BAB 3 : Between IDOL & ASSISTANT

56 5 5
                                    

Pagi itu seorang pria bangun dari tidurnya dengan wajah sembab karena tak kuasa menahan tangis sejak banyak haters yang menghujatnya tidak pantas menjadi idol. Para member BTS sudah membahas masalahnya dan memberikan semangat untuknya juga tidak sepantasnya Jimin mendengarkan ucapan haters. Menjadi idol yang ingin belajar lebih baik ketimbang menjadikan jari jempolnya untuk menghujat proses seseorang. Jimin pergi ke toilet untuk membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian santainya. Terdengar bunyi dari perutnya yang belum diisi dari kemarin. Jiminpun berencana pergi ke ruang makan, namun ia melihat selembar kertas terselip di bawah pintu kamarnya. Jimin mengambil surat itu dan membacanya.

Dear Jimin-oppa
From Kang Moon-ju

Teruslah melangkah maju oppa, jangan hiraukan mereka yang tak akan pernah berarti untukmu. Banyak sekali yang menyayangi dan mencintaimu diluar sana. Kau sangat berarti bagi army dan keluargamu BTS. Biarlah jika kau harus kehilangan banyak orang yang tidak menyukaimu, tapi yakinlah kau tak akan pernah kehilangan army dan bangtan sebagai keluargamu. Apa kau mendengar teriakan para army saat konser, beribu-ribu army menghadiri tour BTS dan mereka berteriak ketika melihatmu. Semangat oppa, fokuslah mengejar impianmu. Jangan pernah mengumpat pada duri tajam di jalanmu, fokuslah pada jutaan bunga di depanmu. Aku menyayangimu, oppa.

Jimin meneteskan air matanya saat membaca surat itu karena terharu. Jimin menyimpan surat itu di buku hariannya. Selama ia menjadi idol banyak sekali isi hatinya yang tercurah di dalam buku harian itu.

.....

"Kang Moon-ju," panggil seorang pria dengan headband yang mengikat di kepalanya. Suga.

Hari ini menunjukkan pukul sembilan pagi yang membuat Suga berlarian di dalam rumah karena terlambat untuk bangun dan menyiapkan keperluan rekamannya hari ini ditambah lagi Kang Moon-ju yang belum bangun. Suga terdiam saat ia hendak mengetuk pintu kamar Moon-ju dan memanggilnya. Ia teringat jika Moon-ju sedang sakit parah. Tubuhnya melemas lagi mengingat hal itu apalagi saat Suga menangis di rumah sakit karena dokter yang mengatakan langsung kepadanya jika Moon-ju mengidap kanker hati yang juga menyebar ke organ lain. Suga mengurungkan niatnya untuk membangunkan Moon-ju. Iapun langsung pergi untuk melakukan rekaman lagu terbarunya tanpa Moon-ju.

.....

Aku terbangun dari tidurku karena cahaya lampu yang sangat menyilaukan menusuk kelopak mataku. Aku menghela nafas, siapa yang menghidupkan lampu disaat aku masih ingin tidur. Aku meraba ke sampingku yang tak ada siapapun. Selimut yang menyelimuti tubuhku membuatku dibanjiri keringat. Selimut? Aku membuka mataku lebar saat aku berada di atas kasur dengan selimut.

"Mau sampai kapan kau akan tidur?, " ujar seseorang mengejutkanku. Jin? Ah, aku baru ingat jika ia tidur di kamarku karena mimpi buruk.

"Mengapa aku bisa berada di tempat tidur? Apa kau yang memindahkanku dari sofa?," tanyaku. Jin menghembuskan nafasnya.

"Mengapa kau balik bertanya? Apakah kau melupakan jadwalmu dengan Suga? Pukul berapa ini?, " ujar Jin. Seketika terdapat awan dan petir yang bergemuruh di atas kepalaku. Aku terlambat! Suga pasti akan sangat marah padaku. Segera aku membersihkan tubuhku dan memakai pakaian simple dan lipstick merah maroon yang akan menutupi bibirku yang pucat.

"Ayo kuantar," ujar Jin.

"Tidak usah, oppa. Aku bisa menggunakan bus," ujarku.

"Jangan gila, Kang Moon-ju. Fotomu baru saja beredar di internet jika berbelanja bersamaku," ujar Jin sedikit dengan nada tinggi.

"Mengapa kau marah?," tanyaku.

"Bagaimana aku tidak menaikkan suaraku jika kau akan terus bertanya mengapa dan mengapa!," ujar Jin membuatku setengah tertawa. "Ayo aku antar kau pada Suga," ujar Jin. Akupun mengikutinya menuju mobil dan kami naik bersama. Jin melajukan mobilnya dengan sangat pelan membuatku semakin panik.

The Last Seven Days With SevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang