[2] Paksina dan Daksina

72 13 2
                                    

Shit! Pesonanya membuatku jatuh terlalu dalam.

Bukan tak berdaya untuk bangun, tapi aku tak mau merepotkannya dalam urusan perasaan.

Dengan segera, aku menyalakan mesin motorku untuk pulang ke rumah.

Mengendarai motor dengan ragib dan santai, menikmati setiap penjuru dan ingar-bingarnya janabijanaku ini. Menyusuri setiap titik bentara yang Tuhan ciptakan untuk hambanya yang tak ternilai jika dikonversikan dengan rupiah semata.

Aku selalu bertanya, apa alasan aku hidup. Apa alasan aku diciptakan ke dunia ini. Apa alasan Tuhan menitipkanku pada orang tua yang tak menyayangiku sama sekali.

Kecerlangan kota ini lah yang membuat aku lupa semua masalahku. Seolah-olah tak acuh, dan mencoba untuk tetap tak acuh.

Ragibnya ku mengendarai motor sampai aku melihat wanita yang sedang berjalan. Memakai outer berwarna merah muda yang merona. Dari belakang sih cantik dan menawan. Rambutnya panjang dan diikat itu membuatku terkecoh, bahwa perempuan itu ternyata perempuan yang dijuluki si srikandi.

"Heh! Kemana kamu?" Tanyaku mengagetkannya.

"Astagfirullahaladzim! Kamu ini bisa tidak sih sehari tidak muncul dihadapanku!" Jawab perempuan kuat bak srikandi itu.

"Yaelah.. Kita memang selalu ditakdirkan untuk bertemu kali! Hayu bareng?" Ucapku sambil mengajaknya untuk pulang bersama.

"Gak! Aku gamau yaa!" Jawabnya dengan tegas

Aku mendengus pelan sambil merayunya untuk pulang bareng.
"Daripada ada apa-apa, mendingan naik motor, lebih cepet.. Yuk!"

Akhirnya gadis cendayam itu mau sedikit meluangkan waktunya, untuk pulang bersamaku.

"Eh, kamu suka kopi gak? Kita ngopi yuk dulu yuk" -ucapku

"Terserah kamu deh" -Jawabnya sumarah atas ajakanku.

Di kedai kopi kita hanya sedikit meluangkan pikiran untuk tenang dan rileks. Aroma kopi yang membuat kita lupa kalau swastamita sudah tak tampak di ufuk barat. Aku mencoba untuk menghidupkan suasana yang kaku antara aku dan Rajma itu.

"Gimana?enak ga kopinya" -Mencoba untuk mencairkan suasana.

Rajma mengiyakan tanyaku sambil menganggukkan kepalanya. Dia diam tanpa kata.

"Gimana Pak Joko? Amankan? Masih bertugas?" -tanyaku sambil mencoba untuk mengajak Rajma berbicara.

"Aman ko aman" Jawab Rajma.

Pak Joko adalah ayah dari Rajma, dia adalah seorang Perwira tinggi polisi. Jabatannya saja sebagai Wakapolsek. Siapa coba yang tak takut mendekati Rajma saat tau ayahnya. Kebanyakan teman-temanku seperti itu, mental tempe! Belum saja berkenalan, sudah payah saat mendengar nama ayahnya itu. Padahal Rajma cantik dan menarik. Kalau aku sih tak takut, mau diajak ke rumahnya pun aku berani.

Sudah beratus-ratus cara kucoba mencairkan suasana dengannya. Gila! Gadis ini memang diciptakan seperti batu yang keras dan kokoh.

"Sudah ah, pulang yu. Memangnya kau tak takut kepada ayahku jika dia bertanya kita darimana?" -Ucap Rajma dengan nada kesal.

"Ya enggalah! Ngapain juga harus takut dengan Ayahmu. Ayo aku antar kamu sampai depan rumah!" -Jawabku memberanikan diri.

Aku berani karena aku ingat kata-kata kakekku yaitu "Kalau kita benar dan tidak berbuat salah, mengapa harus takut?".

Lagipula aku hanya mengantar Rajma dan membawanya ke kedai kopi, tidak lebih dari itu. Rajma pandai menjaga diri dan tau dirinya bagaimana harus diperlakukan. Dia sudah dewasa, pemikirannya yang aktual dan kritis membuatku berasa 360° berbeda dengannya.

Malam itu bisa jadi salah satu malam dari beribu-ribu malam yang mengesankan. Ditemani walau dalam suasana kaku oleh gadis yang tak banyak orang tau sifat aslinya.

"Kalau dingin, boleh peluk ko Ma" -ucapku dengan nada agak tinggi karena suaraku terhalang bisingnya suara angin dan jalanan.

Aku mengira kalau gadis ini tak akan memeluku, tapi tak disangka. Dia memelukku erat, ya.. Mungkin hanya kedinginan, bukan karena apa-apa.

Kalau mau, pundakku memang disediakan untukmu bersandar.

Telingaku memang disiapkan untuk mendengarmu berkeluh.

Ragaku memang selalu ada untukmu berlindung.

Hatiku akan selalu terisi olehmu.

Tapi hanya saja tak ada wanita yang mau menjadi kata ganti -Mu, dalam baitan kata-kata itu, atau belum?

Sampai dirumahnya yang sudah seperti gedung itu, dia sudah disambut oleh ayahnya yang sigap menanyakan darimana putrinya.

"Darimana kamu?! Tumben pulangnya agak malam" Tanya Ayah Rajma dengan tegas.

"Tadi tidak ada angkot Yah, jadi Ajma jalan.. Eh dijalan ketemu Esa" Jawab Rajma dengan nada pelan.

"Siapa ini?!" Tanya bapa-bapa berusia 49 tahun tersebut.

"Saya Mahesa om, temannya Rajma" Ucapku sambil mencium tangannya.

"Saya pulang dulu ya Om, Assalamualaikum" -ucapku sambil menyalakan mesin motorku dan bergegas pergi meninggalkan rumah Rajma.

Seperti Paksina dan Daksina yang berbeda dan tak pernah bertemu. Namun, hanya utas garis vertikal lah yang menghubungkan mereka berdua.

Rajma sebagai Paksina dan Aku sebagai Daksina kalau dalam ceritera ini.

Shit! Kenapa aku jatuh sedalam ini!


Bersambung.....
Gimana nih part 2 nyaa?
Maaf kalau masih kurang hehe
Mohon saran dan kritiknya yaa..
Jangan lupa vote :)
Terima Kasih..

CANDRADIMUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang