Hidden

57 6 0
                                    

Yang bisa dilakukan Jeje cuma senyum-senyum nggak jelas hanya karena mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang. Jelas saja itu mengundang tanya dari ketiga teman sejurusan dan seangkatannya.

"Awas, bolong tuh pipi buat senyum terus." Lucas melemparkan sebuah guling ke arah temannya yang satu itu.

"Ya dari lahir emang udah kaya gitu, Cas!" balas Kuil.

Ya mamang, Jeje itu punya dimples yang bikin dia tambah menawan.

"Gue duluan ya!"

Jeje langsung menyambar jaketnya. Ini bukan sekali dua kali Jeje pergi duluan kaya sekarang ini. Tapi yang membuat mereka aneh itu karena mereka semua tahu kalau yang bikin Jeje bersikap seperti ini adalah seorang Kinara. Awalnya, cewek-cewek yang pernah Jeje pepet itu manis-manis beda jauh kalau dibandingin sama Kinara.

Bukan berarti Kinara nggak manis, dia manis kok, cantik lagi. Tapi gayanya yang jauh dari kata feminin itu benar-bener berbeda dengan selera Jeje sebelumnya. Tapi ya nggak tahu kalau Jeje disini cuma merasa tertantang aja, istilahnya bosen sama cewek yang modelan kaya Adisty. Oh ya, Adisty itu mantannya Jeje yang terakhir yang pacarannya paling lama sama dia. Yah walaupun lama pacaran versi Jeje cuma empat bulanan. Tapi kan masih mending, daripada Gisel dulu, cuma seminggu doang. Kaya apaan aja.

Jeje melajukan mobilnya menuju kampus. Pesan singkat yang dikirim oleh Kinara memberitahukan kalau gadis itu habis ada acara organisasi. Tujuan Jeje, ingin menjemput soalnya Kinara bilang, dia nggak bawa motor. Beneran, bukan cewek itu yang meminta karena sejujurnya kalau nggak ada yang menjemput, dia bisa kok naik bus atau minta dianterin teman-teman satu organisasinya.

Laki-laki itu menghentikan mobilnya di  parkiran student centre, menunggu Kinara yang belum juga datang, mungkin sekitar seperempat jam lagi.

Dugaannya salah, ternyata bus yang Kinara tumpangi sudah memasuki area student centre dan Jeje memutuskam untuk keluar mobil. Walaupun cowok itu tahu, Kinara mungkin mengenali mobilnya. Biar bagaimanapun, Kinara pernah beberapa kali menjadi penumpang.

Kinara menjadi yang terakhir turun bersama dengan Theo, teman satu angkatan, satu fakultas, dan satu departemennya. Jeje kenal sama Theo, begitupun sebaliknya, sering berada satu kelas dengan cowok itu.

Dengan sweater mocca yang sengaja ditali di pinggang serta ransel yang segede gaban berada di belakang punggungnya, gadis itu terlihat bercengkerama sebelum akhirnya menghampiri Jeje. Yakin deh, waktu berangkat tasnya nggak segede itu, tapi dimana-mana, barang bawaan selalu lebih ringan pas mau pergi ketimbang balik. Entah salah di packing, atau bagaimana, sampai saat ini Jeje nggak begitu tahu alasannya.

"Beneran dijemput dong, berasa punya sopir gue!"

"Enggak, siapa yang jemput lo? Orang gue mau lihat anak-anak futsal, kok!"

"Gitu, ya? Yaudah deh, gue mau minta Bang Theo buat nganterin gue."

Sebelum menjauh, Jeje sudah berhasil menahan Kinara. "Bercanda."

"Ya gue tahu sih kalau lo lagi bercanda," katanya kemudian masuk ke mobil Jeje, yang disusul cowok itu.

🌹🌹🌹

Ini adalah kali keduanya Theo mendapati Kinara dan Jeje bersama. Yang pertama ketika berada di fakultasnya, yang kedua ya sekarang ini. Selebihnya dia nggak tahu kalau ternyata Jeje dan Kinara memang sedekat itu. Theo ingat waktu Kinara misuh-misuh soal Jeje di sekre bareng Brandon sampai cewek itu bilang kalau Theo nggak pernah serius dengan ucapannya tentang kesetaraan gender.

Dan Jeje, setahu Theo mantannya jauh banget kalau dibandingkan dengan Kinara. And yeah, sebetulnya dia penasaran juga.

"Lihatin siapa, lo?" Hana menepuk pundak Theo hingga dirinya tersadar. Entah karena memang nasib Theo yang baik atau bagaimana, tapi selama ini aksinya diam-diam itu tidak pernah terpergok oleh orang lain, soalnya Kinara sama Jeje udah menghilang dari pandangannya.

"Oh, enggak."

"Mau pulang nggak, lo? Ambil motor di kostnya Reva, ayo!" ajak gadis itu. Sebelum berangkat mereka memang menitipkan motor di kost Reva. Iya kali sembarangan naruh motor di kampus, mereka tidak mau mengambil resiko.

"Tadi itu Kinara sama siapa, sih? Kalau kakaknya bukan deh, kayanya."

Seingat Hana, kakaknya Kinara itu nggak seputih cowok tadi, tone kulitnya tan dan tau nggak sih, itu yang malah bikin dia kelihatan berkharisma. Kalau belum punya pacar, udah pasti Hana gebet tuh, nggak apa-apa deh dia punya adik ipar macam Kinara, yang penting suaminya Key, kalau Hana nggak salah.

"Ya emang bukan. Itu si Jeje, temen gue, anak teknik juga."

Hana manggut-manggut mendengar penjelasan teman seangkatannya.

"Cowoknya?"

"Ya mana gue tahu, emangnya Kinara pernah cerita?"

"Siapa tahu Jeje yang pernah cerita ke elo!" jawab Hana yang jujur membuatnya sedikit agak kesal. Iya, mereka memang satu departemen, tapi nggak berarti dirinya harus tahu semua tentang cowok itu, kan?

Hana diam, apalagi setelah mendapatkan balasan Theo barusan. Kayanya mood temannya itu lagi nggak bagus, deh. Atau jangan-jangan..., enggak ah.

"Mau kemana, lo?" Itu yang terucap dari bibir Hana ketika sudah sampai di depan kost Reva.

"Kost Reva, kan?"

"Iya."

"Terus apa yang bikin lo bingung?"

Yaampun, baru kali ini Hana lihat kalau Theo lagi nggak fokus, biasanya dia yang paling lempeng, gitu. Kaya, Hana merasa kalau yang ada di depannya itu bukan Theo yang biasanya.

"Ya masalahnya lo tuh kebablasan loh yo, ini gue udah berdiri di depan kostnya Reva."

Seketika Theo mengamati sekeliling. Iya juga, di depan kost Reva, pintu gerbangnya lebih tinggi, ini yang ada di sampingnya, tingginya nggak lebih dari pundaknya. Dengan langkah cepat laki-laki itu menuju ke tempat Hana berdiri dan perlahan membuka pintu gerbang kost teman Hana itu.

"Mikirin apa sih, lo?"

"Capek!" Singkat, padat, jelas, udah kaya jawaban ujian aja.

"Bisa kan lo nyetirnya? Jangan sampai kebablasan ke rumah Brandon, lo!"

Rumah Brandon sama rumah Theo memang searah, tapi memang jauhan rumah Brandon.

"Nggak!" katanya, terus langsung naik ke motor, seperti yang dilakukan Hana sekarang.
.
.
.
.
.

Bersambung....
8 September 2020 10.27 am

Jurnalis KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang