💐 Bab 5 💐

2.9K 454 52
                                    

Mat sore...

Gimana, udah pada nantiin kelanjutan kisah Yudha dan Elisa, apa nggak? Buat yang benar-benar menantikan kelanjutan kisah ini, saya mau minta maaf karena telat buat updatenya. Bukannnya saya mau cari alasan, tapi beberapa hari ini saya lagi nggak enak badan. Trus, baru hari ini deh bisa dilanjutin lagi ceritanya.

Dan, harap doanya saja supaya saya selalu sehat dan idenya lancar terus biar bisa lancar update ceritanya.

Itu saja yang mau saya sampaikan. Selamat membaca, dan semoga cerita 'Elisa Nauvali' bisa menjadi salah satu cerita favorit kalian yang mampir ke lapak saya ini.

💐💐💐
                                                                          

Tak bosan-bosannya Elisa menatap air terjun yang terdapat di hadapannya. Setelah melalui perjalanan yang cukup sulit, karena harus berjalan kaki menuju tempat dimana ia berada saat ini, akhirnya mereka bisa sampai juga di tempat ini.

Meski air terjun yang saat ini dilihat olehnya tak setinggi air terjun yang pernah didatangi oleh ia dan adiknya, Elisa tetap merasakan ketenangan yang sama. Dengan duduk di atas batu yang menghadap langsung ke arah derasnya air yang menuruni bebatuan tersebut, perlahan Elisa bisa merasakan kelelahannya mulai berkurang. Dan, udara sejuk yang dihirup olehnya seakan membawa pergi segala beban yang ada di pundaknya.

Sambil memejamkan mata, Elisa juga mngucapkan keinginan dalam hati agar ketenangan yang dirasakannya saat ini bisa berlangsung lama. Serta tidak akan ada lagi kesulitan yang akan membelit langkahnya, seperti yang Elisa rasakan semenjak ia menyandang status yang selalu mendapat cap buruk di kalangan masyarakat itu.

"Kamu lagi mikirin apa?"

Pertanyaan tersebut membuat kelopak mata Elisa seketika terbuka. Keningnya berkerut bingung karena tak lagi melihat siapapun di sana selain ia dan Yudha yang saat ini duduk di sampingnya. "Bening dan teman-temannya kemana?" tanyanya kemudian.

Yudha sendiri tersenyum lembut seraya kembali menatap ke depan. "Dia sama teman-temannya tadi minta izin buat ngeliat bunga liar yang tumbuh di sekitar sini." jawabnya.

Kepala Elisa mengangguk-angguk ringan. Mungkin karena terlalu menikmati suasana damai yang ada di sekitarnya, makanya Elisa tak mendengar apapun juga selain suara percikkan air yang menghantam bebatuan.

Damai dan tenang, itulah yang Elisa rasakan sejak ia menginjakkan kaki di tempat yang menjadi salah satu sarana hiburan para warga yang ada di desa ini. Tidak ada lagi hal lain yang Elisa pikirkan selain kedamaian yang kini tengah melingkupinya. Ia bahkan tidak memikirkan permasalahan yang selama beberapa tahun terakhir selalu menjadi momok dalam hidupnya.

Sedangkan Yudha sendiri memutuskan untuk tidak lagi mengusik wanita yang tampak menikmati suasana tenang yang melingkupinya. Ia juga lagi berniat untuk membuka suara hanya demi memberikan ketenangan kepada wanita yang sedikit demi sedikit sudah ia ketahui mengenai masa lalunya itu.

Kedekatan yang terjalin diantara mereka membuat Elisa secara singkat menceritakan mengenai kenangan masa lalunya yang pahit. Perkara diceraikan hanya karena belum bisa memberikan keturunan memang bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh. Luka hati yang ditanggung juga bukan main-main. Andai Yudha berada di posisi wanita yang sepasang mata yang indah itu, Yudha yakin tidak akan sanggup melaluinya.

Kini, di saat mereka sedang berdua seperti ini, Yudha sangat berterima kasih kepada adiknya yang sengaja mengajak beberapa temannya untuk melihat bunga liar yang mulai mekar yang berada di sekitar hutan dimana mereka berada saat ini. Jaraknya yang cukup dekat membuat Yudha tidak perlu merasa cemas karena membiarkan adiknya tanpa pengawasan.

Elisa Nauvali [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang