***
"Assalamu'alaikum bu" sapa ku setelah terlebih dahulu mengetuk daun pintu.
"Wa'alaykumussalam wa rahmatullah. Masuk Salwa"
Aku mengikuti instruksi bu Jasmin- dosen pengampu mata kuliah kritik sastra dijurusanku.
"Ini hasil kuis minggu kemarin, tolong kau bagikan kepada teman-teman kelas kau. Saya masuk kelas setelah rapat dosen selesai. Sementara menunggu, kalian silahkan buka halaman 120, buat kelompok diskusi setelah itu kita bahas bersama saat saya masuk nanti." Bu Jasmin menyodorkan tumpukan kertas padaku.
Aku mengagguk mendengar arahan bu Jasmin dan meraih kertas yang diberikan. "Baik bu, akan saya sampaikan. Kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum" aku menunduk seraya melangkah kebelakang.
"Wa'alaykumussalam. Tunggu Salwa. Sekalian tolong kau berikan ini pada Alfatih"
Langkahku terhenti. Tubuhku berputar 360 derajat, kembali menghadap bu Jasmin. "Alfatih yang ada di kelas saya bu?" tanyaku kemudian
"Bukan. Muhammad Alfatih Najmi. Senior kau. Kau kenal dia bukan?"
Aku diam. Masih mencerna nama yang baru saja bu Jasmin sebutkan.
"Setau saya kalian tergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus) yang sama." timpal bu Jasmin kemudian, barangkali dia melihat kebingungan dari raut wajahku.
"Be-benar bu." jawabku terbata.
"Ini proposal charity event yang LDK kalian rencanakan. Sampaikan kepada dia untuk merevisi kembali bagian-bagian yang sudah saya beri tanda. Saya harus segera menghadiri rapat jadi saya tidak bisa berdiskusi dengannya."
Bimbang. Aku menerima proposal yang bu Jasmin berikan. "Saya permisi bu. Assalamu'alaykum"
Wa'alaykumussalam wa rahmatullah. Terimakasih banyak Salwa"
Aku menghembuskan napas kuat setelah keluar dari ruangan dosen. Bingung. Itulah yang kurasakan saat ini. Proposal sudah berada di tanganku, mau tidak mau aku harus melaksakan amanah dari ibu Jasmin.
Aku terus melangkah melewati lorong-lorong kelas bangunan kampus. Jarak antara ruang dosen dan ruang kelasku cukup jauh karena berada di dua bangunan yang berbeda. Lalu bagaimana aku akan menyerahkan proposal ini? Kampus ini cukup besar sangat sulit mencari seseorang jika memang tidak ada kesepakatan untuk bertemu disuatu tempat. Menghubunginya langsung? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku sama sekali tidak memiliki kontak serta akun sosmednya. Kenapa tidak memiliki kontaknya padahal kami berada dalam LDK yang sama? Itu karena aku bukan pengurus inti. Hanya anggota yang tidak banyak bersinggungan dengan BPH (Badan Pegurus Harian) di setiap divisi kecuali divisiku sendiri.
Ah, sudahlah. Nanti saja dipikirkan sekarang aku harus mengembalikan kertas kuis dan menyampaikan pesan bu Jasmin kepada seluruh teman-teman yang ada dikelasku.
Ditengah perjalananku menuju kelas, aku melewati mushala fakultas. Disana aku melihat seniorku- kak Asma yang sedang mengenakan sepatu.
Sebuah senyum terbersit dalam benakku. Dia itu bendahara di LDK kami, otomatis peluangnya bertemu dengan akhi Fatih sangat tinggi. Lebih baik aku meminta bantuannya untuk menyampaikan amanah bu Jasmin.
"Assalamu'alaikum kak Asma" sapaku saat berada didepan kak Asma
"Waa'alaykumussalam dek." kak Asma menjawab salamku dengan senyum merekah.
"Ana boleh minta tolong kak? Ini ada amanah dari Bu Jasmin beliau meminta untuk menyerahkan proposal ini kepada kak Fatih."
"Oh untuk akhi Fatih ya dek? Sepertinya dia masih ada di didalam. Soalnya kami baru saja selesai syuro'. Biar ana temani untuk menyerahkan proposal itu"
"Hmmm.. afwan, jika kak Asma yang menyerahkan proposal ini, merepotkan tidak? Soalnya ana harus ke kelas mengembalikan kertas-kertas ini" tangan kananku yang berisi kertas kuis sedikit terangkat.
"Hanya menyerahkan proposal dek?" ucap kak Asma setelah menimbang permintaanku
"Ibu jasmin juga berpesan untuk merevisi bagian yang sudah beliau tandai kak."
"Kalau begitu lebih baik kau saja dek yang menyerahkan langsung."
"Tapi kak..."
"Tugas mengembalikan kertas itu apa mendesak?"
Aku menggeleng, "Tidak juga kak, ini hasil dan evaluasi tugas pekan lalu."
"Nah, kau saja yang menyampaikan pesan ibu Jasmin. Akan aku temani. Tidak baik menyerahkan amanah yang sudah dipercayakan untuk kau tunaikan kepada orang lain. Bu Jasmin meminta kau karena beliau percaya bahwa kau adalah orang yang amanah. Kepercayaan itu tidak baik dirusak dengan cara mempercayakannya kepada perantara yang lain lagi. Beruntung jika perantara tersebut menyampaikan sesuai dengan apa yangg kau sampaikan. Jika tidak, bagaimana? Bisa kau bayangkan dek? Bukankah amanah lebih baik disegerakan? Jika kau mampu kenapa harus meminta perantara lain?"
Aku terdiam. Perkataan kak Asma membuatku terhenyak. Meresapi bahwa selama ini aku bukanlah orang yang amanah. Aku teringat pada salam-salam yang orang minta kepadaku untuk disampakan kepada orang yang dimaksud. Ada salam yang aku sampaikan ada juga yang tidak lantaran aku tidak pernah berusaha untuk menyampaikannya. Walaupun terlihat sepele namun sangat sarat makna. Bagaimana mungkin kita bisa menyampaikan amanah yang besar jika amanah yang ringan saja dilalaikan.
"Ayo dek ana temani, sebelum akh Fatih keluar."
Suara kak Asma menyadarkanku dari lamunan. Aku langsung mengangguk mengiyakan. Kak Asma tersenyum melihat reaksiku. Ia lalu bercakap-cakap dengan akhwat yang ada disampingnya. Setelah itu dia mengajakku untuk masuk kedalam mushala.
Mushala tidak begitu ramai, disini terlihatbeberapa orang akhwat yang sedang melaksanakan shalat dhuha dan ada juga yangg tilawah. Ini di area teritorial akhwat untuk ikhwan aku tidak tahu. Aku terus mengiikuti langkah kak Asma yang berjalan maju mendekati hijab, pembatas antara shaf perempuan dan laki-laki. Hjab di mushala ini tidak seperti hijab yang ada di mushala atau masjid lainnya yangg terbuat dari kain atau besi. Disini hijabnya terbuat dari papan pliwot yang tingginya mencapai tinggi orang dewasa dan ada sedikit celah dibawahnya. Jadi bisa dipastikan baik ikhwan maupun akhwat tidak ada yang akan ada yang bisa saling melihat meski hanya bayanganny saja.
"Assalamu'alaikum. Afwan ingin bertanya, apakah akhi Fatih masih ada?" tanya Kak Asma setelah mengetuk-ngetuk hijab yang ada didepan kami.
Kudengar suara riuh dari shaf ikhwan. Barangkali mereka saling memastikan siapa diantara merreka yang bernama Fatih
"Wa'alaykumussalam. Na'am ukh, ana Fatih ada apa?"
Deg, tiba-tiba jantunggku berdebar hanya karena mendengar suara itu.
"Ini ada akhwat yang ingin menyampaikan amanah dari ibu Jasmin. Silahkan dek" kak Asma menatapku. Mempersilahkan.
Aku berusaha membalas senyumnya meski dengan jantung yang memompa tidak karuan. Jujur aku gugup. "I-ini propsal dari bu Jasmin." aku menyodorkan proposal melalui celah di bawah hijab, "Be-beliau tidak bisa mendiskusikan langsung karena harus menghadiri rapat. Beliau meminta untuk merisvisi bagian-bagian yang sudah ditandai" aku menyelaseikan kalimatku dengan perasaan lega.
Hening tidak ada jawaban. Sementara proposal yang tadi aku berikan sudah tidak terlihat lantaran ada yang menariknya.
"Syukran akh itu saja pesannya." suara kak Asma memecah keheningan, setelah dia memastikan terlebih dahulu bahwa tidak ada lagi yang ingin aku sampaikan.
"Anti Salwa Alfathunnisa?" tanya suara dari balik hijab
Aku semakin gugup saat namaku disebut. Bagaimana mungkn dia bisa tahu. "Na'am. Assalamu'alaikum" ucap ku berusaha untuk terlihat senormal mungkin. Karena aku tidak ingin kak Asma mengetahui reaksiku yabbg ssebenarnya.
"Wa'alaykumussalamm wa rahmatullahi wa barakatuh. Jazakumullah khair ukh"
"Wa anta fa jazakallahu khoiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU (BERHENTI) MENUNGGU ✔
Духовные(15+) Pertemuan kita adalah takdirku. Untuk bertahan ataupun melepaskan adalah pilihanku.