💐 Bab 17 💐

3K 497 38
                                    

"Om Nendra sengaja ya, beliin aku ini supaya aku sibuk dan nggak ngoceh di depan om lagi?"

Nendra sedikit tersentak dan hampir saja tak dapat mempertahankan ekpresi datar di wajahnya saat mendengar satu pertanyaan yang sangat tepat sasaran itu.

Begitu mata tajam Nendra mengarah ke wajah gadis remaja yang kini memandangnya dengan tatapan menuduh seraya mengacungkan benda yang beberapa menit yang lalu ia berikan ke gadis super cerewet itu, Nendra merasa seakan-akan ia adalah seorang penjahat yang sedang mencoba mengelabui korbannya. Meskipun anggapan tersebut benar adanya, tetap saja merasa sedikit tak nyaman dipandangi dengan tatapan berani gadis yang duduk di hadapannya itu.

Untungnya saat ini mereka duduk di meja yang merapat ke jendela kaca besar, di salah satu rumah makan yang lokasinya tak jauh dari perusahaannya. Dengan alasan ingin memberikan hadiah, di sinilah Nendra dan gadia perusak ketenangannya itu berada.

"Sebenarnya ya, om, daripada ngasih aku ponsel yang mahalnya nggak kira-kira ini, mendingan kasih aku uang tunai saja. Kan uangnya nanti bisa aku tabung buat biaya kuliah."

Sikap Bening yang blak-blakan membuat Nendra langsung memasang atensi penuh ke wajah gadis belia yang sama sekali tak terdapat noda jerawat di wajahnya itu. Dari pancaran matanya yang tak malu-malu ataupun takut saat membalas tatapannya, Nendra bisa menemukan bahwa Bening tidak seperti kebanyakan wanita yang selama ini berusaha untuk mendekatinya. Jika wanita-wanita itu berusaha keras menyembunyikan niat mereka yang sesungguhnya saat berusaha mendekatinya, maka Bening justru sebaliknya.

Gadis di depannya itu bahkan tanpa ragu mengucapkan kalimat seperti itu padanya, seolah dia tak takut dipandang buruk oleh orang lain. Lagi pula, alasan Bening bisa dibilang sangat masuk akal. Dibandingkan oleh ponsel yang tiap tahun selalu saja ada keluaran terbaru, memang sebaiknya uang yang ada disimpan untuk keperluan yang lebih penting. Seperti yang gadis itu katakan beberapa saat yang lalu.

"Memangnya kakakmu yang sanggup biayain kamu kuliah?" sungguh, sedikit pun Nendra tidak ada maksud menghina di balik pertanyaanya barusan. Ia hanya ingin mendengar lebih banyak alasan Bening yang lebih memilih diberi uang tunai ketimbang ponsel dengan merek yang tak semua orang bisa membelinya itu.

"Enak saja." Bening menyahut kesal. Setelah meletakkan benda yang sama sekali tak menarik minatnya itu, ia berucap, "Mas Yudha itu sudah jauh-jauh hari nyiapin tabungan buat biaya pendidikan aku. Cuma, aku 'kan juga tau kalau mas Yudha nggak boleh selamanya hanya mikirin kepentingan aku saja. Setelah orang tua kami meninggal, belum pernah sekali pun aku ngeliat mas Yudha ngelakuin sesuatu untuk dirinya sendiri. Makanya, aku bilang sama om Nendra, daripada ngasih aku hp, mending ngasih aku uang saja. Jadinya 'kan aku bisa sedikit ngurangin bebannya mas Yudha kalau aku punya tabungan buat biaya kuliah nanti."

Kagum sekaligus salut, dua rasa itulah yang Nendra rasakan kepada Bening setelah mendengar jawaban yang gadis itu berikan. Siapa yang akan menyangka gadis yang baru saja duduk di kelas 2 SMA itu ternyata bisa berpikiran sedewasa itu. Di balik sikapnya yang cerewet dan dan ceplas seplos, gadis itu nyatanya sangat memperhatikan satu-satunya saudara yang dia punya. Ikatan persaudaraan mereka membuat Nendra teringat akan ikatan antara dirinya dan juga kakaknya.

"Kalau memang kamu tidak mau menyusahkan kakakmu, bagaimana kalau saya saja yang membiayai kuliah kamu nanti?" Nendra sendiri terkejut dengan satu pertanyaan yang baru saja keluar dari bibirnya. Meski Nendra bisa menyembunyikan keterkejutan tersebut di balik ekspresi datarnya, tetap saja ia tak henti-hentinya memarahi diri sendiri dalam hati karena sudah berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Mana boleh kayak gitu, om. Lagian kita 'kan nggak punya hubungan apa-apa. Mau dibilang teman, rasanya kok belum pantas, trus kita juga bukan saudara. Aku juga nggak maulah, om, kalau nanti sampai dibilang perempuan yang morotin laki-laki padahal kita saja belum lama ketemu."

Elisa Nauvali [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang