Cilok Special

102 13 0
                                    

Sehabis mata kuliah manajemen bisnis, Kinara memilih menghabiskan waktu di lobi kampus untuk menunggu kelas selanjutnya. Tidak ada banyak jeda, mungkin hanya sekitar setengah jam, tidak cukup bila digunakan untuk main ke sekre. Meski jaraknya juga tidak terlalu jauh.

Kinara bersama dengan Diandra, duduk sambil berselancar menggunakan wifi kampus, tapi tidak leluasa, biar bagaimanapun, suasana kampus nggak pernah sepi kalau belum malam, enggak deh ralat. Kampusnya bakalan ramai sepanjang waktu, kecuali kalau sudah pukul sebelas malam ke atas.

Lingkungan kampus, dimana-mana selalu ramai, banyak kost-kostan, baik putra maupun putri, banyak warung makan, dan ah ya, jangan lupakan tempat nongki, alias warung kopi, tempat dimana mereka sering menghabiskan waktu hanya untuk sekedar ngobrol santai maupun diskusi berat.

Kinara harus menggunakan headset jika ingin youtube-an di kampus, tapi kan anaknya nggak suka kalau harus menggunakan benda itu. Jadi dia hanya menghabiskan waktunya yang hanya setengah jam itu untuk membaca artikel di sebuah portal berita, kebiasaannya akhir-akhir ini, atas saran Fariz dan Theo tentunya, supaya skill menganalisis dan menulisnya meningkat.

Membaca memanglah hobi gadis itu, tapi cukup novel saja dan yang sedikit berat adalah buku-buku biografi. Dirinya akan sampai lupa waktu kalau sedang membaca buku, apalagi kalau gaya kepenulisannya cocok, selain nonton drama korea tentunya. Kalau sekarang, semua buku dilahapnya, baik itu buku ringan seperti novel cinta-cintaan, sampai buku-buku berat, seperti madilog karya Tan Malaka.

Awalnya Kinara merasa malas, tapi itu tuntutan. Setelah masuk persma, sedikit banyak, level kemalasannya berkurang. Nggak, jangan bayangkan Kinara bisa menghabiskan satu buku hanya dalam waktu satu minggu. Jangankan satu minggu, sebulan pun itu udah pencapaian yang sangat-sangat membanggakan. Bukannya berlebihan, itu faktanya. Bahkan Kinara pernah membaca buku Edward Said yang berjudul orientalisme dalam waktu sekitar lima bulan, bayangkan. Itu hampir satu semester alias setengah tahun hanya untuk buku yang tebalnya tidak lebih dari empat ratus halaman.

Segerombolan orang yang tidak Kinara dan Diandra sadari membuat mereka kaget karena tiba-tiba memberikan seplastik cilok pada keduanya masing-masing satu buah.

Mata Kinara membulat melihat makanan yang kalau dikasih saos, Kinara nggak mau makan. Tidak seekstrem itu sih, sebenarnya, perutnya masih menerima kalau saos yang dibubuhkan nggak banyak, atau saos tomat saja.

Sama halnya dengan Kinara, Diandra juga kaget. Tapi tidak mau bersikap munafik, karena itu termasuk makanan gratis, dan siapa sih yang mau menolak? Tapi lihat-lihat dulu, siapa yang memberi, kalau orang yang tidak dikenal, apa 'yang penting gratis' akan tetap menjadi prinsip? Tentu saja tidak. Salah-salah nanti bisa dijadikan tumbal. Bukannya percaya dengan hal seperti itu, tapi lebih baik mencegah kan, daripada mengobati? Itu kalau penyakit, kalau jadi makanan buto ijo, ya mana bisa sembuh, yang ada mati.

Baik Kinara maupun Diandra saling pandang, orang yang memberikan dua plastik cilok itu sudah berlalu, tapi mereka masih bisa melihat dengan jelas. Postur tubuh, gaya rambut, sama pakaian-pakaiannya. Kinara hafal betul kalau yang baru saja memberikan mereka makanan berbahan dasar aci itu adalah Jeje dan kawan-kawannya.

"Bang Jeje, ya?"

Diandra mengangguk. "Bang, thanks ciloknya, tapi gue nggak suka pedes!" teriak Kinara sukses membuat mereka berhenti dan menoleh sambil memasang muka, 'serius lu nggak suka pedes?'

Jeje kembali berjalan menuju tempat Kinara dan Diandra duduk. Cowok itu jongkok, diikuti oleh teman-temannya, dan hal itu membuat banyak mata tertuju pada mereka, beberapa penasaran, beberapa iri, tapi nggak jarang juga yang bodo amat. Jangan bayangkan Kinara sekarang telah dihampiri oleh segerombolan cowok gengster, emangnya ini SMA kaya yang di novel-novel itu, apa?

Jurnalis KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang