Prelude: Kinara and Her Guard

614 27 0
                                    

"Anjir, itu dua orang malah enak-enakan tidur. Nggak mikir apa, gue daritadi ngerjain!"

"Deadline, cok! Awas aja kalau belum selesai."

"Punya mata, kan? Dipake!"

"Anjing, narsumnya ngundur jadwal lagi."

Kata-kata pedas seperti itu, bisa kapan saja keluar dari mulut Kinara. Ia adalah salah satu anggota persma di kampusnya. Iya, kalau bicara memang pedas, tapi mulutnya nggak tahan sama makanan yang pedas-pedas.

"Heh, mie gue jangan dikasih cabe bubuk!"

"Gepreknya level setengah aja,"

"Nitip cilok dong, tapi rasanya yang temenan ya sama lidah gue!"

"Mau siomay depan, pakai kecap aja!"

Oke, biar kenalan dulu. Namanya Kinara Eustecia Dante. Tapi, lebih banyak yang memanggil Kinar. Anaknya sih terlihat humble dan easy going. Diajak ngobrol asyik, masalahnya ya tadi itu, bicaranya agak kasar untuk ukuran cewek. Once again, kalau ada yang berani-berani cari masalah sama dia, awas aja komplotannya banyak, maksudnya temen doi.

Musuh bebuyutannya dalam organisasi ya si Brandon. Brandon Ajisaka. Setiap ketemu, pasti saling berdebat. Bukan hanya perkara besar, tapi perkara yang kecil sekalipun akan mereka perdebatkan. Walaupun begitu, banyak yang menganggap keduanya pacaran. Soalnya nggak cuma di sekre aja ketemunya. Perdebatan kecil membuat mereka terlihat romantis di mata orang-orang. Padahal bagi anak-anak persma lain, hal tersebut sangat-sangat annoying dan membuat mereka jadi kesal,  Contohnya aja gini, berhubung sama-sama anak redaksi, kadang kan ngedit atau liputan bareng. Tapi, jadinya...

"Ya nggak gitu lah, poin pentingnya tuh di kalimat ini, bukan yang itu," kata Brandon penuh dengan penekanan. Entah pembicaraan mereka melipir sampai kemana, yang jelas Brandon yang menang. Nah, tapi beda lagi sama Fariz, kakak tingkatnya yang satu itu, sayang banget sama Kinara. Tapi bukan sayang yang dalam artian cinta, ya. Bagi Fariz, Kinara adalah anak emas, selalu dibela kecuali kalau salahnya benar-benar fatal.

"Kinara, lo tuh bisa nggak sih kalau ngerjain tuh yang bener?" tanya Brandon ngegas.

"Kurang benernya dimana sih, Ndon, Brandon?"

"Gunain tanda baca koma sama titik bisa nggak, sih?"

"Mana, mana. Sini gue lihat coba!" Kinar merasa terpanggil untuk meraih laptop penuh sticker itu. Arin nggak tahu Brandon dapat sticker dari mana, tapi ada satu dua yang berkaitan dengan organisasinya saat ini.

Kinar mengamati dengan teliti bagian yang diberi tanda warna kuning pada salah satu kalimat. Iya, Kinar mengakui dia salah di bagian yang itu. Tapi, namanya juga keras kepala, tetap nggak mau  kalau disalahkan sampai dihujat jika salahnya tidak sebanyak itu.

"Cuma satu kalimat doang, Brandon. Lo rempong bener, kaya ibu-ibu lagi komplain sama barangnya yang cacat," kata Kinar sambil mengganti tanda titik menjadi koma.

"Tanda baca itu penting, Nar. Lo mau dihujat sama senior gara-gara tulisan kita di website acak-acakan?" Brandon masih kekeuh dengan opininya bahwa sebagai editor, mereka tidak boleh salah dalam kepenulisan.

"Brandon, udah. Jangan ribut mulu, kan Kinar juga udah ngakuin kalau dia salah. Udah dibenerin juga, kan?" Bener kan? Fariz tuh bagaikan guardian angel bagi si Kinar, alias selalu melindungi dirinya dari hujatan super menyebalkan dari Brandon yang cerewet.

"Tapi, Bang. Kita juga nggak bisa dong memaklumi si Kinar terus. Biar gimanapun dia salah."

Kinar menatap tajam ke arah Brandon. Kalau boleh jujur, dia sudah muak harus mendengar kata-kata yang akan keluar dari mulut cowok itu. Kan udah dibilang, Kinar ngaku kalau dia salah.

Jurnalis KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang