chap 11

41 6 0
                                    


CHAPTER SEBELAS

Bagian terburuk dari mabuk adalah kau tidak tahu.

Entah kau tidak tahu apa yang terjadi, kau tidak tahu apa yang orang lakukan terhadapmu dan kau lebih tidak tahu apa yang telah kau lakukan terhadap orang lain. Myeongsoo akui dia payah mengontrol dirinya. Batas mabuknya sangat minim, sedangkan pamannya terus mendesaknya agar mau minum. Alasannya mudah; demi mereka lebih menikmati suasana apalagi suasananya memang tengah ramai-ramainya dan cocok untuk minum.

"Bagaimana ini?!" tanya Myeongsoo dengan panik sedangkan sosok itu sudah berbaring pingsan, dan dia tidak dapat mengendalikan diri. Dia sudah terjungkal dari ranjang itu, sedangkan kesadarannya sudah menggambang di udara. Masih dengan gemetaran hebat, dia meraih ponselnya. "Paman .. Paman.."

"Kau di mana?! Mengapa pergi begitu saja? Aku sudah menunggumu dari tadi."

Myeongsoo menatap gadis yang sudah terlelap tanpa busana di atas ranjangnya. Dia menggigit bibirnya sedangakan keringat dingin menguncur. Masih tanpa busana, Myeongsoo hanya dapat menyandar lemas. "Aku .. di kamar .."

"Apa yang ... di mana? Cepat beritahu! Astaga ... apakah .."

"Ada gadis .. aku tidak kenal. Kami bertemu di toilet dan aku .." Myeongsoo menangis kencang tapi dia menahan bibirnya. "Aku .. aku tidak bermaksud .."

Sinting! Sinting! Sinting!

Myeongsoo menjatuhkan ponselnya masih dengan suara pamannya yang samar-samar. Dia menatap ngeri wajah gadis asing yang tadi bermesraan dengannya, bahkan Myeongsoo gadis itu pun sama-sama mabuk. Tidak hanya itu, Myeongsoo tahu bahwa gadis itu lebih muda dengannya. Sembilan belas? Delapan belas? Myeongsoo tahu, siapapun gadis ini, Myeongsoo sudah dalam bencana besar.

"Myeongsoo-ya! Jawab aku!"

Beberapa puluh menit berikutnya, Myengsoo mengenakan pakaiannya, masih dengan sesenggukan dan dada yang berat. Sementara itu, pamannya sudah tiba dan menyeret tubuh tersebut ke ruangan lain. Myeongsoo tidak mau tahu ataupun dengar apa yang pamannya lakukan, dia jadi meringkuk ngeri di kamar yang berubah jadi tempat horor itu.

Seharusnya aku tidak kemari.

Seharusnya aku tidak di sini.

Seharusnya aku ..

Pamannya muncul dan membuka pakaiannya yang terdapat noda darah. "Aku akan membuangnya ke bagian belakang hotel, kau cepat membersihkan dirimu dan kita pergi pagi ini," katanya tegas.

"Tapi .. gadis itu .."

"Dia sudah mati, Myeongsoo-ya, tidak usah pikirkan lagi. Anggap semua ini tidak terjadi, oke?" Pria itu menangkup wajah keponakannya dengan tangannya yang masih berbau amis yang pekat. "Kita akan kembali dan semuanya hanya kenangan."

*

*

Yeonjun sudah mendapatkan bayangan buruk sewaktu Bora tidak mengangkat teleponnya. Sewaktu dia mengejar bus sampai ke hotel tersebut, Yeonjun kalap dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan terlebih dahulu. Sampai akhirnya, dia berusaha menghubungi nomor siapapun yang ada di kontaknya, sebagian anak klub tari dan seniornya, pokoknya dia harus tahu di mana Bora berada.

"Mengapa .." Yeonjun menggigit bibirnya cemas.

Yeonjun sudah bergerak ke berbagai arah, berjalan dengan hati yang berat dan pikiran yang buruk. Bora mungkin sudah memastikan segalanya baik-baik saja, tapi ada jaminan dari itu semua? Dia pun memutuskan untuk mampir ke lokasi dekat sini, karena si penjaga hotel nampaknya sudah menancapkan perhatian dan nampak curiga kepadanya. Bertanya langsung ke resepsionis? Sepertinya tidak akan membawa hasil. Akhirnya, Yeonjun menemukan tempat yang cukup dekat dengan hotel dan membawa teropongnya. Udara malam itu sangat menusuk sampai jaketnya saja sudah tidak mempan menghalau rasa dingin.

