"Bukannya si Mark cowok baik-baik, ya? Ngga kaya gue." Jeno menyalakan mesin mobilnya, memasang seatbelt, dan mulai mengeluarkan mobilnya dari parkiran. Lelaki itu sesaat menoleh ke sampingnya, menunggu karena beberapa detik pertanyaannya dibiarkan menggantung seolah ia tak ada di sana.
"Justru itu," Alena menjawab. Kemudian ia menatap ke arah jendela mobil sementara Jeno bertanya-tanya akibat jawaban Alena yang sama sekali tidak jelas.
Karena lelaki baik-baik pada dasarnya membosankan, setidaknya bagi Alena. Tidak ada tantangan yang bisa membuat hubungannya dengan Mark menjadi lebih seru selayaknya bermain di wahana yang ekstrem. Mungkin itu pula alasan Alena ada di sini saat ini, di samping Jeno yang tengah menyetir menuju ke apartemennya, yaitu untuk mencari tantangan.
Sesampainya di kediaman Jeno, Alena segera duduk di sofa kesayangannya, yang sudah sebulan ini menjadi tempat favoritnya di antara semua sudut apartemen Jeno. Ia merebahkan tubuhnya di sana, menatap langit-langit sambil menghembuskan napas kasar. Jeno sedang merapikan diri, melepas kacamatanya dan meletakkannya di kotak, mengganti kemejanya ke kaos hitam tipis, dan melepas sabuk serta sepatunya sebelum akhirnya mengambil tempat di samping Alena. Apanya yang merapikan diri? Bagi Alena, Jeno lebih tepat dibilang memberantakkan diri. Karena image yang Jeno pakai di kampus dan di hadapan Alena adalah 2 Jeno yang berbeda. Jeno di kampus adalah Jeno teladan, sementara di depan Alena ia hanyalah Jeno bandel yang berantakan. Yah, walau cuma rambutnya saja yang berantakan.
"Kenapa lagi lo?" Tanya Jeno, menepuk-nepuk kaki Alena yang kini bersandar nyaman di atas paha Jeno. Gadis itu menutup matanya dengan lengan kanannya, tak ingin merespon Jeno. Tapi, Jeno hafal benar bagaimana mengambil hatinya.
"Cerita deh, Kak? Aku ga janji bisa kasih solusi, tapi seenggaknya bisa ngurangin beban kakak, kan?"
Alena bangun, kini duduk di atas paha Jeno dengan tangannya yang berpegangan ke bahu Jeno. Ia mendekatkan wajahnya, kemudian berbisik sedekat mungkin ke telinga Jeno, "Najis omongan lo!"
Keduanya tertawa.
Tapi pada akhirnya Alena bercerita juga. Menjelaskan apa yang ada di pikirannya, bagaimana ia dan Mark berselisih paham meski berujung Mark yang mengalah dan meminta maaf. Jeno mendengarkan semuanya dengan seksama, seperti biasa. Lengannya merengkuh Alena yang belum berpindah posisi dari sebelumnya, sesekali menyibak rambut gadis itu ke balik telinganya. Boleh jadi hal semacam ini adalah rutinitas selama sebulan terakhir. Tepatnya sejak pertama kali Jeno dan Alena bertemu, di suatu tempat yang tak pernah terpikir oleh mereka, yang membuat mereka sadar bahwa satu sama lain masing-masing punya image yang sengaja dibuat untuk melindungi image lainnya.
"Coba kalo gue ga ketemu lo waktu itu ya, Jen?"
"Coba kalo si Mark tau ya, ka- eh, Len?" Meski sudah 1 bulan seperti ini, kadang kala Jeno belum bisa beradaptasi dengan cepat untuk hal-hal tertentu. Misalnya tidak memanggil Alena dengan panggilan kakak, mengubah kata ganti subjek, dan hal-hal kecil lainnya.
Alena memeluk Jeno, menghirup aroma lehernya sambil berfantasi singkat. Ia menepuk-nepuk punggung Jeno, berbisik sebelum menutup mata dan mengistirahatkan diri di sana.
"Mark nggak boleh tau, ya, Jen? Dia anak baik, aku nggak mau dia terluka karena hal semacam ini."
Ah, cara bicaranya berubah. Jeno benci itu. Jeno benci bagaimana Alena berubah saat mengucap nama Mark, Jeno benci perasaan dibandingkan yang muncul tiba-tiba dari dalam dirinya. Namun, Jeno tak pernah membenci Alena. Mungkin perilakunya, atau apapun, tapi tak pernah orangnya. Maka ia cuma berdiam di posisi yang sama sambil mengusap-usap kepala sang putri tidur sampai terlelap dalam mimpi yang indah.
***
"Eh, Bang Mark? Ngapain Bang?" Tanya Jaemin saat melihat Mark yang tampak tergesa berjalan ke arahnya, ke arah kerumunan kecil panitia yang belum juga pulang meski jam telah menunjukkan pukul 12 lewat 18 malam. Mark mencari Alena, yang sejak tadi sama sekali tidak membalas pesannya atau mengangkat teleponnya. Tempat yang terpikir pertama kali oleh Mark tentu saja kampus, tempat Alena menyiapkan ospek fakultas bersama rekan-rekan panitia yang lain. Sayang sekali, hanya tersisa sedikit panitia di sana. Kebanyakan laki-laki dan divisi Alena hanya menyisakan Jaemin saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between
Fanfiction"Gila si kesel banget ternyata yang berkhianat temen deketnya sendiri!" "Ya bayangin aja atuh sekesel apa Bang Mark kalo tau ternyata yang berkhianat pacarnya sendiri." Sejak itulah Alena tersadar bahwa kadang kala berjalan di antara dua sisi bukanl...