Aku terbangun dari tidur dan mendapati tangan kekar yang melingkar di perutku dengan erat. Aku bisa merasakan hembusan nafas Jin di leherku. Aku memutarkan badanku dan menghadapnya. Aku menatap wajahnya yang terlihat tenang saat tidur. Aku menyentuh wajahnya untuk beberapa saat. Aku sangat menyesal telah melakukan kesalahan kepadanya, tapi aku juga tidak bisa mengatakan kepadanya apapun. Aku tak bisa melihatnya tersakiti.
"Berhenti menyentuh wajahku! Kau mengganggu tidurku," gumam Jin dengan matanya yang masih tertutup.
"Lepaskan tanganmu dari perutku karena tanganmu itu berat. Oppa!," ujarku berusaha mengangkat tangan Jin dari perutku dan akhirnya aku terlepas dari tangan kekar itu. Aku bangkit dari kasurku dan beranjak membersihkan diri karena jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Setelah membersihkan diri aku memakai pakaianku seperti biasa. Aku melihat ke arah Jin yang masih meringkuk di atas kasur. Aku tersenyum melihatnya. Kuharap umur Jin sekarang enam tahun karena panggilan oppa sangat tak pantas untuk wajahnya.
"Oppa! Apa kau tak berniat bangun?," tanyaku.
"Aku benar-benar lelah, Moon-ju-ya," gumamnya.
"Baiklah. Aku akan memasak terlebih dahulu dan kalau aku selesai, aku tak mau tau kasur ini sudah harus rapi. Kalau tidak,"
"Kalau tidak kau mau apa, hmm?," tanya Jin.
"Kalau tidak aku yang akan merapikannya," ujarku tersenyum dan Jinpun ikut tersenyum.
Aku berlalu dari kamarku dan turun ke dapur untuk membuat sarapan. Dari jauh aku sudah melihat Suga sedang menikmati secangkir kopinya. Sepertinya aku mengalami trauma ketika melihatnya karena saat melihatnya kesalahan yang kubuat kembali membayangiku. Aku berusaha melupakan semuanya dan berlagak biasa-biasa saja.
"Pagi, oppa," ujarku tersenyum pada Suga, sedangkan Suga membalasku dengan senyumnya yang sangat tipis.
"Apa oppa sudah sarapan?," tanyaku.
"Sudah," jawabnya.
"Apa oppa mau sarapan lagi, aku akan membuatkannya," ujarku.
"Tidak," jawabnya. Sikapnya sudah kembali lagi menjadi Suga padahal baru kemarin aku bertemu dengan Min Yoon-gi.
"Ahh, baiklah," ujarku tersenyum.
"Apa kau memikirkan apa arti ciuman kemarin?," tanya Suga membuatku diam.
"Aku tak terlalu memikirkannya. Ciuman juga biasa dilakukan oleh siapa saja," ujarku sembari mengumpat dalam hatiku. Apa yang aku katakan?
"Ya, aku juga tak terlalu memikirkannya. Aku akan pergi," ujarnya beranjak dari duduknya dan berlalu dari hadapanku. Tak pernah terpikirkan olehku jika ia akan menanyakan hal itu. Aku benar-benar seperti tersengat listrik dengan tegangan tinggi.
Aku kembali untuk memasak sarapan. Aku tidak pintar memasak, jadi aku akan membuat masakan yang mudah-mudah saja seperti Japchae. Di rumah ini hanya Jin yang pintar memasak dan aku yakin saat masakanku jadi, ia akan banyak berkomentar dimulai dari penampilan hidangannya dan rasa. Tak lupa aku membuatkan susu hangat untuk Jin.
"Tumben sekali kau yang memasak?," tanya Jin.
"Aku sedang ingin memasak, lagipula apa salahnya," ujarku.
"Pasti tidak enak," ujar Jin tersenyum jahat.
"Kalau tidak enak kau bisa membuangnya ke tempat sampah," ujarku dengan cepat. "Bahkan kau belum mencicipinya," gerutuku.
"Baiklah-baiklah, aku akan mencicipinya," ujar Jin mengambil sendok dan mencicipi masakan buatanku. "Kalimat apa yang ingin kau dengar dari mulutku?," tanya Jin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Seven Days With Seven
FanfictionKurang lebih tiga sampai empat tahun aku hidup bersama bangtan, namun tujuh hari terakhir membuatku hancur dan kehilangan diriku sendiri. Setelah tujuh hari itu semuanya hilang seketika, seakan-akan kenangan tentang bangtan terhapus begitu saja. Ak...