Di kursinya, Yeonjun tidak dapat menenangkan diri. Debaran jantungnya memuncak sedangkan bibirnya sudah agak berdarah karena terus ia gigit tanpa terkendali. Sewaktu beberapa mobil berada di halaman depan, Yeonjun cepat berjalan sembunyi-sembunyi ke semak yang ada di sana, mengawasi dan jika si penjaga lengah mungkin dia akan nekat masuk saja sambil terus berusaha menghubungi siapapun. Matanya melebar dengan waspada, sampai akhirnya dia mendengar gemerisik lain. Yeonjun terkesiap, dan mendengarkan sumber suara itu. Dia terus berjalan tanpa memikirkan apapun, sampai akhirnya, Yeonjun menutup mulutnya dan menahan jeritan.

Ada dua pria yang tengah membopong satu tubuh terkulai di punggung. Setelahnya, mereka berkumpul untuk kemudian hendak menggali sesuatu di sana. Tapi karena sorot dari cahaya di dekat pantai serta dari hotel, mereka akhirnya urung melakukannya. Jusru mereka bergerak lagi melewati pintu terbelakang yang sepi.

Yeonjun mengikutinya dengan napas tertahan, sampai dia terus mengenakan teropongnya dan mendapati wajah—mayat?—yang terus dibawa dua sosok misterius itu, napas Yeonjun sudah tertinggal begitu saja di ujung hidung.

Astaga, Bora?!

*

*

Aku terduduk di pagi hari, masih dengan kepala pening dan uang yang makin memprihatinkan. Bahkan rasanya, aku tidak tahu bagaimana agar kepalaku tidak terasa sakit, tapi aku pun tidak puas dengan semua penyelidikan yang membuatku sampai tidak tertidur ini. Kuliah. Astaga, apakah aku dapat mengambil cuti saja sampai semester depan?

Aku tidak yakin, aku sanggup untuk kembali ke kehidupan cukup normalku.

"Jadi, pelaku sebenarnya belum ditemukan?"

"Begitulah. Hanya ada penemuan mayatnya. Dari yang aku dengar, nama gadis itu adalah Kang Bora. Dia berasal dari Busan Academy. Beberapa temannya sudah diperiksa tapi malam itu mereka tidak bersama Bora, dan mereka juga terkejut dengan penemuan mayat Bora."

Aku tercekat. Tidak terbayangkan bagaimana semua informasi itu mendesak ke otak. Aku membasahi bibir bawahku. "Dan .. apakah kau yakin apakah pelakunya masih berkeliaran?"

"Mungkin saja. Masalahnya, adalah hanya tidak ada bukti cukup kuat. Satu-satunya yang menjadi bukti adalah hasil otopsi tubuh gadis itu. Mereka sepertinya cukup lihai, bahkan jejak kakinya pun tidak terdeteksi, segalanya bersih sampai pelayan kamar yang hendak membersihkan kamar menemukan tubuh Bora yang sudah tidak bernyawa itu."

"Mengerikan."

"Hm, sangat," sahut pelayan kafe itu. Dia membersihkan sisi mejaku dan menatapku lurus. "Nona, maaf, sebaiknya kau tidak terlalu terlibat. Bahkan polisi setempat sudah tidak ingin membahasnya lagi, keluarga Kang pun rasanya sudah merelakan putri mereka."

"Tapi tetap saja .. bukankah tidak adil jika pelakunya masih berkeliaran di luar sana? Bagaimana .. bagaimana jika ada korban lain?"

Pelayan itu meringis. "Hm, itu mengerikan."

Aku bahkan bergidik ngeri dibuatnya. Tadinya, aku pikir tempat ini penuh dengan suka cita, aku pikir, setidaknya aku akan dapatkan titik terang dari liburan kekasihku. Mengapa aku dihadapkan dengan cerita sadis dan tidak pernah terbayangkan seperti ini? "Aku jadi ingin bertemu keluarga mereka .."

"Keluarga Kang sangat tertutup karenanya. Mereka bahkan tidak mau ada berita yang menyiarkan lagi berita ini, dan kau tahu, berita ini jadi bahasan tabu. Pihak sekolah pun sudah menutup mulut beberapa pihak dan berusaha keras untuk tidak mengangkatnya ke publik lagi. Sebaiknya, kau pun begitu."

[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Detriment | yeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang