chap 9

69 12 13
                                    

CHAPTER SEMBILAN

"Kau ... masih penakut?"

Senyuman gadis itu selalu terlihat licik, namun kerlingan matanya bagaikan rubah yang ingin bermain-main. Yeonjun, anak setingkat di bawahnya, sudah paham betul rumor mengenai gadis berambut hitam panjang tersebut. Yeonjun pun sudah diperingati bahwa Kang Bora bukan orang yang patut diladeni begitu saja. "Kau sangat terkenal di kalangan teman-temanku," ujar Bora seraya mendekat.

Yeonjun agak gemetar, mengambil langkah mundur. "Dan?"

"Dan .. kurasa aku tertarik saja denganmu. Kau pun dibicarakan beberapa waktu oleh ketua Klab Tari kami, kau tidak berminat untuk bergabung saja? Tenang, aku tidak akan menggodamu, mungkin memperhatikanmu dari jauh, aku rasa aku sudah puas," katanya dan mengedip singkat.

Bora mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menarik tangan Yeonjun yang masih terkulai di sisi tubuh pemuda itu. Dia menyerahkan selembar kertas kecil warna biru pucat. "Itu nomor ponselku, hubungi aku kalau kau berminat untuk bergabung. Sangat disayangkan kalau potensimu itu tidak dimaksimalkan dengan baik."

"Aku .."

"Sampai jumpa."

Bora akhirnya melambai dan pergi dari hadapan Yeonjun. Sebenarnya, Yeonjun tidak peduli dengan banyak rumor di sekitar gadis itu yang riuh bagaikan kawanan lebah, ataupun ketika beberapa rekan sesama anak baru membisikkan bahwa Kang Bora sudah punya kekasih dan sering berganti pasangan semudah dia berganti cat kuku. Yeonjun juga tidak peduli bagaimana Bora punya aura yang membuat nyalinya ciut maupun dia gugup tidak terkendali.

"Jangan menangis ya, kalau kau lemah, nanti dunia akan semakin menjatuhkanmu."

Yeonjun ingat di hari berhujan saat bus yang dia tumpangi justru nyaris hancur karena menabrak pohon besar. Beberapa korban masih syok bahkan ada yang pingsan di tempat, tidak sedikit yang terluka parah, gadis itu muncul masih dengan wajah dinginnya seraya mendekat kemudian menarik Yeonjun untuk bangkit.

Yeonjun sempat berpikir dia malaikat yang sengaja dikirim Tuhan. Namun, Bora pergi setelah membantunya mendekati staf medis yang ada. "Aku ada urusan lain, tolong kau jaga dia. Kurasa lukanya tidak parah tapi dia sangat terkejut karena kejadian tadi."

*

*

Yeonjun berhenti untuk mengambil napas, seraya mengeluarkan botol minum dari tas hitamnya. Dia meneguknya cepat dengan dada masih naik turun.

"Sudah selesai latihannya?"

Yeonjun hampir menyemburkan minuman tersebut namun dia buru-buru menahannya. Matanya melebar sesaat gadis itu menyodorkan kotak bekal yang penuh. "Apa .. apa ini?"

Bora melipat bibirnya dan menunduk untuk menatap benda di tangannya. "Um, sebenarnya, aku agak tidak nyaman untuk melakukan hal seklise ini, tapi makanlah. Aku yang memasak, mungkin gimbabnya tidak selezat yang biasa kau beli di kafetaria tapi cicipi saja, oke? Kau sudah bekerja keras."

"Um .. terima kasih, Sunbae."

"Sst, panggil saja Bora," katanya dan tersenyum. Bora pun menepuk bahu Yeonjun pelan kemudian membungkuk singkat dan pamit. Yeonjun tidak mengerti rasa apa yang menghampirinya; senang? Terkejut? Sangat girang? Hanya saja, dia tidak dapat menahan segaris senyuman di bibirnya sesaat dia mulai membuka kotak bekal itu dan mendapati gimbab mungil dengan hiasan wortel berbentuk rubah kecil di sana. Nampak manis.

"Astaga, dia .." Yeonjun kehilangan kata-katanya. Tidak pernah ada yang memperlakukan seperti ini, apalagi kakak senior di sekolah lamanya lebih senang mengabaikannya, jika saja, dia menunjukkan betapa handalnya dia dalam menari, mereka tidak segan untuk mencibirnya. Di sini? Kang Bora? Justru bersikap semanis ini.

Yeonjun pun mengambil kursi, menarik lepas pembungkus sumpit yang ada dan mulai menyantapnya dengan khusuk. Setelah jadwal latihan selesai, tadinya dia ingin bersenang-senang di minimarket untuk mengisi perutnya yang memang sangat kelaparan. Sekarang, dia tidak mengira dia akan pulang cepat dan dengan hati ringan serta bahagia.

Yeonjun tidak berhenti memikirkan Kang Bora—gadis dengan bibir tersenyum miring dan tatapan yang menghunus tersebut. Ujung matanya tajam seperti pisau, kontras dengan kata-katanya yang kadang lembut dan tenang. Teman-teman Yeonjun sempat menggoda Yeonjun bahwa mereka berdua pacaran, hanya saja, Yeonjun tidak sampai berpikir akan sejauh itu; memang aku ini siapa? Ada banyak teman sekelasnya bahkan anak-anak di tingkatku yang lebih tampan dan keren? Mengapa Kang Bora tertarik kepadaku? Mustahil.

Tapi hari ini, sepertinya, Yeonjun mendapatkan impresi lain—mungkin saja, memang ada kesempatan untuknya menyatakan betapa kagumnya dia akan Kang Bora dan betapa dia makin menyadari bahwa dia rupanya sudah jatuh ke pesona Kang Bora yang manis tanpa terduga tersebut. Yeonjun jadi malu sendiri dengan perasaannya bahkan rasa yang sudah mengisi dadanya.

Mungkin kah? Mereka menjadi kekasih?

[]

Detriment | yeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang