chap 7

72 14 2
                                    

CHAPTER TUJUH

Sejujurnya, aku selalu jatuh cinta dengan daerah pesisir. Ada rasa nyaman yang asing menelusup dada ketika aku tiba di tempat tersebut. Bagaikan pulang. Rumah. Aku suka matahari terik, aku suka ombak, dan aku cinta setengah mati dengan pantai berpasir putih selayaknya aku senang dengan langit biru. Aku mengedarkan pandangan karena masih setengah percaya bahwa aku bisa berpindah-pindah tempat dalam kurun waktu seminggu ini. Sekarang, aku di Busan!

Jika saja orang tuaku tahu, mungkin mereka akan langsung bertanya-tanya; mengapa aku mau repot-repot menempuh perjalanan dari Seoul menuju tempat yang punya burung camar nan elok ini? Apakah aku sedang suntuk, putus asa, atau justru sakit hati? Mengingat Myeongsoo dan Pamannya hanya membuat ulu hatiku ngilu. Bukan dalam tahap menyenangkan, sehingga ku pikir, ini liburan singkat setengah aneh untuk diri sendiri.

Mengandalkan kartu kredit (untuk belum diblokir secara barbar) oleh ibu, aku memesan satu kamar hotel seadanya. Setelah mendapatkan kunci, aku buru-buru menyeret koperku dan bergegas istirahat. Meskipun kepalaku ribut dengan banyak pertanyaan, aku tidak dapat menolak betapa aku rindu untuk berbaring di ranjang empuk. Entah kamar itu sempit, maupun pengap serta berbau asin khas pantai, aku tidak peduli.

Hanya perlu istirahat.

*

*

Kami menginap di Long Coastal Hotel. Biasa saja, sih. Aku tahu ada tempat yang lebih bagus, tapi setidaknya, kami punya tempat menaruh koper sekaligus berbaring. Ini mungkin jadi pesan terakhirku, karena beberapa hari ke depan, aku dan Paman akan menyewa kapal kecil untuk memancing, atau aku ingin berjalan-jalan hingga petang? Ada beberapa tempat yang ingin aku kunjungi. Aku hanya tidak mau kau menunggu kalau aku bilang aku akan mengabari terus menerus. Ini liburan kan? Aku harap kau mengerti, Jieun-ssi.

Kekasihmu,

Myeongsoo:)

Itu persisnya menjadi pesan terakhir. Dari Myeongsoo yang aku kenal. Pesan-pesan maupun berita-berita selanjutnya adalah mimpi buruk yang aku pikir, berusaha aku elak dari waktu ke waktu. Mereka yang pulang dan rentetan kejadian memilukan menyangkut Myeongsoo. Aku kehilangan kekasihku di Busan, aku pikir, aku berharap semoga aku dapat menemukan sedikit jawaban dan membawa pulang Myeongsoo yang aku kenal dari sini. Tempat semuanya bermula.

Setelah istirahat, mandi dan berganti pakaian, aku memutuskan untuk pergi keluar untuk mengecek keadaan. Beberapa turis hilir mudik tapi Busan di waktu ini tidak seperti yang aku perkirakan. Tidak seperti Bali ataupun tempat padat pengunjung. Ada beberapa kerumunan warga lokal, pegawai kedai-kedai, maupun gadis-gadis yang tengah tertawa riang.

"Mungkin beritanya sekitar tiga minggu sampai sebulan yang lalu. Hotel yang tadinya ramai ini justru jadi sepi pengunjung. Kalau saja, aku tidak terdesak mungkin aku tidak akan menginap di sini. Aku masih bergidik mendengar ceritanya."

"Apa maksudmu?"

"Orang-orang mungkin ramai dengan berita di Busan Academy. Tapi yang aku tahu, hanyalah cerita di sini. Bagaimana para murid nakal menginap di sini untuk minum-minum di jam malam, padahal mereka perlu les ataupun."

"Apa?"

"Bagaimana seorang gad..."

Aku terkesiap, berhenti mendengarkan percakapan dua orang yang tidak jauh dari kursi di kafe samping hotel, sesaat pelayan mengantarkan dua piring salad dengan kerang segar. Aku pun tersenyum kikuk kepada si pelayan, ketika aku ingin mendengarkan lebih lanjut, justru kedua orang itu sudah bangkit dan meninggalkan kafe. Setengah diriku ingin mengejar mereka, tapi setengah yang waras sudah lapar dan ingin cepat-cepat menyantap makan malamku.

Apa yang terjadi di sini?

Seseorang melewatiku, terburu-buru dan nampaknya satu pelayan di sini. Aku menahannya hingga ia mengangkat wajah. "Ya, Nona? Apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Maaf ... tapi beberapa minggu terakhir, apakah ada sesuatu hal yang terjadi di Long Coastal Hotel? Maksudku, aku penasaran, mengapa banyak orang ..."

Si pelayan muda itu buru-buru melipat bibirnya. Ia tengak-tengok ke kanan dan kiri, membuatku terdiam beberapa saat. "Sejujurnya, itu bukan hal yang patut dibicarakan lagi. Agak sensitif."

"Maaf?"

"Hm, aku akan ambilkan kau minuman? Kau suka es limun?"

Aku pun melepaskan cengkramanku di lengan bajunya hingga ia dapat pamit dari hadapanku. Masih bertanya-tanya dengan apa yang terjadi, si pelayan tadi kembali, kali ini dia memberikan satu serbet dan minuman itu. "Terima kasih ... tapi sungguh aku tidak haus ... jika itu ..."

"Um, baca saja," katanya dengan suara rendah, bibirnya menunjuk ke bawah ke arah serbet di hadapanku. Aku mengeryit, sementara dia sudah berbalik dengan nampannya dan menghampiri satu meja karena satu wanita memanggil untuk memesan makanan.

Aku masih tercenung dengan sedikit usaha membuat diriku tenang. Apa yang terjadi? Mengapa orang-orang tadi begitu misterius? Siapa murid-murid nakal dari Busan? Apa yang mereka lakukan hingga membuat orang lain enggan menginap di hotel itu?

Pikiranku simpang siur bagaikan aku terjebak di persimpangan empat sisi yang padat kendaraan.

"Saya tidak dapat memberikan informasi lebih lanjut, karena itu akan berpengaruh pula kepada pengunjung kafe ini. Bisa saja, tempat ini pun jadi bahan pembicaraan yang tidak baik. Tapi malam itu, seorang gadis tewas di satu kamar. Tidak hanya itu ... dia sepertinya habis disetubuhi oleh beberapa pria. Beberapa tamu percaya, bahwa hotel itu pun terkutuk sejak kejadian itu. Banyak yang enggan datang, apalagi dengan media yang datang terus menerus untuk memberitakan. Kacaunya lagi ... ada satu pelakunya belum ditemukan."

[]

Detriment | yeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang