Pimred Baru

133 20 0
                                    

"Yaampun, Kinar. Mata lo lucu banget, sih!" ujar Dira begitu Kinar memasuki sekre UKM.

Berhubung nggak bawa laptopnya, Kinara melempar asal totebag hitam yang hanya berisi sebuah binder dan pulpen warna perak— hadiah ulang tahun dari Diandra sebulan yang lalu— juga skincare yang wajib dirinya bawa.

"Buset, main lempar aja. Untung nggak ngenain gue," keluh Brandon ketika tas cewek yang baru saja datang itu hampir mendarat di pahanya.

Kinara mengacuhkan Brandon, kemudian meregangkan otot-otot tangannya lalu menghadap pada Dira.

"Gila lo, mata kaya panda gini dibilang lucu?"

Dira hanya tertawa, jika Kinara sudah bertingkah seperti itu, dirinya akan merasa puas. Ya, selama dua hari dua malam, semua anak-anak persma mengadakan rapat tahunan anggota. Dan selama itu pula mereka tidurnya sama sekali nggak cukup. Belum lagi hari-hari sebelumnya mereka semua sibuk mempersiapkan acaranya. Alhasil, jadilah mata Kinar seperti yang sekarang ini. Concelear yang dipakainya tadi pagi, sudah tidak bisa menutupi bundaran kehitaman di sekitar area matanya.

"Gue capek, pengen tidur!" keluh Kinara, kemudian duduk di samping Brandon yang sibuk dengan laptop abu-abu penuh stickernya.

"Ngerjain apa sih, lo?"

"Tugas, lah!" katanya tanpa melihat yang mengajak bicara. Gini nih yang bikin Kinara kesal, Brandon itu sering nggak menghargai lawan bicaranya. Padahal dalam sebuah komunikasi, itu penting, kan?

Kirana mendengus, "Sekali-kali kalau diajak ngomong tuh liatin!"

"Nggak ah, ntar lo baper. Siapa yang repot? Gue, kan?"

"Yeu, lo tuh pede banget, sih? Mendingan Bang Fariz kemana-mana, lah. Atau kalau enggak, sekalian Bang Theo yang lebih ganteng daripada elo. Tapi nggak berlaku buat Bang Zio. Kalau dia mah sama aja namanya,"

Dira terkikik geli, untung orang yang mereka bicarakan lagi nggak ada disana. Kalau ada? Ya nggak apa-apa sih, nggak ngaruh juga di indeks nilai mahasiswa.

"Cie cie, PU baru cie...," goda Kinara ketika Fariz datang. PU baru? Nggak juga, bahkan dua periode dia jadi PU. Ah ya, bagi yang belum tahu, PU itu adalah pimpinan umum dalam organisasi mereka.

"Kalian tuh ya, nggak mengizinkan gue buat istirahat sebentar. Capek tau ngurusin kalian!"

Semua yang ada di ruangan tertawa, kecuali Brandon yang masih saja fokus pada tugasnya. Kalau lagi asyik ngerjain tugas, suara kingkong pun nggak bakalan mengganggu fokusnya.

"Ikhlas dong, Bang. Kalau nggak ikhlas nanti malah jadi beban," ucap Kinara masih dengan sisa tawanya.

"Kalau semester depan gue masih nggak lulus, awas aja. Kalian semua harus tanggung jawab! Lagian kenapa musti gue lagi, sih? Kan masih ada yang lain."

Fariz mengambil posisi di dekat rak buku, mesngistirahatkan tubuhnya setelah mendapatkan materi kuliah dari dosennya.

"Kok nyalahin kita? Kalau Bang Fariz masih tetep nggak lulus, ya berarti itu salahnya Bang Fariz. Tandanya, nggak bisa ngatur waktu, manajemennya berantakan!"

Fariz menghela napas, kadang pernyataan adik tingkatnya itu benar. Kalau dia nggak lulus-lulus berarti ada yang salah pada dirinya, entah itu manajemen waktu atau hal lain, seperti malas mengerjakan misalnya. Tapi Fariz juga tidak mau ambil pusing, yang terpenting mengalir saja, toh dia sekarang sudah mendapatkan dosen pembimbing yang enak dan asyik diajak diskusi.

"Padahal ada kandidat lain yang lebih pantes buat jadi PU tahun ini," katanya.

"Siapa, Bang?"

"Theo lah, siapa lagi!"

Jurnalis KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang