💐 Prolog 💐

7.2K 526 37
                                    

Tak henti-hentinya Elisa terus meremas kedua tangannya yang ia letakkan di atas pangkuan. Degupan kencang dalam dadanya membuat wanita cantik itu tak berani untuk menatap sekelilingnya.

Belum pernah sekalipun Elisa merasa segugup ini. Bahkan saat dulu ia menjalani situasi yang sama, Elisa bisa dengan tenang melewatinya. Akan tetapi, entah mengapa di kedua kalinya ia berada di posisi seperti ini, Elisa tak bisa bersikap setenang biasanya. Bisikan-bisikan pelan dari beberapa tamu yang hadir malah membuat kegugupan Elisa semakin bertambah.

Namun, di saat Elisa sedang berusaha untuk menenangkan diri dan mencoba mengabaikan omongan tak mengenakan yang berasal dari balik punggungnya, tiba-tiba saja ia merasakan tangannya digenggam dengan lembut. Lalu, seakan ada angin sejuk yang membawa ketenangan, rasa tak mengenakan yang Elisa rasakan sedari tadi pun hilang begitu saja. Dan, di saat ia menoleh ke samping kanannya, sepasang mata yang memancarkan ketulusan adalah yang pertama kali dilihat olehnya.

Ah... Elisa akhirnya sadar apa yang membuatnya bersedia untuk kembali menjalani satu proses penting dimana ia harus duduk di balik meja, sementara ada seorang penghulu yang mengenakan peci duduk di hadapannya.

Pria yang menggenggam tangannya inilah yang sudah membuat Elisa merasakan hatinya kembali berdegup kencang. Juga, tatapan lembut serta dibaluti dengan ketulusan milik pria yang terpaut usia cukup jauh darinya itulah yang menyadarkan Elisa bahwa masih ada orang tulus di dunia ini, yang bersedia menolong tanpa mengharapkan pamrih.

"Ibu kok dari tadi diam aja? Minder ya, menikah dengan lelaki yang lebih muda?"

Kontan saja dua pertanyaan tersebut membuat Elisa mendengus kesal. Pria yang berhasil membuatnya mengatakan 'ya' saat dilamar di pertengahan sawah itu memang suka sekali memanggilnya ibu demi untuk menggodanya. Meskipun di sekeliling mereka terdapat tamu yang mungkin saja mendengar pembicaraan mereka, pria sederhana yang sudah membuatnya tak bisa lari kemana-mana itu tetap saja suka mencandainya.

"Tau nggak, El, bisa menikah dengan kamu adalah salah satu anugerah terindah yang pernah terjadi dalam hidupku. Jadi, jangan terus menunduk dan menyembunyikan wajah cantikmu itu dariku."

Mendengar hal perkataan dari pria muda yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai suaminya itu tentu saja membuat Elisa senang. Tapi, ada satu hal yang ingin ia tegaskan terlebih dahulu. Sehingga hal tersebut ia tuangkan dalam kalimat tanya, "Memangnya kamu yakin nggak akan menyesal menikah dengan perempuan yang lebih tua dan kemungkinan nggak akan bisa memberikan kamu keturunan seperti aku?"

Mendapat pertanyaan yang selalu saja ditanyakan oleh wanita yang akan segera ia nikahi itu membuat pria yang mengenakan pakaian pengantin sederhana berwarna putih tersebut tersenyum. Ia bisa memaklumi mengapa wanita cantik yang duduk di sampingnya itu didera rasa tak mengenakan dalam hatinya. Luka hati yang wanitanya itu tanggung sebelum bertemu dengannya tentu saja menjadi salah satu penyebabnya.

Karena itu, sebagai seseorang yang seharusnya minder dan tak percaya bisa mendapatkan wanita yang tak hanya sempurna fisiknya tapi juga baik hatinya, pria itu berkata, "Bukankah aku sudah seringkali bilang sama kamu bahwa, pemuda miskin ini memang nggak bisa memberikan kamu kemewahan yang berlimpah. Tapi, asalkan kamu mau bertahan di sampingku, aku akan berusaha membahagiakanmu dan melimpahi kamu dengan cinta yang aku miliki. Lalu, untuk masalah anak, aku yakin sebentar lagi perutmu itu akan segera membesar karena berisi anakku di dalamnya."

Mata Elisa melotot saat mendengar kalimat terakhir dari prianya itu. Sigap ia langsung menoleh ke sekitar, takut jika ada yang mendengar perkataan pria yang terpaut usia 7 tahun lebih muda darinya itu. Kekesalan Elisa semakin bertambah kala melihat senyum merekah di bibir pria yang sudah membuatnya kembali merasakan jatuh cinta itu.

"Nggak usah melotot begitu, El, nanti kamu malah nakutin anak-anak yang sekarang ikut mandangin kita."

"Abisnya kamu itu kalau ngomong nggak pakai dipikir dulu." Elisa berbisik pelan. Dengan suara yang diusahakan sekecil mungkin ia kembali berkata, "Kalau kamu ngomong kayak gitu, nantinya orang-orang malah mikir kalau pernikahan kita dilakukan karena aku sekarang sedang hamil."

"Biarkan saja mereka mau ngomong apa." pria yang tak melepaskan genggaman tangannya di tangan Elisa itu menimpali dengan tenang dan dengan berbisik pula. "Aku malah akan sangat senang mengetahui bahwa dari apa yang sudah kita lakukan beberapa bulan terakhir bisa menghadirkan seorang anak yang nantinya akan memanggil kita ibu dan ayah."

Perkataan yang diucapkan dengan santai seolah tanpa beban dan dilengkapi dengan senyuman tersebut, mau tak mau membuat Elisa kembali terbayang akan percintaan paling menggairahkan yang pernah dilaluinya. Sehingga, saat mendengar deheman sang penghulu yang sudah siap menikahkan mereka, Elisa hanya bisa mengukir senyum malu seraya menundukkan kepala.

Aduh... tak bisa terukur lagi seberapa besar rasa malu yang Elisa rasakan. Meski begitu, Elisa juga tak dapat memungkiri rasa bahagia yang kini tengah memenuhi dirinya. Kegugupan serta kecemasan yang semula dirasakan tak lagi Elisa pedulikan. Satu-satunya hal yang ingin ia pikirkan saat ini hanyalah bahwa menikah dengan pria sederhana baik hatinya itu membawa kebahagiaan tersendiri dalam hidupnya. Dan, Elisa cuma bisa berharap sang pemilik takdir mau melanggengkan cinta mereka hingga maut memisahkan mereka nanti.

                                                                                  
🌻🌻🌻

                                                                                  
Hai semuanya...

Akhirnya saya bisa menyapa kembali teman-teman di dunia orange ini setelah cukup lama mengistirahatkan diri. Sesuai janji saya, setelah lebaran saya akan mengupdate cerita yang sudah pernah saya janjikan. Nggak tau nantinya bakalan banyak peminatnya atau nggak. Yang pasti, saya berharap kalau teman-teman yang udah ngefollow ataupun cuma mampir di lapak saya bisa terhibur setelah membaca cerita saya ini.

Dan, jangan lupa berikan saya dukungan dengan meninggalkan jejak kalian di tiap bab yang nantinya akan saya publish.

Udah ya, segitu aja salam pembuka dari saya. Nggak ada hal yang akan membuat saya senang selain yang baca mau menghargai seperti apapun karya saya. Selamat membaca dan semoga teman-teman terhibur dengan cerita yang saya tulis ini.

                                                                                  
🌻🦋🦋🌻
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-05-06-2020

Elisa Nauvali [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang