8 - Rencana.

21 5 1
                                    

Diki menghampiri Karel dan Mario yang sedang berbicara serius mengenai suatu hal. Diki tak perduli tentang apa yang mereka bahas. Baginya berita yang dibawanya lebih serius daripada pembicaraan mereka.

"Boss gimana nih, Dandy beneran mau nyerang sekolah kita kalo lo ngga mau tanggung jawab." Ucap Diki cemas mendapatkan Ancaman berupa pesan dari Dandy. Ntah kenapa cowok itu bisa mendapatkan nomor telepon Diki.

"Ogah, kalo mau nyerang ya nyerang aja." Jawab Karel tak perduli dengan Ancaman Dandy padanya.

"Rel, lo lupa sama janji lo dengan kepsek?." Peringat Mario. Karel tampak berfikir sejenak lalu mendengus kesal. Bagaimana mungkin dia melupakan ancaman dari kepala sekolah yang membuat nya harus berjanji.

Flashback On

"Karel Alvero! Apa kamu mau buat sekolah saya tutup? Setiap menit,detik maupun hari saya terus mendapat keluhan dari sekolah lain karna masalah yang kamu buat." Jelas Pak Randi, kepala sekolah mengontrol emosinya dia berharap tidak akan mati karna terus memarahi biang sekolah yang tak pernah bertobat.

"Kalau kamu seperti ini lagi, saya tidak segan mengeluarkan kamu dari sekolah dan mengabarkan kepada semua sekolah untuk tidak menerima kamu baik negeri maupun swasta! Biar kamu tau gimana rasanya tidak punya masa depan." Karel membulatkan matanya tak percaya pada Ancaman Pak Randi. Kalau itu benar-benar terjadi. Jangan untuk tidak punya masa depan. Dia mungkin akan dikeluarkan dari kartu keluarga dan rumah oleh orang tuanya. Membayangkan saja sudah ngeri apalagi kalau itu terjadi.

Flashback Off

"Gu-gue bakal tanggung jawab." Karel mengatakan itu dengan penuh semangat, apapun akan dilakukannya demi tidak dikeluarkan dari sekolah ini.

Mario dan Diki tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya seorang Karel yang terkenal bengis dan keras kepala kini bisa patuh dengan satu ancaman.

"Kapan itu?." Tanyanya, Diki cepat-cepat membuka handphone melihat pesan yang tadi dikirimkan Dandy.

"Katanya lusa bos." Jawab Diki menyimpulkan pesan yang dibacanya.

"Ngancamnya hari ini, disuru datang lusa." Karel mendengus kesal, kalau hari ini ya hari ini kenapa ditunda-tunda begitu pikirnya.

"Rel." Mario menunjuk kearah Cherry yang baru saja memasuki kelas mereka dan menghampiri Arkan. Karel melipatkan tangannya didepan dada. Dia tak sabar melihat adegan selanjutnya yang akan ditonton oleh anak kelas.

☆☆☆

"Arkan masih marah ya?." Cherry memegang lengan tangan.

"Jangan sentuh gue." Arkan menepis tangan Cherry yang menyentuh lengannya. "Lo ngapain sih disini?." Tanyanya yang sebenarnya sudah tau apa jawabannya

"Bujuk Arkan biar ngga marah." Cherry menatap Arkan dengan penuh harapan.

"Gue kan udah suruh lo pergi." Jawab nya membuang muka.

"Itukan kemaren."

"Sekarang juga. Pergi lo sana!." Arkan mendorong lengan Cherry menyuruhnya untuk pergi dari hadapannya.

Cherry hanya diam tanpa beranjak dari duduknya. Dia masih ingin membujuk Arkan.

"LO NGGA DENGAR APA KATA GUE!."Bentak Arkan tak perduli pada situasi yang menatap mereka. Cherry bergegas keluar. Dia takut Arkan semakin marah padanya.

Dia bingung pada sikap beberapa hari ini. Mungkin iya Arkan sering memarahi Cherry namun biasanya Arkan tidak biasa memarahinya tanpa alasan.

☆☆☆

"Udah ngga bertanggung jawab. Terus kasar pula." Karel menggelengkan kepala nya menatap Arkan yang memijit pelan pelipisnya.

"Kasian juga Cherry yah." Ucap Diki merasa kasian pada Cherry.

"Jadi apa yang mau lo lakuin ke Arkan yang udah buat lo kayak gini." Mario menunjuk luka di kaki Karel.

"Eh tunggu yang buat boss luka itu dia?." Diki menunjuk Arkan.
Mario mengangguk pertanda iya.

"Wah ngga bisa di biarin ini. Dia udah buat boss sampe ngga bisa jalan." Mario batuk mendengar penuturan Diki mengenai Karel yang tidak berjalan.

"Gue bakal buat pelajaran ke dia." Diki segera ingin menghampiri Arkan namun kedua tangannya dicegat oleh Karel dan Mario.

"Eeeehh jangan." Ucap Karel dan Mario serentak mencegat Diki.

"Kenapa?."tanya Diki menatap Mario dan Karel bergantian.

"Gue punya rencana." Ucap Karel memandang punggung Arkan dari belakang.

☆☆☆

"Cherry!." Panggil Cecil.

"Iya kenapa?." Jawab Cherry raut wajah lesu.

"Emm mau ke kantin nggak?." Ajaknya dijawab gelengan kepala oleh Cherry.

"Oh yaudah kalo gitu gue duluan ya." Cherry mengangguk lalu langsung menuju ke tempat duduknya.

"Lo kenapa sih ngajak dia?" Tanya Carol.

"Kasian dia tuh pasti galau." Jawab Cecil.

"Percuma. Lo kayak ngga tau dia aja. Dia tuh ngga mau berteman kayak kita." Sahut Mesya. Cecil mengangguk setuju pada ucapan Mesya.

☆☆☆

Classmeeting tersisa beberapa hari lagi. Para murid tak sabar menunggu hari itu tiba. Libur dua minggu lumayan untuk menghibur mereka untuk bermain. Lalu mempersiapkan sekolah kembali diawal tahun.

Arkan berencana saat libur nanti dia ingin mengunjungi beberapa tempat yang menggunakan CCTV. Dia ingin melihat siapa yang ditabraknya lalu bertanggung setelah mengetahui siapa orang itu.

Kalau dia tidak melakukan hal itu. Dia hanya akan terus diburu oleh rasa ketakutan yang membuatnya tidak pernah merasa nyaman.

Biarlah masa liburnya tidak digunakan untuk mengisi hari santai. Setidaknya dia bisa tenang bila sudah menemui orang itu.

"Van. Lo tau Mini Market atau toko lain yang punya CCTV? tapi tetap didaerah itu juga." Vanessa berfikir sejenak mencoba mencerna ucapan Arkan.

"Oh mungkin ada." Ucapnya merasa tak yakin.

Arkan mengeluh nafas kecewa. Gimana dia bisa mencari tau siapa orang yang ditabraknya.

"Kenapa Ar?."

"Ngga apa-apa kok."

Diki yang duduknya tidak jauh dari Arkan ternyata mendengar obrolannya dengan Vanessa. Dia cepat-cepat memasukan powerbank, charger Mario dan tempat bekal setelah semua dimasukkan kedalam tas dia  bergegas menghampiri Karel yang pergi ke toilet ngga balik-balik dari tadi.

☆☆☆
Bersambung~

Cherry Heart♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang