Ngiungg...
Suara bip, bip, bip-pun akhirnya berhenti dan tak terdengar lagi, yang artinya bom tidak meledak.
Dengan bersamaan Alfred dan Bellamy menghela napas. Namun tidak dengan Amy, ia malah merasa sesak dan sakit hati kembali.
Tak terasa air mata jatuh di pipi Amy, ia menoleh ke arah Bellamy dengan lemas sambil menyapu air matanya. "Angka itu kalau dieja adalah 'Clara'."
"Angkat tangan!" Seru seorang polisi yang berdatangan dari belakang Bellamy sambil menodongkan pistol ke arah mereka.
Saat dilihat oleh mata kepala mereka, polisi tersebut berkelompok. Ada sekitar lima orang polisi. Amy memandang dengan malas pada polisi itu, tentu Amy sudah mengetahui dari suaranya. Sementara Bellamy mulai panik kembali, takut ia ditembak oleh segerombolan polisi itu.
"Santai Detektif," Jawab Amy sambil mengangkat kedua tangannya, "kita adalah orang baiknya."
Detektif tersebut menurunkan pistol dengan malas.
◦◦◦
Suara sirine ambulans terdengar lantang, dan terlihat Alfred dibawa oleh petugas menggunakan ranjang tidur beroda. Amy dan Bellamy keluar dari gedung Sains itu dengan santai, mereka mencoba tenang agar tak dituduh bahwa merekalah dalang dari pengeboman tersebut, namun si Detektif itu sepertinya tak akan memercayai mereka.
Ya, detektif Daniel yang kemarin baru saja berdebat dengan Amy. Dan Daniel sungguh berpikir bahwa Amy orang aneh dan sangat menyebalkan. Ia sempat menyumpahi dirinya agar tak bertemu lagi dengan wanita itu, namun sehari kemudian malah menemukan wanita itu ada dalam kasus pengeboman yang sedang Daniel tangani. Sungguh aku sangat membenci bagian ini, gerutunya dalam hati.
Amy dan Bellamy menghampiri Daniel dengan wajah tenang namun menyebalkan, sementara Daniel tak bisa menyembunyikan wajah bencinya, terlihat adanya lekuk mengernyitkan dahi yang begitu jelas.
"Baiklah, Nona Clark, Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Daniel.
"Sudah kubilang, kami hanya sedang belajar di sini." Jawab Amy dengan nada tegas dan wajah menantang. "Kami mendengar suara di basement, lalu kita memeriksanya."
"Dan menjinakkan bom? Sulit kupercaya."
"Sebenarnya tak begitu sulit ketika kau mengeta..." Timpal Bellamy.
"Berisik kau!" Daniel melotot ke arah Bellamy, ia tak mau berdiskusi dengan teman Amy ini. "Baiklah, kalian berdua ingin main-main denganku? Baiklah, ayo kita bermain-main!" Tambah Daniel dengan senyuman kesal pada mereka. Ia hanya tak percaya saja, mengapa bisa bom tersebut mati oleh wanita aneh dan pria yang terlihat sama sekali tak bisa menjinakkan bom. Rasa heran Daniel muncul lagi untuk kedua kalinya terhadap Amy. "Kalian ditangkap!"
"Tidak. Mereka tidak boleh ditangkap." Seru seorang wanita dengan nada tegas dari belakang Daniel.
Daniel menoleh ke arah sumber suara. Perempuan itu sudah berdiri dengan dua bodyguard di belakangnya. Ya, wanita itu Lidya. Ia memperlihatkan tanda pengenal yang dimiliki olehnya.
"Agen NSA?" Tanya Daniel.
"Ya." Jawab Lidya dengan nada tak kalah menyebalkannya.
Daniel menoleh lagi ke arah Amy, tak menyangka wanita aneh ini seorang agen NSA. Amy memasang wajah sombong, menaikkan alis kanannya dan tersenyum licik. Lagi, Amy membuktikan bahwa Detektif di hadapannya ini kalah lagi.
◦◦◦
"Kami melakukan apa yang kami lakukan!" Jawab Bellamy dengan lantang, mereka sudah berada di ruang rapat Lab Hacker, "Kami menemukan bom, coba pikir, sudah menyelamatkan sudah berapa banyak orang? Agensi mungkin akan mengira kita adalah superstars."
Lidya yang berdiri di hadapan mereka sungguh kesal atas perbuatan yang mereka lakukan sangat ceroboh dan tanpa izin. "Agensi mempertimbangkan untuk memberhentikan dana pada kita karena kalian berdua!"
Amy melipatkan kedua tangannya, "Ide bagus." Amy hanya berpikir bahwa ia hanya melakukan tugas Hacking dan memecahkan kasus, soal pemberhentian dana dan drama antara Agensi dengan Lidya itu bukan urusan Amy.
"Sayang sekali, itu bukan ide bagus, sekarang aku telah meyakinkan mereka untuk memberikan kita kesempatan lagi." Jawab Lidya, "Aku yakinkan pada mereka, itu hanyalah kesalahan seorang pemula. Dan mulai sekarang kita akan berjalan sesuai tugas yang diberikan kepada kita, yaitu bekerja dalam Lab! Sudah jelas, 'kan?"
Lidya menekankan matanya pada Bellamy, lalu Bellamy menoleh ke arah Lidya dengan pasrah. Ia hanya bisa menurut saja. Kemudian Lidya menoleh ke arah Amy, "Jelas tidak?"
Amy menatap tajam, "Sejak awal aku tak mau berada di sini." Ia beranjak dari kursi dan bergegas ke arah pintu. Amy memang merasa tak nyaman saja dengan Lidya yang mengatur kehidupannya, sedangkan Amy suka kebebasan dan apa yang dilakukan dirinya adalah benar, tak harus meminta izin terlebih dahulu pada siapapun. Ia membantu program Hacking ini dengan tujuan mencari tahu mengapa Ayah tirinya, yaitu Peter bisa mati, bukan untuk tujuan mengikuti peraturan Lidya dan Agensinya.
Amy berlalu dari ruang rapat. Lidya menatap tajam pada Bellamy, memberikan kode untuk mengejarnya lagi.
"Ap.. Apa? Kau ingin aku...? BAIK!" Bellamy bergegas keluar, mengejar Amy yang sudah berada di dekat Akuarium tempat Amy Hacking kemarin malam.
"Tunggu, Amylee!"
Amy menghentikan langkahnya, ia tak bisa menahan emosinya lagi. Ia menoleh ke arah Bellamy, "Satu hal tentang Hacking yang masuk pada memori otak orang lain, itu membuatku bisa merasakan sesuatu hal yang belum pernah aku rasakan."
Bellamy mencoba mendengarkan.
"Saat aku kecil, aku harus mempelajari bagaimana mengenali suatu perasaan lewat kartu bergambar wajah manusia." Amy meneruskan dengan nada penuh emosi, "Tapi kali ini aku merasakannya sendiri, dan itu sangat nyata. Sekarang aku tahu rasanya berduka seperti apa. Sekarang aku tahu rasa marah seperti apa. Aku bahkan tahu rasa cinta itu seperti apa."
Bellamy mengernyit, ia memang tak tahu penyakit apa yang diidapkan oleh Amy. Dan baru tahu bahwa Amy sama sekali tak bisa membaca perasaan seseorang.
"Aku tak menyukainya. Aku keluar." Dengan nada tegas Amy menyatakan itu.
"Sayang sekali," Lidya menghampiri dengan membawa berkas di tangannya, "Kami telah diminta untuk meneliti kematian seorang ilmuwan. Dan kita hanya memiliki empat puluh delapan jam sebelum memorinya runtuh." Jelas Lidya, "Dia adalah rekan yang membantu mengembangkan teknologi Hacker. Namanya Peter Clark."
Amy mengedip penuh arti, ia mengenal nama itu. Ya, nama Ayah angkatnya yang sangat menyayanginya, Ayah yang mati tanpa sebab dan Amy ingin sekali mengetahui mengapa Peter bisa mati begitu saja.
Lidya menyodorkan berkas tersebut, "Agensi tidak yakin ia bunuh diri."
Amy mulai membuka berkas tersebut, "Aku tahu dia tidak bunuh diri." terlihat foto wajah ayahnya yang kepalanya tak berambut di bagian depan, hati Amy perih melihat foto tersebut. Lalu ia ingat dengan perkataan Lidya, "Siapa rekannya itu?"
"Dr. Tyler Johnston."
Amy sedikit kaget mendengar nama tersebut, ia langsung mengingat ketika Amy berumur sembilan tahun melihat Ayah kandungnya sedang menaiki taksi kuning tanpa menolehnya.
"Ayahmu."
Jadi ayah kandungku yang mengembangkan teknologi ini?, gerutunya dalam hati. Dan semua ini mulai menarik untuk didalami.
"Aku ikut." Tegasnya.
Lidya tersenyum. Sedangkan Bellamy hanya mengangguk, masih bingung dengan semua cerita Amy.
◦◦◦
Dilanjutkan jangan ceritanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hacker
Science FictionAmy, wanita yang tak pandai dalam bersosialisasi dengan orang lain, memasuki dunia yang memang tak pernah terbayangkan olehnya. Ketidaksengajaan masuk ke dalam pekerjaan misterius dan sangat rahasia, membuat dia memaksakan diri untuk mengorbankan se...