Dream

606 78 24
                                    

"Ayah... Ibu... Kalian mau kemana?"
Tanya seorang anak berambut merah. Piyama masih melekat dengan nyaman ditubuhnya. Tangan sebelah kiri mengenggam erat bantal berbentuk bintang, sedangkan tangan sebelah kanannya mengucek-ucek matanya karena kantuk masih menguasainya. Ia terbangun karena mendengar keributan dilantai bawah rumahnya, lalu segera turun menuju bawah meninggalkan kembarannya yang masih terlelap di alam mimpi.

Sang ibu tersenyum. Ia menghampiri anak itu, Lalu berjongkok didepannya. Tangannya terangkat mengelus lembut rambut anak berambut merah itu. Sementara sang ayah tetap berdiri di depan pintu, ia tetap melemparkan senyumnya walau ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Riku mengerti kan. Bila keluarga kita secara turun temurun menjaga dan mengendalikan 'gerbang' dan kita dibantu juga dengan para 'suara gerbang' ?"
Anak yang dipanggil Riku mengangguk mengiyakan perkataan ibunya.
"Riku juga tahu bila anggota keluarga kita yang menjadi 'penjaga' akan menyatu bila kita menyegel 'gerbang' itu?"
Riku kembali menganggukkan kepalanya, matanya menatap wajah ibunya yang tetap tersenyum lembut. Entah kenapa perasaannya sangat tidak enak, seakan-akan ada hal buruk yang akan terjadi.

"Jadi Riku... Ibu dan ayah akan pergi menjaga 'gerbang'. Kamu harus tetap dirumah dan jagalah kakakmu ya! " kata ibunya sambil bangkit berdiri dari jongkoknya. Tangannya ditahan oleh Riku yang menggelengkan kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca karena bulir air mata yang sebentar lagi akan turun dari kedua matanya.
"Tapi... "

"Riku... Ini sudah menjadi tugas ayah yang menjadi 'penjaga gerbang' dan ibumu sebagai 'suara gerbang' . Jadi Riku tetap dirumah dan jangan keluar ya! " kata ayahnya menyakinkan Riku agar mereka dapat pergi. Riku menundukkan kepalanya lalu bahunya mulai terguncang, isakan lirih keluar dari mulutnya.

Sang ibu yang tak tega segera memeluk tubuh kecil Riku, ayahnya pun juga memeluk tubuhnya. Seketika kehangatan memenuhi rongga dada Riku. Namun tangisannya semakin kencang, ayah dan ibunya panik karena Riku yang semakin mengencangkan tangisannya. Riku merasakan bahwa pelukan ini adalah pelukan yang terakhir. Pelukan terakhir yang akan ia rindukan.

Setelah agak tenang dan tangisan Riku yang berhenti, ayah dan ibunya melepaskan pelukannya, mereka menatap lembut Riku yang masih ada di rengkuhan hangat mereka. Ibunya menghapus air mata yang tersisa disudut netra merah anak bungsunya.
"Riku mau berjanji kan?" tanya ibunya sambil mengelus lembut rambut riku.
"Janji apa? " jawab Riku yang masih sesengukan setelah menangis.
"Berjanjilah apapun yang terjadi, jangan salahkan sang takdir. Lalu... "
Ibunya menyentuh lembut dada sebelah kiri Riku.
"Jangan pernah kehilangan kasih sayang dari dalam sini. Tetaplah jaga ia dengan baik, jangan sampai hatimu kehilangan dirinya. maka ia akan membantumu disuatu saat nanti"

Riku menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Kedua orang tuanya kembali bangkit dari duduk jongkoknya.
"Ibu dan ayah berangkat dulu ya! "
Kata ibu Riku sambil melambaikan tangannya. Riku hanya menatap kedua orang tuanya yang keluar dari pintu dan membalas lambaian tangan dari ibunya.

Setelah menutup pintu dengan rapat, Riku termenung memikirkan kata-kata ibunya. Ia sedikit kebingungan dengan kata yang diucapkan ibunya.
Ditengah lamunannya ia dikejutkan oleh sebuah suara.
"Riku... "
Riku segera mengandahkan wajahnya dan menemukan kakak kembarnya yang berdiri di anak tangga. Kakaknya turun dari tangga itu dan menghampiri adiknya yang ada didepan pintu rumah.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini? " tanya kakaknya. Riku menggelengkan kepalanya lalu tersenyum kecil.
"Aku hanya mengambil segelas air untuk minum." jawabnya

Riku berjalan meninggalkan kakaknya yang masih berdiri ditempatnya lalu menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya yang ada di lantai atas.
"Kau berbohong kan, Riku? "
Langkah kaki Riku berhenti, ia membalikkan badannya menuju kakak kembarannya.
"Ayah dan ibu keluar dari rumah dan pergi untuk menyegel 'gerbang'. Iya kan? "
Riku masih tidak menjawab pertanyaan dari kakaknya. Keheningan menguasai ruangan itu. Mereka berdua seperti tidak ingin membuka pembicaraan lagi.

Mr. AFFECTiON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang