"Apaan sih, Dis loe kok minta maaf, emangnya loe salah apa ama tukang sigua. kaya mereka ini! "ucap Acha
"Heh,, siapa yang loe panggil tukang sirik. Bagus bagus ya mulut loe. Ngapain juga kami sirik ama orang kaya Gladis yang gak tau diri begini! "Ucap salah satu siswi
"Paan loe, elo tuh yang gak tau diri udah sirik juga mau belain diri sendiri. Pigi sono ngaca di toilet mumpung kacanya gede kali aja dirumah loe kagak ada kacanya"ucap Acha dengan senyum sinisnya
"Temen loe tuh suruh ngaca biar jangan sok kecakepan jadi cewek"ujar siswa lainnya
"Lah emang Gladis cakep kok. Loe aja yang burik, jadi gak seneng liat orang lain cakep. Mangkanya jangan orang lain yang di urusin, jadi lupa kan ngurusin diri burik and dekil deh jadinya"ucap Acha pedas dan smirk diwajahnya.
Di antara kerumunan siswa, terdapat Frans dan para sahabatnya yang melihat. Bambang tadi telah mengatakan pada Frans untuk meng klarifikasi kejadian ini, tetapi apa dia hanya diam tanpa mau melakukan apa apa padahal dia juga ada campur tangan dalam masalah ini.
"Frans loe kagak denger apa yang gua bilang"Ujar Bambang sekali lagi yang hanya tidak dibalas oleh Frans yang malah aia terus fokus dengam kejadian yang terjadi dihadapannya.
"Loe yah bikin darah gua naik aja"ujar Lila
"Lah loe ternyata juga udah darah tinggian, pantes muka loe keriput"ujar Acha meledek Lila"Udah Cha jangan dibalas lagi ayo kita balik ke kelas 15 menit lagi juga mau bel"ucapku
"Kenapa loe takut ama gua. Emang orangtua loe ngajarin loe jadi pengecut kaya gini"ucap Lila bersilah dada
"Bukan takut atau apa, aku hanya tak ingin berurusan denganmu lagiankan aku sudah meminta maaf apa itu kurang cukup dan satu hal lagi kau tak perlu membawa orangtuaku dalam masalah sperti ini"ujarku dengan meredam emosi yang mulai muncul kepermukaan
"Ohh,, gue tahu loe kaya gini karna kurang kasih sayang dari orangtuakan"ucap Lila yang membuat emosiku memuncak. Aku menahan Dedes dan Vanka yang ingin angkat bicara,karena mereka tak suka jika ada yang membahas masalah keluargaku.
"Kamu jaga yah omongan kamu, aku dari tadi tidak membalas ucapanmu bukan karna aku takut padamu dan kau tahu keluargaku bahagia tidak sperti kamu yang hadir karna kesalahan"ucapku yang mulai emosi dengan ucapan Lila tadi. Dia pun terdiam dengan wajahnya yang merah.
"Jaga ya ucapan loe,,,, "Ujarnya dan mengangkat tangannya untuk menamparku. Akupun menutup mataku karena sedikit takut, tetapi aku tak merasakan apapun menyentuh wajahku. Lantas aku membuka mataku dan melihat seseorang yang menahan tangan Lila. Sepertinya aku mengenalnya, dan aku ingat dia siapa.
"Kau tak seharusnya mengangkat tanganmu untuk melukainya atau kau mau semua orang tahu apa yang kau lakukan setiap malam di club?"ujar Gino, ya dia adalag Gino yang menolongku kemarin yang membuat wajah Lila pucat pasi. Gino tahu apa yang dilakukan Lila karena orangtuanya salah satu pemilik tempat Lila bekerja, Gino sering berkunjung di sana dan sudah beberapa kali melihat Lila namun dia hanya diam dan mengamati apa wanita itu lakukan.
"Dasar loe"ucap Lila membelah kerumunan.
"Makasih untuk sekian kalinya Gin"ucapku berterimaksih. Dia hanya melihatku dengan datar dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Para penonton pun ikut bubar karena bel telah berbunyi.
*Kelas xi Ipa 1*
"Loe udah lama kenal ama Gino?"tanya Dedes dengan raut wajah heran.
"Gak baru kenal beberapa hari lalu"ucapku tetap fokus dengan catatanku,aku dan Dedes duduk bersama. Sedangkan Acha bersama dengan Vanka jarak tempat duduk mereka sedikit jauh dari kami.
"Tapi udah kaya kenal lama gitu, dia juga biasanya bodoamatan ama orang yang belum kenal banget ama dia"ujarnya lagi
"Aku serius Des, udah sih fokus dulu belajarnya nanti aja nanya nanyanya lagi"ucapku
"Bukan gitu gua gak suka aja loe deket ama dia"ucapnya menatapku dengan intens. Aku yang awalnya fokus mencatat, langsung melihat ke arahnya.
"Tumbenan kamu gitu, emang kenapa ada salah ya"ucapku lembut.
"Gak sih, cuman gua,,,,,,"ucapnya menggantungkan kalimat
"Cuman? "Tanyaku
"Cemmmm,,, buru"ucapnya berbisik namun akuasih dapat mendengarnya
"Paan sih Des, loe dan Vanka kan cowok paling best buat gua ama Acha"ucapku tertawa
"Itu masalahnya, gua mau. Cuman gua lelaki bestnya"ucapnya memandang manik mataku
"Paan dah, otak kamu terlalu capek mungkin karena belajar matematik jadi ngomongnya ngawur begini"ucapku masih dengan tawa kecil. Ia langsung diam dan fokus dengan bukunya, aku hanya geleng geleng melihat kelakuan Dedes ini.
Bel pulang berbunyi dengan meriahnya, aku segera memasukkan segala peralatan sekolahku dan tak lupa berpamitan dengan para sahabatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unobstructed(on going)
RandomAku tidak tahu kenapa ini terjadi dan tidak akan pernah tahu. Dan tidak pernah ada yang tahu baik itu aku, dia, maupun mereka