlebih lagi tak ada yang peduli.

Jujur, walau aku tinggal bersama nenekku, tapi aku belum pernah merasa kekurangan dalam hal ekonomi. Papaku bekerja sebagai pengacara sukses yang pandai mengurusi kasus orang lain. Namun, tak pandai mengurusi kasus hidupnya sendiri. Mamaku bekerja sebagai desainer dan memiliki butik pakaian yang lumayan besar di Surabaya.

Pagi itu seperti biasa aku izin kepada nenek untuk berangkat sekolah. Memakai baju seragam yang tak kumasukan, sambil memakai jaket kulit hitam pemberian kakekku 2 tahun lalu. Ya, bisa dibayangkan seberapa fakboinya penampilanku..

Hahaha..Tidak-tidak, aku tidak fakboi, aku hanya punya 25 mantan selama hidupku, dan tak mau mencari yang ke-26 nya.

"Nek, Esa berangkat dulu" Ucapku sambil menaiki jok motor tuaku.
"Iya Sa, Hati-hati, jangan ngebut" Nenek sambil menepuk pundakku.

Sudah biasa, setiap hari memang aku sering terlambat masuk sekolah. Bukan karena aku tak bangun pagi, tapi memang mode mengendaraiku selalu santai. Tak peduli dan tak disiplin.

Pagi-pagi sudah disambut oleh pasukan GDS (Gerakan Disiplin Siswa) dari OSIS yang siap mencatatku karena kesiangan.

"Heh! Lagi-lagi si Esa, kenapa kesiangan!? Jangan bilang banmu kempes lagi, atau jangan bilang kamu beli bala-bala dulu" Tanya Rajma dengan nada tegasnya.

"Aing, belum sarapan tadi.. Makanya sarapan dulu" Jawabku mengada-ngada.

"Mau dibawa kemana bangsa ini, kalau penerusnya seperti kamu... Nangis woi Pak Soekarno lihat kamu!" Ucap Rajma sambil menunjuk kearahku

"Yehh! Nangis woi, Ibu kartini liat penerusnya galak gini."

"Aku cuma jalani tugasku sebagai GDS. Sekali tugas, tetap tugas.. Euhh pengen tak bejek bejek nih cowo" Rajma kesal melihat kearahku, sambil menulis namaku dibuku merahnya.

"Awas we, kalau Aing jadi tentara.."Jawabku dengan nada jahil

"Hah! Buka mata woi, lihat! Sering telat aja ko Bangga.. Gimana mau jadi abdi negara." Rajma dengan nada tinggi, sambil menunjukkan namaku yang sudah sering tertulis dalam buku merahnya.

"Wlee" jahilku menjulurkan lidah sambil berlari ke kelas meninggalkan Rajma yang sudah mulai kesal.

Rajma Andini Pamalayu dia adalah perempuan yang beda dengan yang lain. Dia acap kali dibilang tak memiliki sifat hawa sedikitpun. Suaranya yang berat dan perawakannya yang tinggi membuat dia dijuluki si 'srikandi'. Dia adalah pemegang jabatan yang sangat krusial di Osis. Ya, dia adalah seorang Ketua Osis. Aku kenal dengannya pertama kali sejak dia sekelas denganku di kelas 10. Dia sangat pintar dan disiplin. Tapi aku yakin, dibalik tegasnya dia, dia memiliki kelembutan.

----------------------------------------------------------

Hari itu pelajaran Kimia dari Bu Nunun, wahhh.. Bandel-bandel gini, aku suka pelajaran kimia, fisika, biologi apalagi matematika. Menarik aja gitu, membuat pusing tapi bikin candu. Jelas! Nilaiku selalu diatas kkm, kuncinya asal pahami, pahami dan kerjakan, yakali diliat aja.. Kan ga selesai-selesai.

Teman sebelahku adalah Dito, anak culun perantau dari sumedang. Bicaranya yang agak kesunda-sundaan dan ditambah mukanya yang lugu, membuat orang-orang ngakak mendengarnya. Gitu-gitu juga, Dito anak yang baik dan pintar, dia selalu menasehatiku untuk memperbaiki diri, untuk disiplin dan jujur.

"Sa, kamu teh udah yang pr kimia?" Tanyanya sambil membuka bukunya.

"Yang mana To?" Jawabku sambil menggaruk rambut.

"Nu 5 soal tea Sa" Jawab Dito sambil menyipitkan matanya.

"Oh, yang itu.. Kalem we, 5 menit jadi" jawabku dengan nada agak sombong.

"Sok Atuh kerjakeun"

"Siap atuh To!" Jawabku sambil mengambil buku kimia yang ada didalam tas.

Butir demi butir soal aku kerjakan tanpa hambatan. Walau aku tak mendengarkan penjelasan dari guru kimiaku itu karena ngantuk. Tapi karena aku anak baik (hehe), jadi aku selalu mempelajari materinya di rumah. Selalu aku lakukan itu, mau pelajaran manapun. Yaa, prinsipku gini.. Hidupku udah ancur, akademikku jangan.. Hehe!

Mau gak mau aku harus kejar cita-citaku, banggakan nenek.. Dan yang paling penting itu untuk memperbaiki pecahan kaca, walau tak akan sempurna baiknya, dan tak akan pernah seperti sedia kala.






Bersambung...
Gimana nih? Part pertamanya
Maaf yaa kalau ada kekurangan, masih coba-coba dalam menulis nih..
Mohon saran dan kritiknya ya.
Tunggu cerita selanjutnyaa!
Jangan lupa vote oke..
Makasiiii...

CANDRADIMUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang